Saturday, 30 June 2018

Dokter Kandungan Selama Kehamilanku

Alhamdulilah..alhamdulilah..alhamdulilah…
Syukur tak terkira pada Allah atas penyertaannya sehingga saya bisa lahiran dengan lancar dan normal. Meskipun penuh peluh dan perjuangan, meringis menahan sakit, sempat mandet juga di pembukaan 8, akhirnya setelah 12 jam berjuang saya lahiran juga baby boy yang cakep nan sholeh “Nafiz Tsaqib Al Afasy” tepat pada tanggal 30 Mei 2018 bertepatan dengan 14 Ramadhan 1439 H. Alhamdulilah si baby sekarang udah sebulan aja. 
Oh..iya selama kehamilanku saya ditangani oleh beberapa dokter kandungan. Kalau biasanya orang hanya ingin ditangani oleh satu dokter hingga persalinan, apalagi jika sudah sreg dengan dokter yang bersangkutan, maka mereka tidak ingin pindah ke lain hati lagi. Namun berbeda denganku, setidaknya ada 4 dokter kandungan (banyak banget yah? hehe) yang menanganiku selama mengandung Nafiz (ini belum termasuk bidan di puskesmas), bukan karena saya tidak betah dengan dokter satu lalu pindah ke lain hati, namun karena keadaaan yang tidak memungkinkan sehingga mengharuskan saya gonta ganti dokter kandungan. But..alhamdulilah semua dokter kandungan yang menanganiku baik dan ramah, sehingga meskipun saya melewati masa-masa kehamilan sendiri dan jauh dari keluarga saya masih bisa survive dan sehat.
Well, inilah dokter kandungan yang baik hati yang menanganiku selama kehamilan pertama ini;
1. dr. Misje Angsu Sp.Og
Dokter misje ini adalah dokter pertama yang menangani saat awal kehamilan, beliau praktek di RS. Siloam, RS.Ratumbuysang dan Apotik Rapha di Manado. Saya kontrol pertama sama beliau saat usia kandungan 6 minggu di RS. Siloam. Setelah pemeriksaan USG transvaginal yang dilakukannya akhirnya saya tahu kalau saya hamil. Karena dari awal saya memang ingin ditangani oleh dokter perempuan, makanya saya memilih dia yang saat itu lagi ready di Siloam. Dokternya cantik dan baik hanya kurang aktif menjelaskan jika tidak ditanya. Kekurangannya beliau tidak on time, sering telat datangnya atau terlalu cepat pulangnya dari jadwal prakteknya, itulah yang menyebabkan pada bulan kedua saya akhirnya memilih berpindah dokter karena beliau cepat pulang saat saya datang kontrol padahal jam prakteknya masih 1,5 jam lagi, akhirnya daripada saya pulang kosong padahal udah jauh-jauh datang ke Manado saya memutuskan kontrol ke dr.Tony Rumbayan Sp.Og yang juga berpraktek di Siloam. Di dokter Misje saya sempat kontrol 2x yaitu kontrol pertama pada bulan Oktober 2017 dan kontrol kelima pada bulan Februari 2018 karena saat itu pasien dr.Tony penuh, jadi saya balik lagi ke dr.Misje, namun kali itu saya kontrol di apotik Rapha, bukan di Siloam lagi.
2. dr. Tony S. Rumbayan Sp.Og
Nah..ini dia dokterku yang paling ketche dan gaul. dr. Tony ini praktek pagi di RSUD Sam Ratulangi Tondano dan praktek malam di RS. Siloam Manado. Beliau adalah dokter favorit dan paling banyak pasiennya di RS.Siloam, sehingga kalau ingin konsultasi dengannya harus sabar-sabar menunggu antrian. Sedikit tentang sang dokter, orangnya asyik banget, komunikatif sekali, tidak pelit memberi info. Penjelasan beliau sangat rinci dan mudah dimengerti oleh saya. Ditambah lagi, di akhir sesi konsultasi beliau selalu memberi pesan, “Kalau ada apa-apa jangan lupa WA saja ya Tris. Tanya. Jangan sungkan”. Memang saat sesi pertama konsultasi, beliau memberikan kartu nama pribadinya yang isinya lengkap: ada beberapa alamat praktik, beberapa nomor telepon sekaligus WA yang bisa dihubungi. Yang saya suka dari dr.Tony ini adalah dia selalu memanggil pasiennya dengan sebutan nama saja yang membuat kita akrab layaknya teman, dia juga bisa membuat ajang konsultasi jadi fun yang terkadang diselingi humor. Saya konsultasi dengan beliau 4x dari bulan November 2017- Februari 2018. Sejak pertemuan pertama, saya langsung folinginlop sama sang dokter haha. Sebenarnya saya ingin konsultasi dengan beliau terus karena rasanya sudah klop dan tidak ingin berpindah ke lain hati lagi, namun seiring bertambahnya usia kandungan, perut yang semakin membesar, pinggang yang semakin encok, dan punggung yang selalu pegal, saya sudah tidak kuat lagi ke Manado sendiri, akhirnya saya pindah dokter lagi, bulan selanjutnya saya memeriksakan diri di RSUD. Datoe Binangkang Bolmong yang lebih dekat dan mudah dijangkau.
3. dr. Sri Tarti Manoppo Sp.Og
Dokter ketiga yang menanganiku menjelang akhir kehamilan adalah dr. Tarti Manoppo, beliau praktek pagi di RSUD. Datoe Binangkang Bolaang Mongondow dan praktek malam di klinik pribadinya di Kotamobagu.  Saya kontrol sama beliau saat usia kandungan 6-7 bulan. Dokternya cantik, sholehah dan menenangkan, beliau juga berjilbab syar’i. Begitu tahu kalau saya orang Makassar, beliau tambah banyak bercarita dan ngajakin ngobrol logat sini, karena kebetulan suaminya juga orang Makassar dan dulu kuliah kedokteran di UNHAS jadi sudah fasih sekali bahasa Makassar. Dari pemeriksaan USG pada bulan ke 6 dan ke 7 janinku posisinya masih sungsang, oleh sang dokter saya disuruh banyak-banyak sujud dan jalan pagi. Yang saya suka karena tiap kali melakukan tindakan, beliau selalu berucap bismillah. Kekurangannya karena periksa pakai BPJS jadi pelayanan RS nya kurang memuaskan, pasiennya juga bejubel ditambah lagi sang dokter yang tiap hari telat (mungkin karena jarak dari Kotamobagu-Lolak yang lumayan jauh) apalagi saat itu beliau juga sedang hamil muda. Beberapa kali saya harus pulang kosong karena beliau tidak datang praktek, meskipun gondok juga karena udah izin tapi gak jadi periksa, tapi saya bersyukur ada RSUD yang bisa ditempati memeriksa.
4. dr. Anna Sari Dewi Sp.Og
Dokter Anna ini adalah dokter terakhir tempatku berkonsultasi di penghujung kehamilan hingga persalinan. Sebelumnya saya periksa dengan dokter di Sulut semua, namun karena berencana lahiran di Makassar, akhirnya saya mencari juga dokter kandungan di Makassar. Beliau praktek setiap hari di RS. Hermina Makassar (rumah sakit yang memang saya pilih saat persalinan). Saya pertama kali kontrol sama beliau di bulan Januari 2018 (saat pulang cuti dan usia kandungan 4 bulan), kemudian pemeriksaan terakhir saat menjelang lahiran (bulan Mei 2018, usia kandungan 9 bulan). Saat berencana kontrol ketiga, eeh..udah brojol duluan. Dokternya cantik, baik dan sholehah juga. Sejak pembukaan tiga dia terus mendampingi proses persalinanku, bahkan terjun langsung menjahit robekan jalan lahirku. Dokter yang lumayan bertanggung jawab menurutku. Bahkan saat kontrol habis melahirkanpun saya selalu di dahulukan di antara pasien-pasien lainnya.
***
Nah..itulah ke 4 dokter kandungan yang sempat mewarnai masa-masa kehamilan dan persalinanku. Terima kasih tak terhingga saya haturkan kepada beliau-beliau, terlepas dari kekurangannya masing-masing. Semoga Allah membalas jasa-jasa mereka. Amien.
oh..iya foto mereka semua saya ambil dari foto profil WA (kebetulan setiap konsultasi saya memang sengaja meminta kartu nama dan nomor WA yang bisa di hubungi, alhamdulilah semuanya berkenan memberi dan tidak keberatan jika saya ingin bertanya atau konsultasi lewat WA.

Friday, 22 June 2018

Makhluk Mungil Pembawa Perubahan

Menjadi ibu adalah impian semua wanita yang telah memiliki gelar sebagai seorang istri. Sebelumnya tidak terbayangkan bagaimana diri ini berubah menjadi wanita super demi melakukan yang terbaik untuk buah hati. Dimulai saat mengandung yang penuh kepayahan, melahirkan yang penuh perjuangan, hingga saat bayi lahir kesibukan makin bertambah dengan memandikan, menyusui, memberi makan, begadang dan banyak hal lainnya yang harus dilakukan untuk makhluk kecil tak berdaya yang disebut bayi.
Kehidupan wanita tiba-tiba berubah 360 derajat karena adanya makhluk mungil pembawa perubahan. Siap atau tidak siap, mau atau tidak mau seorang ibu harus rela berkorban melakukan yang terbaik untuk sang buah hati. Seandainya ada sekolah atau kursus yang bisa kita pelajari bagaimana menjadi ibu yang baik tentu tidak akan banyak kekhawatiran dan kebingungan yang dialami oleh sebagian besar wanita dalam mengurus anak. Lalu bagaimana dan darimana saya belajar cara merawat bayi dari A sampai Z?
 Saya belajar menjadi seorang ibu melalui banyak hal, dari buku, internet, teman yang lebih dulu menjadi ibu, kakak terutama dari Mama. Beliau mengajarkan bagaimana merawat bayi dan merawat diri setelah melahirkan. Memang yang diajarkan oleh Mama beberapa sudah tidak dipakai lagi oleh kebanyakan orang saat ini, entah karena alasan kesehatan atau kekinian. Seperti menggunakan gurita atau korset bayi, membedong, memakai bedak, si ibu baru tidak boleh tidur siang, minum jamu, dan lain sebagainya. Membaca dan bertanya penting bagi kita yang memasuki dunia baru dan masa transisi. Membaca buku dan artikel yang berhubungan dengan perawatan bayi, bertanya pada Mama dan teman-teman di sekeliling membantu kita belajar menjadi ibu. Mungkin ada beberapa hal yang kurang cocok dengan cara yang akan diambil dalam mengurus bayi sendiri, namun setidaknya punya bahan perbandingan dan pembelajaran untuk mengambil keputusan yang tepat.
Peran suamipun sangat penting dalam mensuport istrinya dalam menjalankan tugas sebagai seorang ibu apalagi ibu baru. Suami wajib memberikan bantuan secara fisik dan mental agar si istri bisa terhindar dari sydrom Baby Blues dan PPD, karena banyak sekali wanita yang tertekan pasca melahirkan hingga terkena Baby Blues, mungkin karena kaget dengan pola hidup setelah punya baby yang mengharuskannya begadang, nyusuin, dan lain-lain yang terkadang membuat wanita frustasi karena lonjakan perubahan yang terjadi.

Baca juga (Mengenal Baby Blues Dan PPD)
Membantu membereskan rumah sebisa yang dilakukan suami sepulang kerja, menanyakan keadaan istri di hari itu, mengambil alih merawat bayi agar istri bisa beristirahat sejenak, memijat bahu dan punggung ketika istri sedang menyusui, dan hal lain yang nampaknya sepele tapi akan berakibat dahsyat bagi kelangsungan hidup rumah tangga. Karena yang diurus oleh istri adalah anak bersama bukan anak tetangga. Perubahan fisik dan mental ibu baru sangat rentan membuatnya labil dan tertekan. Badan yang tak seperti ketika masih gadis, bergadang tiap malam untuk menyusui bayi baru lahir, susah mandi, susah makan, dan banyak hal lainnya yang dapat menyebabkan ibu baru shock. Support dari suami dan orang terdekat sangat dibutuhkan agar terhindar dari baby blues dan yang lebih parah adalah PPD (Post Partum Sindrome).
Namun apapun itu, saya bersyukur karena dipilih dan dipercayakan Allah dalam menitipkan amanahnya, meskipun banyak lelah dan letih dalam menjalaninya, namun saya bangga bisa menyandang predikat Ibu yang tidak semua wanita bisa mendapatkannya. Saya bersyukur ada makhluk mungil yang telah mengubah sebagian besar hidupku dan mewarnai hari-hariku kedepan. Alhamdulilah ala kulli hal.

Baca juga (Sepenggal Cerita Di Balik Proses Melahirkanku)

Friday, 15 June 2018

Sepenggal Cerita Di Balik Proses Persalinanku

Bismillahirrahmanirrahim..
Selasa, 29 Mei 2018/13 Ramadhan 1439 H
Hari ini usia janin dalam kandungan saya sudah 37 weeks 6 days. Ah, tidak terasa sekitar dua minggu lagi (13 Juni) jika menurut HPL (hari perkiraan lahir) saya akan menghadapi medan jihad terbesar bagi seorang wanita yaitu; proses persalinan. Dua minggu lagi saya akan menemui buah hati kami yang kata dokter dari hasil USG berjenis kelamin laki-laki.
Pagi itu seperti biasa saya habiskan dengan berjalan kaki ba’da shubuh di sekitaran kompleks. Kegiatan ini memang rutin saya kerjakan setelah cuti panjang, setiap jam 6.00-6.30. Dilanjutkan dengan mencuci baju dan beberes kamar. Setelah semua beres, seperti biasa saya mengajak si calon baby ngobrol. Ya, saya memang suka mengajaknya mengobrol sejak menginjak usia 4 bulan, karena katanya di usia kandungan tersebut janin sudah bisa mendengar dan diajak berkomunikasi
“Assalamu Alaikum Sayang, udah masuk panggul ya Nak? Kalau bisa lahirnya setelah lebaran aja ya Nak biar puasa dan tarawih bunda bisa full, pas ayah juga lagi cuti.”
“Sayang, nanti kalau sudah waktunya, cari jalan lahir sendiri ya. Nanti bunda bantu dorong. Insya Allah bunda tahan sakitnya “
Kalimat-kalimat di atas sering saya ucap sebagai sugesti untuk si calon baby. Dulu, jauh sebelum hamil, bahkan mungkin jauh sebelum menikah saya pernah mengganggap berbicara dengan janin di kandungan adalah sesuatu yang aneh. Apakah ia akan mengerti? Atau bahkan apakah ia mendengar?
Tapi sejak hamil, keyakinan saya berubah. Janin adalah makhluk hidup. Ia dapat memahami bahasa bundanya, meski tanpa suara, bahkan jika bundanya bahagia atau stress bayi juga bisa merasakannya. Karena itu calon orangtua harus tetap menjaga komunikasi dengan calon bayinya. Yap, jangan salah kira bayi di rahim tidak perlu diajak bicara. Perlu, bahkan harus! Karena itulah tiap hari, setiap ingin melakukan sesuatu saya berusaha melibatkannya dengan mengajaknya bicara, mulai dari aku bangun tidur hingga tidur kembali.
Kembali ke kegiatan saya di hari itu. Pagi harinya sekitar pukul 10.30, saya merasakan perut seperti dililit, seperti nyeri haid tapi lebih kuat, dan sakitnya bertambah ketika saya bawa baring. Saya mulai bertanya-tanya “apakah ini yang disebut kontraksi?”. Saya mulai siaga akan tanda-tanda melahirkan yang lain yang sempat saya pelajari dan mulai menghitung durasi waktu kontraksi. FYI, menurut artikel yang  saya baca, kontraksi palsu terjadi per 30-60 menit sekali. Ini biasa terjadi di trimester akhir kehamilan, bisa juga merupakan pertanda akan datangnya kontraksi asli. Meskipun sudah merasakan mules dan kontraksi, namun kontraksinya masih bisa saya tahan.
Pukul 17.00 menjelang buka puasa keluar lendir darah disertai darah menggumpal seperti darah haid yang lumayan banyak. Saya berusaha untuk tidak panik meskipun saya tahu kalau ini adalah tanda persalinan kian dekat, Saya lalu berpikir “Is this the time”? Meskipun begitu saya tetap melanjutkan puasa karena saya pernah membaca kalau darah yang keluar itu adalah darah serviks yang menutup rahim yang mulai membuka menjelang persalinan saat si baby mencari jalan lahir, bukan darah najis seperti darah haid sehingga masih bisa beribadah.
“Gimana Ma? Apa kita ke RS saja?” tanyaku sama Mama.
Mama yang juga mulai panik meminta pendapat adekku, sambil memeriksa perlengkapan persalinanku yang sudah saya siapkan jauh hari sebelumnya, memastikan semuanya sudah lengkap dan tinggal diangkut saat ke RS.
“Tunggu sebentar lagi, kayaknya masih pembukaan awal itu. Mending kakak jalan-jalan dulu aja, paling sampai RS juga disuruh jalan lagi”, jawab adekku.
Semakin lama jeda kontraksi kian dekat per lima menit sekali. Akhirnya saya menelpon dan memberi tahu suami kalau mungkin hari ini atau besok saya akan melahirkan. Tidak lama setelah diinfo sama suami, Mama mertua datang menjemput dan pukul 21.00 saya akhirnya dibawa ke RS Hermina Makassar untuk diperiksa dengan masih menahan kontraksi.
Sesampainya di RS, saya langsung masuk ruang bersalin dan tidur di atas ranjang. Bidan memeriksa pembukaanku. Hmm ternyata benar apa yang saya baca sebelumnya, begini toh cara memeriksa dan mengetahui pembukaan berapa. Tak perlu kuberitahu bagaimana caranya ya. Duh.. Masya Allah baru memeriksa pembukaan saja sakitnya udah begini, gimana kalau nanti proses lahirannya, pikirku mulai khawatir.
Saya meringis kesakitan, beberapa kali bidan gagal memeriksa pembukaanku.
“Pembukaan tiga longgar, Bu. Nanti kita cek lagi ya jam 00.00.” katanya setelah berhasil memeriksa pembukaanku.
FYI, ada sepuluh pembukaan dalam proses persalinan. Sebelum pembukaan lengkap (sampai ke-10) sang Ibu tidak diperbolehkan mengejan karena dapat meyebabkan pembengkakan dan robek  pada jalan lahir.
Setelah memeriksa pembukaan, bidan memeriksa detak jantung janinku. “Normal.” katanya. Dilanjutkan memeriksa tensiku.
“Tensinya tinggi, Bu, 140/90” ucap bidan setelah memeriksa tekanan darahku. Raut wajahnya tidak mengenakkan pertanda tensi darah yang tinggi tidak baik untukku.
“Ibu tidak usah stress biar lahirannya lancar-lancar, biasa aja bu yah, biar bayinya di dalam juga gak ikutan stress”, kata bidan mengingatkanku.
Pukul 23.00 WIB. Kontraksi kian kuat, darahpun mulai mengalir lewat jalan lahir. Saya jadi teringat kata seorang teman yang sudah melahirkan terlebih dahulu. Katanya “Kontraksi itu rasanya seperti kamu mau BAB tapi harus ditahan dan tidak boleh mengejan dulu sebelum pembukaan lengkap.”
Sejak itu saya selalu membayangkan rasanya. Dan.. saat ini saya sungguh merasakannya! Allahurabbi, beginikah yang kerap dikatakan dalam firmanNya bahwasanya seorang ibu yang melahirkan rasanya seperti dua puluh tulang dicabut secara bersamaan? Seluruh tulang dan sendi rasanya mau patah, saat kontraksi datang sakitnya sampai tembus ke punggung belakang.
Tubuh manusia hanya dapat menanggung sampai 45 titik rasa sakit. Namun pada saat melahirkan, seorang ibu merasakan hingga 57 titik rasa sakit. Hal ini setara dengan 20 tulang retak secara bersamaan pada satu waktu.
Sambil meringis menahan kesakitan, saya masih berusaha mengaji dan berzikir, sambil menarik nafas panjang dari hidung dan dikeluarkan lewat mulut. Bidan mengajari cara relaksasi untuk mengurangi nyeri kontraksi. Sayapun kian sering berkemih, hal ini katanya dikarenakan bayi semakin turun dan menekan kandung kemih.
Sekitar pukul 00.10 bidan datang dan memeriksa kembali pembukaanku. Lagi-lagi saya harus menahan nyerinya. Mungkin bidannya sampai bete melihatku susah diperiksa jumlah pembukaannya.
“Suster, boleh tidak gak usah sering-sering periksa pembukaannya, belum kok ini, jeda kontraksinya masih lama soalnya, nanti aja saat kontraksinya kian dekat baru sekalian periksa, kataku.
“Maaf bu, sudah prosedur persalinan seperti itu, setiap 3 jam sekali harus di cek pembukaannya”, kata Bu Bidan
“Pembukaan enam Bu, empat centi lagi. Kalau Ibu masih bisa jalan, silahkan jalan dulu untuk mempercepat pembukaannya, jangan lupa makan juga ya Bu supaya ada tenaga saat mengejan nanti, katanya kemudian.
Lagi, tensiku dan denyut jantung bayi diperiksa setiap tiga jam namun masih saja tinggi. Ternyata memang tensi darah tinggi tidak baik bagi ibu yang akan melahirkan. Apalagi kadar hemoglobinku sempat rendah saat cek darah sebulan sebelum melahirkan. Ini beresiko pendarahan persalinan.
But this is life. I take risks. For my baby only.
Waktu terus berjalan. Setiap kali rasa sakit itu datang, saya harus menarik nafas panjang lewat hidung dan melepaskannya lewat mulut. Makin lama seolah tak ada lagi jeda. Beruntung, Mama terus menemani di sisi dan mengelus-ngelus punggungku saat gelombang cinta itu datang. Rasanya saya tidak kuasa ditinggalkannya barang sedetikpun.
Pukul 03.00 WIB, saat Mama sedang sholat malam, gelombang cinta hadir kembali. Karena tidak ada yang menguatkan, refleks saya berteriak seraya mengejan. Bidan segera datang.
“Bu, tiup, tiup, tiup. Jangan mengejan ya Bu, kasihan nanti bayinya di dalam stress.”
Ekspresi wajahku yang tadinya hannya berupa ringisan, sekarang air mata mulai membanjiri pipi.
“Ma..kenapa sakit sekali? Gak kuat Ma” ucapku terbata.
Begitu memang Nak, bismillah bisa ya. Kamu harus kuat, jangan banyak mengeluh, demi anakmu.” Mama menguatkan. Kulihat mata Mama tampak berkaca-kaca, mungkin juga ikut merasakan kesakitanku. Akhirnya saya berusaha tegar dengan menggenggam tangannya kuat-kuat walau sambil menahan sakit yang luar biasa. Teringat dalam benakku wajah, perjuangan dan cintanya padaku. Terbayang bagaimana ia berusaha melahirkanku dua puluh sembilan tahun silam.
Pukul 03.30, alhamdulillah pembukaan 8! Dua lagi ya Allah, batinku. Saat itu saya mengantuk luar biasa, namun gak bisa tertidur karena gelombang cinta yang hadir jedanya kian dekat.
Pukul 06.30 di cek lagi masih pembukaan 8!
Pukul 08.00, masih juga pembukaan 8! Allahurabbi, sudah lima jam masih pembukaan delapan? Kapan pembukaan akan lengkap? Saking sakitnya saya sampai ingin segera saja pembukaannya lengkap. Akhirnya dokter menginduksi agar pembukaannya cepat, karena memang jeda sakitnya agak melambat.
“Suster, gak salah kah? Selama 5 jam tadi saya kontraksi terus loh, masa pembukaannya gak nambah-nambah?”
“Iya bu, masih pembukaan 8, tapi sekarang 8 longgar. Sabar yah bu, Insya Allah sebentar lagi pembukaan lengkap kok.
Setelah diinduksi, sakitnya makin menjadi dan kontraksinya kian dekat, saya sampai nangis-nangis menahan nyerinya. Saat itu yang mendampingiku k’Umi karena Mama gak kuat dan gemetaran melihat proses menjelang persalinanku.
Pukul 08.30, kali ini dokter yang memeriksa pembukaanku. Pembukaan 9! One step more.
“Kak..sakit sekali..Kak..” gumamku tak sadar.
“Istigfar dek..astagfirullahaladzim..Laa Ilaahaa Illallah..Laa Haulaa Wa Laa Quwwata Illa Billah”
“Kapan..sa..ya..boleh..ngejan..”
“Iya sebentar lagi Bu. Sebentar lagi Ibu boleh ngejan dan bertemu dedek, kata bu Dokter.
Pukul 8.45 Dokter datang kembali. Ia beserta bidan yang lain mempersiapkan peralatan sambil menatap jam dinding. “Sebentar lagi ngejan ya, Bu. Siapkan energinya. Makan dulu.”
K’Umi menyuapiku bubur dan kurma. Sekuat tenaga saya berusaha mengunyah di tengah sakitku.
Pukul 8.50 pembukaan lengkap, alhamdulilah. Tensiku dicek lagi, alhamdulillah kali ini tekanan darahku menurun. Masya Allah padahal sepanjang malam tensiku naik terus. Karena ketubanku tidak pecah juga padahal proses persalinan udah tiba, akhirnya dipecahkan sendiri oleh dokter.
Bidan mulai mengatur posisiku, kedua kaki ditekuk dan membuka lebar, tangan dijepit di antara lutut dan paha. Ia juga mengajariku mengejan.
“Mengejan di pan***, JANGAN di perut ya, Bu. Ingat! Mengejan hanya saat kontraksi hadir.”
Dari bu bidan saya tahu bahwa mengejan hanya boleh dilakukan ketika kontraksi sudah di titik puncak, karena jika tidak, sia-sia saja, bayi tidak akan bergerak keluar.
Di saat-saat seperti ini entah mengapa justru kontraksi berjalan lebih lambat. Padahal saya sangat membutuhkannya!
Ketika kontraksi hadir, saya menarik nafas panjang dan mulai mengejan. Tarik nafas pendek, mulai mengejan lagi. Bayiku mulai terdorong dan terlihat kepalanya. Rasanya..Masya Allah jangan ditanya, saking sakitnya berteriakpun saya sampai tak mampu.
“Tuh, Bu, sudah terlihat rambutnya. Kurang panjang ngedennya.”
Sekali lagi, kontraksi hadir. Bayiku terdorong tapi karena nafasku tidak panjang, ia kembali masuk ke dalam.
“Bu, kasihan bayinya, keluar masuk terus ngedennya salah bu, jangan di leher” kata sang bidan.
Pukul 09.00, bayiku belum juga mau keluar. Peluh membasahi tubuhku. Perasaanku mulai tidak karuan, benar-benar khawatir terjadi apa-apa padanya, apalagi saya pernah membaca kalau bayi kelamaan di jalan lahir bisa membuatnya kehabisan oksigen. Saya nyaris kehabisan tenaga. Air mataku menetes bercampur peluh.
Rasa takut mulai hadir. Disusul dengan rasa ragu. Mampukah saya melahirkannya dengan normal? Atau harus operasi saja karena saya nyaris sudah tak mampu menahan sakitnya?
Dokter kemudian mengajariku metode lain. Disuruhnya saya balik ke kiri. Katanya tidak apa-apa mengejan dengan posisi itu. Terasa sekali ada yang menganjal di jalan lahir. Itu kepala anakku, ya Allah ia sudah hampir keluar! Tapi saya belum mampu mengeluarkannya! Rasanya perasaanku nyaris hancur…
Pukul 09.03 suamiku akhirnya datang. Dia dan K’Umi menemaniku di ruang bersalin, sambil berusaha menguatkanku.
Saya menarik nafas panjang sambil menutup mata. Kupandangi suamiku, ada secercah harapan di matanya.
“Ya Allah Yaa Rahman, saya mohon bantulah mengeluarkan bayiku. Give me the strong! Lindungilah ia. Kuatkanlah saya ya Allah! Laa hawla wa la quwwata ila billah..” saya membatin masih dengan menangis.
“Bismillahirrahmanirrahim ya Allah bantu aku!” teriakku sekencang-kencangnya saat kontraksi hadir lalu mulai mengejan. Kutarik nafas pendek, lalu mengejan lagi.
Saya merasa kelelahan yang begitu hebat. Entahlah apakah bayiku sudah keluar atau masih di dalam. Saya hanya bisa menutup mataku yang masih tergenang air mata.
Tidak lama kemudian terdengar tangis bayi. Allahuakbar itu suara bayiku, bayi kami! Diletakkannya ia dalam pelukanku segera untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Kutatap wajah suamiku, ia tampak terharu, begitu juga dengan K’Umi yang tampak meneteskan air mata. Saya justru terdiam, seolah masih tak percaya kalau saya telah melewati semua proses ini. Kuelus tubuh hangat bayi kami yang masih terus menangis, mencari sumber makanannya..
Sudah tidak kupedulikan lagi rasa sakit yang harus saya tanggung saat dokter menjahit luka robekku. Katanya jahitannya lumayan banyak, ada 15 jahitan luar dan dalam karena saya mengejan sambil mengangkat pantat. Meskipun saya sudah tahu teorinya namun saya sudah tidak bisa berpikir yang lain, yang saya pikirkan waktu itu yang penting bayiku cepat keluar dengan selamat.
Rabu 30 Mei 2018 pukul 09.05 WITA, bertepatan dengan 14 Ramadhan 1439 H saya berhasil melahirkannya secara normal dalam keadaan sehat. Alhamdulillahirabbil’aalamiin.. Allahu Musta’an.
Alhamdulillah tidak ada rasa parno ataupun cemas jelang persalinan. Saya hanya berusaha terus berpikir positif dan husnudzhon pada kuasa Allah melalui tubuhku dan janinku. Bahkan meskipun banyak orang yang melarangku berpuasa, saya tetap berpuasa dengan keyakinan penuh kepada Allah kalau bayiku baik-baik saja dan tidak kekurangan nutrisi meskipun bundanya berpuasa.
Peristiwa hari itu adalah momen terpenting dan bersejarah dalam hidupku. Hari dimana Allah menunjukkan kuasanya atas apa yang sempat saya sangsikan bahwa diri ini mampu.
Sembilan bulan dua minggu (38 weeks), maju 2 minggu dari HPL, teringat kembali perjuangan tmengandung dan ngidam dengan susah payah, melewati hari-hari kehamilan seorang diri di perantauan, diliputi perasaan sakit, cemas dan khawatir, namun membayangkan kelak ada sesosok bayi mungil yang akan memanggilku ibu, semua keluhan-keluhan selama masa kehamilan hanya saya anggap sebagai angin lalu saja. Saya selalu menikmati hari-hari bersama sang baby yang di dalam rahim. Saya selalu menunggu saat-saat si baby bergerak, menendang dan mengeliat di dalam perut, dan yang paling saya nantikan tentunya adalah waktu persalinan yang mempertemukan saya dengan si baby. Masya Allah. Fabiayyi Robbikuma Tukazziban.
Lagi lagi benarlah kata Allah bahwa seorang ibu yang melahirkan berada antara hidup dan matinya. Oleh sebab itulah Allah menghadiahkan gelar syahid pada wanita yang meninggal saat melahirkan serta syurga bagi orangtua yang kehilangan anaknya yang dilahirkannya.

Baca juga (The First Trimester Of Pregnancy)
Perjalanan masa kehamilan dan peristiwa persalinanku benar-benar menunjukan padaku bahwasanya manusia diciptakan awalnya dari setetes mani menjadi sebesar biji wijen tapi kemudian Allah kembangkan menjadi janin yang utuh. Ya, seperti itulah setiap dari kita bermula. Maha besar Allah atas segala ciptaanNya.
Mungkin perjuanganku belumlah ada apa-apanya, masih banyak ibu melahirkan lainnya yang perjuangannya jauh lebih berat daripada saya. Meski begitu, saya yakin setiap bayi memiliki cerita kelahirannya masing-masing. Ia berhak memilih, para ibunyalah yang membantu mewujudkannya.

Baca juga (The Second Trimester Of Pregnancy)
Duhai wanita, berbangga hatilah engkau yang telah berhasil melalui masa kehamilan dan melahirkan buah hatimu. Disitulah Allah letakkan kemuliaan padamu..
Dahulu ketika banyak orang bertanya padaku apa prestasi terbaikku, kadang saya jawab bisa menang lomba A atau bisa naik jabatan di perusahaan B. Tapi kini….
“Prestasi terbaik bagiku bukanlah menang lomba, dapat beasiswa, ataupun naik jabatan lainnya. Prestasi terbaik bagiku adalah melahirkanmu secara normal dalam keadaan sehat wal’afiat, Nafiz Tsaqib Al Afasy. I love you.” 

Baca juga (The Third Trimester Of Pregnancy)

Thursday, 7 June 2018

Sunnah Nabi Saat Menyambut Kelahiran Bayi

Salah satu langkah awal yang baik untuk terwujudnya anak-anak yang sholeh adalah dengan menanamkan ajaran agama sedini mungkin pada diri anak-anak. Dan setiap orangtua hendaknya berkomitmen untuk memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kepada anak-anak mereka. Penanaman nilai-nilai agama itu sesungguhnya bisa dimulai sejak masa kehamilan. Sebagaimana yang telah disarankan para ulama, bahwa hendaknya setiap wanita hamil memperbanyak dirinya dengan membaca Al-Qur’an dan berdzikir.

Pada masa kehamilan di trimester kedua, dimana ruh telah ditiupkan, para pakar mengemukakan bahwa janin telah dapat mendengar apa yang ada di sekeliling mereka. Maka hendaknya ibu memperbanyak mendengarkan ayat-ayat Allah pada janinnya, atau ayah membisikkan kalimat-kalimat thayyibah sambil membelai perut istrinya.
Saat menyambut kelahiran si kecil, berikut ini ada beberapa sunnah Rasulullah yang dianjurkan; 

1. Mentahnik Bayi Dengan Kurma dan Mendoakan Keberkahan Atasnya

Tidak banyak orangtua yang memahami bahwa tahnik adalah sunnah Nabi yang sangat dianjurkan saat bayi baru lahir. Tahnik adalah memasukkan kunyahan/lumatan buah kurma ke dalam mulut bayi yang baru lahir dan menggosokkannya dengan lembut di langit-langit mulut bayi sampai seluruh bagian dari mulut bayi tersebut terolesi dengan sari buah kurma. Jika kurma sulit untuk didapat, boleh diganti dengan sari kurma yang sudah jadi atau madu. Apakah tidak bahaya bagi bayi? Bayi yang baru lahir terutama bayi yang lahir prematur atau bayi dengan berat lahir kurang, memiliki kandungan glukosa yang sangat kecil dalam darahnya (umumnya hanya di bawah 30mg per 100 ml darah). Jika kekurangan zat gula ini tidak segera dipenuhi, biasanya bayi akan mudah menolak ASI ibunya, otot-ototnya lemas, gangguan syaraf, bahkan berujung pada kematian. Biasanya, dokter akan memberikan tambahan zat gula pada bayi baru lahir yang kurang berat badannya atau prematur mellaui infus atau langsung melalui mulut. Dan kurma adalah penghasil glukosa yang sangat baik dan bagus untuk kesehatan bayi. Mentahnik bayi dengan kurma dapat memperkuat otot-otot mulut bayi sehingga bayi akan kuat menyusu pada ibunya. Dan ketika bayi kuat menyusu, maka insya Allah ASI akan menjadi lancar dan berlimpah. Dalil-dalil disunnahkannya mentahnik bayi : Dari Abu Burdah dari Abu Musa ia berkata: “Telah lahir anakku, lalu aku membawanya dan mendatangi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau memberinya nama Ibrahim dan kemudian men-tahnik-nya dengan kurma.” Imam Bukhari menambahkan: “dan beliau mendoakan kebaikan dan memdoakan keberkahan baginya, lalu menyerahkan kembali kepadaku.” (HR. BUkhari & Muslim) Dari Asma’ binti Abu Bakar, ia berkata bahwa dirinya ketika sedang mengandung Abdullah bin Zubair di Mekkah : “Aku keluar dan aku sempurna hamilku 9 bulan, lalu aku datang ke Madinah, kemudian aku turun di Quba’ dan aku melahirkan di sana, lalu aku pun mendatangi Rasulullah, maka Rasulullah menaruh Abdullah ibn Zubair di dalam kamarnya, dan beliau meminta kurma lalu mengunyahnya, kemudian beliau Shallallaahu ‘alaihi wasallam memasukkan kurma yang sudah lumat itu ke dalam mulut Abdullah bin Zubair. Dan itu adalah makanan yang pertama kali masuk ke mulutnya melalui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam (Rasulullah mentahniknya), dan kemudian beliaupun mendo’akannya dan mendoakan keberkahan kepadanya.”

2. Melaksanakan Aqiqah Dan Mencukur Rambut Bayi

Islam mensyariatkan penyembelihan aqiqah untuk bayi yang baru dilahirkan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah (berupa kelahiran bayi). Dan para ulama berbeda pendapat dalam menghukuminya, apakah hal ini wajib atau sunnah. Mayoritas ulama, dan ini adalah pendapat yang paling rajih, hukum aqiqah untuk bayi yang baru lahir adalah sunnah muakkadah, yakni sunnah yang sangat ditekankan atau dianjurkan. Sebagaimana sabda Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap anak yang baru lahir tergadai dengan aqiqahnya, (sampai) disembelihkan (aqiqah) itu untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albany). Waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ketujuh dari kelahirannya. Jika telah lewat, maka pada hari ke empat belas. Jika lewat juga, maka pada hari ke dua puluh satu. Jika lebih dari itu, maka tidak termasuk dalam sisi keutamaannya, namun tidak mengapa. Sedangkan jumlah kambing sembelihan adalah dua kambing untuk anak laki-laki, dan seekor kambing untuk anak perempuan. Namun jika tidak mampu, maka satu kambing pun cukup baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. Dan untuk masalah mencukur rambut bayi yang baru lahir ini yang benar adalah mencukur seluruh rambut yang ada di kepala, bukan hanya sebagiannya saja. Disunnahkan setelah mencukur rambut adalah memberi wewangian dan mengusapkannya pada kepala bayi.

Dan untuk masalah mencukur rambut bayi yang baru lahir ini yang benar adalah mencukur seluruh rambut yang ada di kepala, bukan hanya sebagiannya saja. Disunnahkan setelah mencukur rambut adalah memberi wewangian dan mengusapkannya pada kepala bayi. Rambut yang dicukur tadi kemudian ditimbang dan hasilnya disetarakan dengan perak yang kemudian disedekahkan untuk fakir miskin.

3. Memberi Nama yang Baik dan Indah

Dari Abu Dawud, dengan isnad yang shahih dari Abu Darda’, ia berkata bahwa Rasululullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan menggunakan nama-nama kalian dan dengan nama-nama bapak kalian, maka baguskanlah nama-nama kalian.” Hendaknya orangtua memberikan nama-nama yang baik kepada anak-anak mereka, agar anak-anak jauh dari cemoohan dan ejekan. Dan jangan lupa, bahwa nama adalah do’a dari orangtua kepada anak-anaknya. Maka berikanlah nama yang baik sebagai do’a yang baik pula untuk anak-anak kita. Gunakanlah nama-nama Islami yang diajarkan oleh Rasulullah, dan jauhi penggunaan nama-nama yang menyerupai penamaan orang-orang kafir.

4. Memberikan Penyusuan Sempurna Sampai 2 Tahun (Jika Mampu)

Seorang ibu hendaknya memberikan ASI kepada anaknya selama 6 bulan, dan kemudian dilanjutkan hingga 2 tahun jika ASI ibunya banyak. Karena proses Haram hukumnya memasangkan kalung atau jimat-jimat dalam tubuh seorang anak dengan alasan untuk perlindungan anak tersebut. Yang diperbolehkan adalah melindungi anak dengan doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.

5. Mendoakan Kebaikan dan Keberkahan Bagi Bayi Serta Menjauhkan Diri Dari Memasang Jimat-Jimat

Haram hukumnya memasangkan kalung atau jimat-jimat dalam tubuh seorang anak dengan alasan untuk perlindungan anak tersebut. Yang diperbolehkan adalah melindungi anak dengan doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Monday, 4 June 2018

Kecupan Hangat Pertama

Masih teringat jelas dalam benak ini saat kecupan hangat pertama mendarat di pipi. Kala itu bibir ini terasa kelu, tak bisa bersuara. Maklum, kecupan hangat itu berbaur dengan efek melayang-layang yang mampu membuat sekujur tubuh ini lemas.
Eiittss..jangan ngeres dulu ðŸ˜‚
Itu pengalaman kecupan pertama Nafiz ke saya waktu di ruang bersalin sewaktu habis ngelahirin dia. Singkat, cepat, namun membekas hingga sekarang. Meski Nafiz kini sudah dalam dekapan dan bebas nyium dan dicium kapan saja, tapi kesan dan kenangan pertama itu selalu jadi pengalaman paling berharga.
Bagaimana tidak, di antara kesibukan para dokter dan bidan yang membantu persalinan, saya yang nyaris putus asa dan kehabisan tenaga habis mengejan brojolin dia nyaris pingsan, namun sayup-sayup terdengar suara tangisan bayi yang baru saja terlahir ke dunia. Hingga seorang bidan yang membantu proses persalinanku menghampiri saya yang nyaris tak berdaya. Ditangannya ada seorang bayi laki-laki yang masih biru dan belum memakai sehelai kainpun.
“Ibu, anaknya laki-laki yah,’ujarnya sambil mendekatkan sang bayi dan mengecupkan bibir mungil itu ke pipi saya. Sayapun membalas mencium pipi dan dahinya. Rasanya nyaman dan menyenangkan sekali. Harum khas bau bayi, lembut, dan hangat meski hanya berlangsung sekian detik sebelum Nafiz dibawa pergi untuk selanjutnya dibersihkan dan divaksin, kata perawat. Padahal saya bahkan belum lihat wajahnya dengan jelas. Ingin sekali berteriak minta diperlihatkan wajah anak saya lebih jelas atau agar memperlama waktu kebersamaanku dengan Nafiz, tapi bibir ini tak mampu bergerak. Alhamdulilah, sekarang saya puas dan bebas memandang dan mengecupnya kapan saja.

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...