Monday, 25 September 2017

Menulis Untuk Apa?

Hari ini adalah hari pertama saya mengikuti tantangan menulis One Day One Post selama kurang lebih 2 bulan 1 minggu. Itu artinya dalam 2 bulan kedepan saya wajib menyetorkan satu postingan setiap hari (wow..emejing gak tuh? Padahal untuk minggu ini saja saya belum tahu mau nulis apa pemirsah😝). Kalau boleh jujur, pembukaan kelas ODOP ini sebenarnya kurang sesuai timingnya dengan kerjaanku, pasalnya hingga dua minggu kedepan perusahaanku akan di audit, karena itu minggu-minggu ini sebenarnya adalah minggu yang super sibuk buatku, karena itu kelas pre ODOP kemarin saya hanya sempat menyetorkan satu link tulisan. Tadinya kuprediksi kelasnya akan opening mulai bulan depan, eeh..ternyata lebih cepat dari perkiraan dan jadwalnya barengan pula dengan jadwal auditku 😬. Namun, karena sudah niat mau komitmen, yah.. semoga saja saya masih bisa nyuri-nyuri waktu disela kesibukan untuk menyempatkan menulis setiap hari (Semangat Inna..insyaa Allah bisa 💪)

Untuk tema tulisan di hari pertama ini saya sengaja ingin mengambil tema tentang  menulis. Karena itu tema yang kuangkat kali ini adalah “Menulis Untuk Apa Sih?”. Buat teman-teman penulis atau yang hobi bercengkrama dengan aksara, pertanyaan ini penting untuk diselami agar bisa semakin memotivasi kita untuk terus menulis (Baca juga: Alasan mengapa saya menulis).

Masih hangat dalam ingatan beberapa waktu yang lalu kita dihebohkan oleh keputusan Bang Tere Liye yang menarik semua bukunya dari dua penerbit besar (Gramedia dan Republika) yang selama ini menerbitkan buku-bukunya dikarenakan pajak penulis yang terlalu tinggi. Kegelisahannya inipun diunggah dalam salah satu postingan di fans pagenya. Bagi yang belum tahu Tere Liye, sini saya kasih bocoran. Tere Liye adalah penulis novel produktif yang telah menelurkan puluhan novel dan selalu best seller.

Sebagai penggila buku dan penikmat karya-karya beliau, berita ini lumayan membuatku patah hati *acieee*. Sueer..bahkan sakitnya lebih sakit daripada berita Muzammil nikah kemarin muehehe . Itu karena Tere Liye adalah salah satu penulis yang telah menginspirasiku, penulis yang telah membuatku pergi ke toko buku, dan beliau termasuk salah satu penulis yang konsen menyuarakan kebaikan dalam setiap postingan-postingannya di sosmed. Saya termasuk salah satu pengagum karya-karyanya.
Melihat kasus ini, jelaslah bahwa penulis bukanlah profesi yang menjanjikan jika hanya untuk mengejar popularitas dan materi semata. Ibunda Imam an-Nawawi pernah berkata kepadanya “Anakku, jika tujuanmu menulis hanya untuk mengejar materi dan menjadi terkenal, maka berhentilah menulis!”
Yah..karena menulis itu bukan berburu, yang sekali tembak langsung dapat hasilnya. Menulis itu seperti menanam, perlu waktu, perlu berpayah-payah dan berkesinambungan. Dan Insya Allah, suatu saat akan memanen hasilnya.”
Pepatah China mengatakan, menulis adalah menanam bebijian yang akan berbuah 20 tahun yang akan datang.
Kemudian berkaca lagi dari Ibnu Taimiyah yang menjadikan tulisannya sebagai sebuah PEMBUKTIAN CINTA. Cinta yang memiliki akar kuat berupa ketulusan. Ya, beliau adalah seorang penulis yang hidup pada zaman teknologi belum berkembang pesat seperti sekarang. Zaman dimana facebook, blog, wattpad, dan berbagai media sosial belum ada. Bahkan penerbitan buku masih sulit ditemukan keberadaannya. Tetapi beliau tidak menjadikan menulis sebagai ambisi, namun sebagai bentuk cinta. Meskipun tidak ada media sosial yang memfasilitasi, meskipun buku yang beliau buat sendiri tanpa penerbit tidak akan menghasilkan uang yang berlimpah, bahkan meskipun tidak ada lagi alat tulis yang bisa dipakai menulis sehingga beliau harus menulis dengan arang, tidak ada yang bisa menghalangi beliau untuk menulis, karena menulis merupakan BENTUK CINTA. Ibnu Taimiyah sangat mencintai penduduk bumi, maka ia bersemangat menulis agar buku yang ia buat dapat menjadi pelita bagi penduduk semesta alam. Maka tembok dan arang menjadi saksi atas salah satu karya hebatnya yang berjudul Risalatul Hamawiyah yang dipahatkan untuk keabadian.
Karena itu duhai para penulis, hendaklah perbaiki niat kita dalam menulis. Bukan untuk materi, bukan untuk popularitas, bukan untuk pamer, aah..sangatlah rugi jika kita menulis hanya karena alasan duniawi; tapi lebih dari itu, menulis adalah salah satu bentuk ikhtiar untuk berdakwah dan menyebarkan kebaikan lewat tulisan, meskipun si penulis sendiri masih fakir ilmu. Juga sebagai ikhtiar untuk mewariskan ilmu dan memanjangkan umur. Ya! Sekali pun nanti kita wafat, sebuah tulisan dan buku akan memanjangkan umur kita, dan kita akan meninggalkan jejak lain selain dibatu nisan
Menulislah selalu, sekalipun hanya dirimu sendiri yang membacanya!
Menulislah yang ikhlas, agar ilmumu terwaris, agar matimu tak membawa tangis, agar masa depanmu tak miris, karena kisah hidupmu sudah berjalan manis (Ahmad Rifai Rifan)
Kita diberkahi kemampuan menulis oleh Allah, maka jadikan itu sebagai alat untuk menyampaikan kebaikan meskipun satu ayat. Karena tidak menutup kemungkinan, ada orang yang menemukan jalan hijrahnya lewat tulisanmu.
Semua penulis akan mati, hanya karyanya yang akan abadi, maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakanmu di akhirat kelak (Ali Bin Abi Thalib)
Selamat menulis, Salam Literasi 📝

#day1
#OneDayOnePost

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...