Bagi sebagian orang, mungkin nama Ahmad Rifai Rifan gaungnya belumlah setenar penulis-penulis nasional yang lain. Namun jangan tanya prestasinya, di usianya yang masih relatife muda (28 tahun), dia sudah menelurkan lebih dari 70 buku dan hampir semuanya best seller (woow..emejing gak tuh?). Suatu pencapaian yang patut diapresiasi bagi seorang penulis. Karena sesungguhnya tidak mudah menjadikan sebuah buku menyandang titel best seller. Kudu naik cetak berkali-kali pemirsa, hehehe.
Bukan Tuhan yang tidak adil, tapi jiwa kita yang masih terlalu kerdil. Bukan Tuhan yang tak Maha Kasih, justru jiwa kita yang tak tahu terima kasih. Bukan Tuhan yang pelit, tapi nurani kita yang mungkin berpenyakit. Sehingga berjuta karunia seolah tiada, bermiliar anugerah jadi tak terasa.
Begitulah penulis menyampaikan pemikirannya dalam salah satu bukunya yang berjudul “God I Miss You”. Dengan bahasa yang sederhana, sedikit menyindir, namun tidak terkesan menggurui. Ia mengajak kita merenungi karunia dan nikmat Tuhan yang begitu banyak, namun terkadang manusia begitu sombong, mereka selalu ingkar atas segala nikmat yang diberikan Tuhannya.
Entah sejak kapan saya mulai mengidolakan sosok penulis yang satu ini. Pertama sekali kenal nama beliau sekitar 5 atau 6 tahun yang lalu melalui bukunya yang berjudul “Tuhan maaf kami sedang sibuk”. Buku yang nampol banget, saya serasa di taboks setelah membaca bukunya ini. Hingga pada akhirnya sayapun mulai memburu karya-karyanya yang lain. Inilah beberapa koleksi buku-buku beliau yang saya koleksi;
Dan saya bersyukur pernah punya kesempatan menghadiri bedah bukunya saat beliau hadir di Makassar, sehingga bisa mendapat kesempatan foto bareng dan juga dapat tanda tangannya di bukuku (gak penting sih sebenarnya, hanya rasanya gimana gitu yah kalau di bukuku ada tanda tangani penulisnya, puas aja gitu hahaha).
Well, berikut sekilas tentang penulis;
Ahmad Rifai Rifan lahir dan besar di Lamongan. Sebenarnya dia tidak pernah cercita-cita sebagai penulis, dalam salah satu bukunya ia bercerita dulu pengen sekali menjadi ustadz, karena ia ingin bermanfaat bagi orang lain dengan menyebarkan ilmu agama. Karena itu pula Usia remajanya ia sibukkan dalam dunia pesantren. Ia nyantri di pesantren Miftahul Qulub Lamongan di bawah bimbingan KH. Asyikin Asghori. Namun terpaksa harus pupus ditengah jalan karena ayahnya meninggal. Sejak saat itu ia berniat mandiri dan tidak ingin merepotkan ibunya untuk membiayai sekolahnya sehingga selalu mendapatkan beasiswa, bahkan ia pun pernah menjuarai olimpiade Fisika, karena itupula ia berhasil diterima di salah satu kampus bergengsi di Surabaya. Dia menempuh kuliah di ITS jurusan Teknik Mesin.
Dan saya bersyukur pernah punya kesempatan menghadiri bedah bukunya saat beliau hadir di Makassar, sehingga bisa mendapat kesempatan foto bareng dan juga dapat tanda tangannya di bukuku (gak penting sih sebenarnya, hanya rasanya gimana gitu yah kalau di bukuku ada tanda tangani penulisnya, puas aja gitu hahaha).
Well, berikut sekilas tentang penulis;
Ahmad Rifai Rifan lahir dan besar di Lamongan. Sebenarnya dia tidak pernah cercita-cita sebagai penulis, dalam salah satu bukunya ia bercerita dulu pengen sekali menjadi ustadz, karena ia ingin bermanfaat bagi orang lain dengan menyebarkan ilmu agama. Karena itu pula Usia remajanya ia sibukkan dalam dunia pesantren. Ia nyantri di pesantren Miftahul Qulub Lamongan di bawah bimbingan KH. Asyikin Asghori. Namun terpaksa harus pupus ditengah jalan karena ayahnya meninggal. Sejak saat itu ia berniat mandiri dan tidak ingin merepotkan ibunya untuk membiayai sekolahnya sehingga selalu mendapatkan beasiswa, bahkan ia pun pernah menjuarai olimpiade Fisika, karena itupula ia berhasil diterima di salah satu kampus bergengsi di Surabaya. Dia menempuh kuliah di ITS jurusan Teknik Mesin.
Setelah tamat kuliah, ia berhasil diterima bekerja di salah satu BUMN yaitu PT.Semen Gresik sebagai engineer. Namun, karena ia merasa tidak sesuai dengan passionnya, ia kemudian memutuskan resign. Keputusannya inipun mendapat banyak tantangan dan celaan dari orang di sekitar, berhubung sangat susah untuk bisa lulus disana,. Selain itu, ibunya menyayangkan keputusannya yang resign hanya karena ingin menulis.
Meskipun di pandang sebelah mata, dengan bermodal keyakinan, ia pun meyakinkan orang di sekitar kalau ia bisa hidup dari penghasilannya sebagai penulis. Dan hari ini, ia berhasil membuktikan kalau sebagai penulis juga bisa menghidupi keluarganya, bahkan dari royalti buku-bukunya,dia bisa menghasilkan miliaran rupiah, belum lagi pemasukan dari usaha penerbitan “Marsua Madia” yang dibangunnya. Cita-citanyapun akhirnya tercapai.
#day30
#TantanganPekan5
#OneDayOnePost
No comments:
Post a Comment