Di tengah hiruk pikuk dan euforia perhelatan akbar yang digelar bapak Presiden yang akan menikahkan putri semata wayangnya di republik ini pada hari ini tanggal 8 November 2017. Saat haru biru dan suka cita menyeruak di sela para tetamu yang hadir di pestanya, siapa yang sangka kalau di belahan pulau lain tepatnya di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, di hari yang sama dengan tanggal pernikahan putri presiden, mempelai pria harus menyematkan duka dan lara di hari yang seharusnya juga menjadi hari bahagianya, karena mempelai wanita yang harusnya hari itu menjadi istrinya harus berpulang keharibaanNya pada jam 10.00 pagi, waktu yang seharusnya di ucapkan akad dan ijab qabul di hari itu.
Siapa yang sangka, seminggu menjelang resepsi, sang mempelai wanita yang sebelumnya sehat-sehat saja dan tidak ada riwayat penyakit apapun, harus menderita sakit typoid yang mengharuskannya dilarikan ke rumah sakit, dan akhirnya karena penyakit ini juga beliau meregang nyawa tepat di hari pernikahannya.
Siapa yang sangka, seminggu menjelang resepsi, sang mempelai wanita yang sebelumnya sehat-sehat saja dan tidak ada riwayat penyakit apapun, harus menderita sakit typoid yang mengharuskannya dilarikan ke rumah sakit, dan akhirnya karena penyakit ini juga beliau meregang nyawa tepat di hari pernikahannya.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya (Q.S Al A’raf:34)”.
Sungguh, hati keluarga mana yang tidak koyak menerima ujian maha dahsyat seperti ini?
Hati mempelai lelaki mana yang tidak sakit mengetahui calon istrinya telah di lamar malaikat maut terlebih dahulu sebelum sempat bersanding dengannya?
Benang-benang keluarga sakinah, mawaddah, warahmah yang diimpikan harus pupus seketika di tangan malaikat maut.
Asa dan harapan membangun mahligai rumah tangga dirubuhkan seketika oleh malaikat pencabut nyawa.
Jujur saja, sambil menulis ini seketika saya merinding, saya mencoba berandai-andai seandainya berada di pihak keluarga korban, ataupun di pihak keluarga mempelai laki-laki.
Bagaimana rasanya menyaksikan pelaminan yang harusnya duduk manis dua sejoli menjadi raja dan ratu sehari lalu tiba-tiba menyaksikan keranda mayat mempelai perempuan?
Yang harusnya sepasang mempelai tersenyum sumringah di atas kursi singgasanya di pelaminan diiringi doa para tetamu , namun tiba-tiba niat menghelat berubah menjadi melayat.
Yang harusnya menjadi suka cita mendadak jadi duka cita.
Yang harusnya rombongan mobil pengantin yang datang, tapi berganti menjadi rombongan mobil jenazah.
Yang harusnya memakai baju kebesaran pernikahan harus berganti dengan kain kafan.
Yang harusnya resepsi jadi bulan madu harus berganti dengan takziyah.
Yang harusnya menyandang titel istri harus berganti dengan titel almarhumah.
Baju pengantinpun kelu, seluruh persiapan hajatan ikut membeku, hanya isak tangis bersahut-sahutan menggema di sudut rumah mempelai.
Buku nikah yang sisa dibubuhkan tanda tangan pasca ijab kabul teronggok lemah tak berdaya.
Semua kelam, suram berselimut kabut kesedihan dan kehilangan.
Pemilik nama lengkap Rosmita menghembuskan nafas terakhir persis ditanggal pernikahannya. Mahasiswi ini tercatat masih berstatus sebagai mahasiswi semester 5 di Politeknik Negeri Ujung Pandang jurusan administrasi niaga . Dia dikenal sebagai mahasiswi yang cerdas. Saat SMA, rangking 1 selalu setia nangkring di pundaknya. Ia juga merupakan penerima beasiswa bidik misi PNUP UNHAS.
Semenjak kuliah ia mulai rajin ikut kajian-kajian dan berniat berhijrah. Ia menanggalkan label duniawi yang melekat. Lalu merasakan nikmatnya berdekatan dengan Sang Pencipta. Mungkin surga telah lama merindukannya. Pintu-pintu syurga terbuka dari berbagai arah dan penjuru untuknya. Ia dan calon suaminya adalah manusia pilihan. Insya Allah kalian berdua adalah sosok manusia shaleh dan shalehah.
Tepat tanggal 8 November 2017, Rosmita pamit pada semesta untuk kemudian menjumpai Rabbnya. Dia nyaris menjadi pengantin yang akan menyempurnakan separuh diennya. Siapa yang sangka gelar istri yang seharusnya di sandang harus berganti dengan gelar almarhumah, gelar yang nanti juga akan kita sandang.
Sungguh perkara jodoh, maut dan rezeki adalah ranah Allah yang tidak bisa kita kendalikan, sedikitpun tak ada kapling untuk kita jamah. Bahkan saat jodoh dan maut datang bersamaan, ia sama sekali tak salah alamat. Malaikat menjalankan titah Allah tanpa kesalahan walau hanya semilli sekalipun.
Biarlah ini menjadi pelajaran buat kita yang masih hidup sampai hari ini.
Kita tidak pernah tahu kapan kematian menjemput kita.Kita tidak pernah tahu apakah bekal yang kita siapkan sudah cukup untuk menemani kita setelah kita mati.
Kita tidak pernah tahu kapan kematian menjemput kita.Kita tidak pernah tahu apakah bekal yang kita siapkan sudah cukup untuk menemani kita setelah kita mati.
Kita tidak pernah tahu…
Akan tetapi, sebagai manusia tugas kita adalah berusaha yang sebaik-baiknya.Berharap bahwa kita bisa mati dalam keadaan khusnul khotimah.Berharap bahwa kita mendapatkan nikmat kubur dan terhindar dari siksa kubur. Amien.
#day45
#OneDayOnePost
No comments:
Post a Comment