Tulisan itu sepotong hati. Bila ia keluar, sosoknya akan menjadi perwakilan diri. Tulisan itu sebongkah rasa. Jika tulisanmu kacau, maka orang akan tahu bahwa dirimu sedang galau. Tulisan itu serpihan jiwa. Hanya tulisan yang keluar dari jiwa saja yang juga bisa tembus sampai ke jiwa.
Saya pernah membaca sebuah artikel yang menyebutkan kalau suatu perusahaan di Amerika sono,ketika ingin mencari karyawan, salah satu parameter yang diperhatikan HRD adalah tulisan dan postingan dari calon karyawan tersebut disosial medianya. Menurut HRD, tulisan mereka yang di tulis spontan di sosmed lebih bisa menggambarkan kepribadian dan isi hati orang tersebut dari psikotest sekalipun (Warbiyasah..untung perusahaan di Indonesia belum menerapkan sistem ini yah, kalau tidak..Teloleeet
)
Saya pernah membaca sebuah artikel yang menyebutkan kalau suatu perusahaan di Amerika sono,ketika ingin mencari karyawan, salah satu parameter yang diperhatikan HRD adalah tulisan dan postingan dari calon karyawan tersebut disosial medianya. Menurut HRD, tulisan mereka yang di tulis spontan di sosmed lebih bisa menggambarkan kepribadian dan isi hati orang tersebut dari psikotest sekalipun (Warbiyasah..untung perusahaan di Indonesia belum menerapkan sistem ini yah, kalau tidak..Teloleeet
Ngomong-ngomong tentang isi hati nih *acikiuw*, jadi ceritanya semalam saya mendapat protes dari seorang teman yang sering membaca tulisan-tulisanku.
“Tris, kok sebulan belakangan ini sepertinya tulisanmu berubah yah? Atau gaya menulisnya memang sengaja divariasiin”?
“Haahh?? Berubah gimana broh”?
“Iyah, jadi lebih melankolis, kayak bukan dirimu yang nulis”
” Whaaaat? Ciyus? Waduh., kalau gitu bahaya, harus segera kembali ke jalan yang lurus whahaha
.

Jika bukan temanku yang mengomentari tulisanku, sayapun tidak sadar sebenarnya. Itulah mengapa seorang penulis perlu pembaca, sebagai editor sekaligus komentator.
Apa pengaruh suasana dan isi hati kali yah? Semoga saja kepribadianku juga gak berubah jadi melankolis
.

Saya akui suasana hati sebulan belakangan ini memang berasa nano-nano, pahit, asem, asin, dilangit yang mendung (kok jadi sambil nyanyi lagu pelangi-pelangi yah
). Mungkin itulah yang sedikit banyak berpengaruh ke tulisanku.

Saya adalah orang yang berkepribadian sanguinis yang ceria, ekspresif, dan humoris, sehingga sedikit banyak berpengaruh ke gaya menulisku, itulah mengapa saya lebih suka gaya tulisan yang renyah-renyah garing (halaah..loe kate kerupuk), yang gaya bahasanya nyantai tapi makna dan pesannya tetap nyampai ke pembaca. Saya kurang begitu suka tulisan yang berat dan serius.
Sebuah buku tentang “Bahaya Riba” yang ditulis dengan bahasa yang ringan atau berkaca dari pengalaman pribadi seseorang lebih gampang memotivasiku daripada buku yang penuh dengan hadits-hadits agama.
Karena itu, saat gaya menulisku yang *kata temanku* belakangan ini berubah haluan, yah emang karena musimnya gitu kaleee.
Yealah bo’, tulisan kan merupakan perjalanan pemikiran dan isi hati penulis, namanya juga hati, gak selamanya realistis, terkadang ada saat-saat melow, labil, dan sensitif penulisnya, mungkin suasana hatiku saat nulis itu memang lagi melankolis bin labil wahahaha.
Trus, intinya tulisan ini apa buk?
Iya yah, intinya apa saya juga kagak jelas woyy? Hahaha *pengen ditimpuk yah tris?*

Mungkin hanya ingin menunjukkan kalau gaya menulisku, udah balik lagi kan broh? muehehe
Ehh..gak ding! Intinya jika ingin mengetahui isi hati seseorang perhatikanlah tulisannya, begitu juga jika ingin mencari jodoh, perhatikanlah kepribadiannya *eeeh..kok jadi nyerempet ke jodoh sih*
Meskipun gak selamanya benar, tapi percayalah tulisan itu sedikit banyak mewakili isi hati penulisnya, karena menulis adalah cara penulis menyalurkan ekspresi, emosi, dan perasaannya.
Karena itu bersyukurlah kalian yang punya pasangan seorang penulis, kalian tidak perlu repot-repot menebak-nebak dan mencari tahu isi hatinya, cukup baca tulisannya, maka kau akan tahu apa yang dia rasakan dan apa yang ada dalam hatinya *eaaaa*
#day43
#OneDayOnePost
No comments:
Post a Comment