Sunday, 11 February 2018

Mengenal Baby Blues Dan Postpartum Depression (Depresi Setelah Melahirkan)

Well, seperti yang sempat kusinggung di postinganku sebelumnya (Baca Juga: Serunya Bergabung Di Grup Ceria), di postingan kali ini saya ingin sharing tentang materi yang kudapat di kelas Ceria (Cerita Ibu dan Anak) tentang baby blues and postpartum depression atau yang biasa kita kenal dengan depresi setelah melahirkan. Jadi, sambil nulis ini sekalian saya sambil belajar juga ceritanya (berhubung bentar lagi juga akan memasuki fase-fase ini).
Postpartum depression adalah suatu gangguan dan bukanlah kutukan, bukan juga disebabkan rendahnya moral ibu, bukan penyakit yang mengada-ada, bukan hanya akibat hormon atau kondisi fisik, dan bukan salah siapapun. Semakin cepat ibu mendeteksi kondisi dirinya, semakin cepat dan mudah ibu mendapatkan bantuan untuk kembali normal seperti semula. Sehingga setidaknya, sudah ada program atau langkah antisipasi yang akan membantu ibu yang mengalami postpartum depression agar mendapatkan pertolongan pertama.
Postpartum depression yang terjadi setelah melahirkan mengalami ‘puncaknya’ sampai usia anak satu tahun (O’Hara, 2009). Jadi, PPD ini lebih rentan dialami ibu yang memiliki anak usia sampai dengan 1 tahun.
  • Faktor Penyebab PPD
Tidak ada faktor tunggal yang mengakibatkan postpartum depression, tetapi kecemasan dan depresi saat hamil, baby blues, depresi di masa lalu, kejadian hidup yang traumas dan membuat stress, buruknya hubungan dengan pasangan, kurangnya dukungan sosial dan rendahnya kondisi sosial ekonomi dapat meningkatkan risiko seorang ibu mengalami PPD (O’Hara & Swain, 1996; Beck,2001; Robertson et al., 2004).
  • Baby Blues VS Postpartum Depression
Baby blues (BB) bukanlah sebuah gangguan atau penyakit dan akan hilang dengan sendirinya. Seringkali orang menganggap keduanya sama karena memiliki karakteristik sering menangis dan hampir selalu sedih. Padahal 60-80 % ibu yang baru melahirkan moody, sering menangis, sensitive, mudah tersinggung dan mengalami frustrasi. Perbedaannya adalah pada baby blues hal tersebut silih berganti dengan rasa senang dan mudah diatasi dengan dukungan dari orang lain atau melakukan hobi. Sebaliknya pada postpartum depression hal tersebut menetap dan sulit untuk berubah. Jika perasaan moody tersebut tidak hilang selama lebih dari 2 atau 3 minggu, itu bukan baby blues melainkan bisa jadi merupakan postpartum depression.
  • Apakah saya mengalami Postpartum Depression (PPD) ?
“Apa yang terjadi denganku? Mengapa setelah melahirkan aku merasa menjadi orang yang berbeda? Aku menyayangi anakku, tetapi aku tidak mau berada di dekatnya. Aku lelah. Aku hanya ingin dur nyenyak.” (seseorang yang baru menjadi ibu)
Ada apa dengan istriku? Aku mencintainya. Namun, kapan ia bisa menjadi istriku yang dahulu? Aku merindukannya. Mengapa tidak ada orang yang memberitahukanku mengenai kemungkinan terburuk ini? Mengapa hal ini bisa terjadi?” (seseorang yang baru menjadi ayah)
Berdasarkan pemeriksaan menyeluruh, ibu baru di atas mengalami postpartum depression. Meskipun pasangan ini selalu berkata bahwa hal tersebut dak mungkin menimpa keluarganya, faktanya postpartum depression dialami sang ibu.
Pada awalnya sang suami mendukung dan membantu ibu untuk bangkit kembali, sayangnya karena tekanan pekerjaan, kebutuhan bayi dan kebutuhan ibu juga tidak adanya teman yang mengalami hal serupa, membuat sang suami berpikir bahwa, “Mengapa istri saya tidak bisa seperti istri teman saya?”. Sehingga ia mulai lelah dan mengabaikan masalah postpartum depression yang dialami istrinya.
Bahayanya, hal ini juga dialami keluarga dan teman dekat sang ibu. Mereka yang ingin membantu merasa tidak pernah bisa memuaskan sang ibu. Sehingga, lambat laun mereka menjauh dan kondisi ibu semakin memburuk.
Sayangnya, saat sang ibu merasa ada sesuatu yang salah pada dirinya, tenaga kesehatan seringkali berkata, “Tenang saja bu, wajar kok, nanti juga akan biasa lagi.”Bahkan beberapa tenaga kesehatan hanya fokus pada kesehatan bayi, mereka lupa bahwa kesehatan ibu pun perlu diperhatikan. Suami yang juga harus beradaptasi dengan peran barunya sebagai ayahpun seringkali tidak menyadari perubahan perilaku istrinya dan jikapun menyadari, mudah menyerah karena menganggap hal tersebut ‘wajar’ dan seharusnya istrinya bisa menjadi ibu secara ‘alami’.
Lalu, bagaimanakah ibu belajar mengenali kondisi dirinya? Berikut beberapa pertanyaan yang bisa jadi indikatornya. Apakah ibu mengalami salah satu dari ciri postpartum depression di bawah ini?
  1. Saya  tidak  bisa  menghilangkan  perasaan  tertekan  meskipun  saya  telah melakukan apa saja
  2. Saya menangis setidaknya satu kali sehari
  3. Saya merasa sedih hampir sepanjang hari
  4. Saya tidak dapat berkonsentrasi
  5. Saya tidak dapat menikmati hal-hal yang biasanya saya sukai
  6. Saya sama sekali tidak tertarik untuk bercinta meskipun kondisi fisik saya sudah kembali normal
  7. Saya tidak bisa tidur meskipun bayi sudah tidur
  8. Saya merasa selalu melakukan kesalahan, saya merasa gagal
  9. Saya tidak memiliki tenaga, rasanya saya selalu lelah
  10. Saya tidak berselera makan dan tidak menikmati makanan atau saya selalu ingin makan yang manis-manis, selalu lapar dan tidak dapat berhenti makan
  11. Saya tidak ingat kapan terakhir kali saya tertawa
  12. Saya mudah kesal dan marah kepada suami, bahkan kepada bayi
  13. Saya merasa tidak memiliki harapan akan masa depan
  14. Sepertinya saya akan merasa tertekan, stress, dan depresi untuk selamanya
  15. Ada saat saya merasa lebih baik mati dibandingkan harus menghadapi perasaan dan masalah ini lagi
Jika ibu menjawab YA untuk empat atau lebih dari empat pernyataan di atas. Sebaiknya ibu segera mencari pertolongan dari tenaga medis atau psikolog.
  • Postpartum Stress Syndrome
“Pokoknya rumahku harus bersih, makanan suami harus empat sehat lima sempurna, aku harus tetap cantik meskipun baru melahirkan, anakku juga harus bersih bebas kuman setiap saat”. Maka, sang ibupun tidak pernah ikut tidur saat bayi tidur. Ia sibuk membereskan rumah, memasak, mencuci tumpukan popok kotor dan berdandan, memastikan dirinya cantik menawan didepan cermin. Setelah  menyelesaikan semuanya, ia kembali melakukan pengecekan apakah semuanya beres sesuai dengan standar yang ia inginkan. Jika tidak, ia akan mengulangi lagi kegiatan di atas, sampai ia puas.
Ada beberapa jenis postpartum stress syndrome yang akan dibahas di bawah ini:

1. Anxiety Disorder
Ditandai dengan rasa cemas, panik sampai merasa sulit bernafas, sakit perut, ingin muntah atau mual, jantung berdebar, khawar terhadap masa depan dengan berlebihan.
  2. Postpartum Obsessive Compulsive Disorder (OCD)
Gangguan ini adalah gangguan yang paling samar dan tidak terdeteksi. Biasanya ibu merasa malu dan ragu untuk mengutarakan apa yang mereka rasakan. Mereka takut dihakimi, dianggap gila, dan sangat takut jika apa yang mereka rasakan itu membuat bayinya direbut secara paksa dari tangan mereka. Maka, mereka memilih menyimpan dan menderita sendirian. Penelitian menunjukkan bahwa ibu dengan OCD merasa menyakiti bayinya, meskipun mereka yakin bahwa mereka tidak melakukan itu. Pemikiran inilah yang membuat mereka merasa tertekan dan malu untuk mencari pertolongan karena tidak mau dianggap ‘ingin’ atau ‘sudah’ menyakiti bayinya.
“Bagaimana kalau bayiku terlepas dari gendongan? Bagaimana jika saya terpeleset dan mengakibatkan bayi jatuh? Bagaimana jika saya tidak membersihkan kemaluannya dengan baik? Bagaimana jika ruam popoknya membesar? Bagaimana jika saya tidak memberinya cukup ASI?”
Sebenarnya penelitian membuktikan bahwa 91% dari ibu mengalami kekhawatiran di atas, tetapi ibu yang sehat akan mudah mengalihkan pikiran tersebut dan kembali pada kegiatan sehari-hari. Sebaliknya, ibu yang mengalami OCD akan terus memikirkannya berulang kali, dan melakukan hal yang sama berulang kali untuk memaskan bahwa hal kekhawatirannya dak akan terjadi.
 3. Postpartum Post-Traumac Stress Disorder
Ditandai oleh memori yang menakutkan, tidak merasakan emosi apapun, mudah marah dengan meledak-ledak atau mengalami serangan panik saat berada di situasi tertentu atau selalu waspada dengan berlebihan. Gangguan ini menyebabkan ibu merasa sangat takut, tidak berdaya dan merasa diteror atau dihantui yang membuat mereka tertekan, cemas, dan panik tidak terkendali.
Saat melahirkan ibu mengalami kondisi fisik yang lemah, ia terbaring tak berdaya di rumah sakit dengan berbagai suara dan alat bantu kesehatan yang berbunyi tanpa hen. Memori ini dapat memacu trauma di masa lalu, sehingga ibu seakan mengalami trauma tersebut untuk kedua kalinya.
  • Postparytum Emergency
Alhamdulillah, kondisi ini sangat jarang terjadi, meskipun hal terburuk yang paling berbahaya akibatnya adalah bunuh diri. Berikut list pernyataan terkait emergency symptoms sebagai indikator untuk melihat dengan kondisi ibu
  1. Saya takut bahwa saya mungkin akan menyakiti diri saya sendiri untuk menghilangkan rasa sakit yang saya alami
  2. Saya takut bahwa saya mungkin dapat menyakiti bayi saya
  3. Saya mendengar suara atau bunyi-bunyi saat tidak ada siapapun
  4. Saya tidak merasa bahwa pikiran saya adalah pikiran saya sendiri dan saya tidak dapat mengontrol pikiran saya sendiri
  5. Saya dikontrol oleh kekuatan asing besar yang melampaui kekuatan saya.
  6. Saya belum tidur selama 2 hari atau lebih
  7. Saya tidak mencintai bayi saya tidak dapat bergerak untuk mengurusnya
  8. Berat badan saya turun drastis, tanpa berusaha menurunkannya.
Jika ibu menjawab YA untuk setidaknya satu pernyataan di atas, sebaiknya ibu segera mencari pertolongan professional atau tenaga ahli.
Ingat, kebanyakan ibu yang memiliki postpartum depression tidak memiliki emergency symptoms dan tidak pernah berpikir untuk menyaki dirinya sendiri atau orang lain.
  • Apa yang dapat dilakukan jika saya mungkin mengalami PPD?
  1. Berdayakan diri sendiri, semangati diri sendiri dan yakinkan diri sendiri bahwa ibu bisa menghadapinya. Namun, ibu juga perlu sadar bahwa jika hal tersebut tampaknya tidak mungkin dihadapi sendiri, sehingga jangan malu mencari bantuan dari pihak kedua.
  2. Cari pihak kedua yang professional sehingga dapat membantu ibu dengan opmal.
  3. Cari pihak lain sebagai sumber dukungan emosional, seperti pasangan, keluarga dan sahabat. Berhentilah berpikir bahwa meminta bantuan artinya merepotkan orang lain. Percayalah bahwa dukungan dari mereka akan membantu ibu segera kembali seperti sediakala.
  4. Bergerak untuk menerima rasa sakit, gangguan dan hal-hal negative lainnya kemudian menyadari bahwa ibu akan menjadi lebih baik, menjadi seperti sediakala.
*****
Adapun beberapa pertanyaan yang ditanyakan para bunda saat sesi tanya jawab:
Question: Apakah ada cara untuk mencegah terjadinya postpartum depressionKhususnya untuk calon ibu yg masih mengandung agar ketika lahiran tidak terjadi postpartum depression tersebut.
Answer:
  1. Siap berdamai dengan diri sendiri dulu
  2. Isi masa kehamilan dengan knowledge, bahkan sampai sudah melahirkan.
  3. Mengubah mindset kita bahwa anak adalah titipin dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggung jawabannya, perbanyak istighfar, dzikir, doa, berpikiran positif.
  4. Support suami dan keluarga sangat penting untuk “menyembuhkan” kita dari rasa-rasa sakit.
  5. Ikut komunitas-komunitas positif juga berpengaruh agar kita kembali semangat menjalani hari- hari kedepan bersama buah hati.
  6. Dari awal harus dikomunikasikan ke suami kemungkinan-kemungkinan terjadinya postpartum depression, agar suami bisa memahami nantinya.
  7. Batasi kunjungan tamu jika perlu setelah melahirkan.
Question: Apakah Postpartum depression dan Baby Blues (BB) pasti akan dialami oleh setiap ibu yang melahirkan kah?
Answer: Baby blues hampir 80% wanita mengalaminya, kalau postpartum depression kemungkinannya 15%.
Question: Apakah seorang calon ibu yg memiliki sifat introvert lebih rentan terhadap postpartum depression? Terkadang ditengah  usia  kandungan yang semakin  besar ada rasa takut, cemas, ditambah juga sedang bekerja dan dikerjaan sibuk, ada tekanan. Menyebabkan stress secara batin tapu sayangnya tidak bisa mengkomunikasikan dengan baik kepada suami karena bingung memulai pembicaraan. Jika memulai berbicara tapi justru tidak semua keluhan bisa mengalir seluruhnya. Apakah kondisi tersebut bisa mendatangkan postpartum depression dikemudian hari?
Answer:
  1.  Sebaiknya mulai latihan ngobrol dengan suami, karena basicnya laki-laki tidak bisa membaca ‘kode’ dan ada kemungkinan ingin bantu tapi tidak tahu bagaimana cara membantu kita atau merasa kita tidak memerlukan bantuan.
  2. Belajar  menerima  kalau  diri  kita  memang  butuh  bantuan  dan  teman  sharing  terutama dengan pasangan atau orang tua.
  3. Menyederhanakan pemikiran, buang jauh-jauh kekhawatiran-kekhawatiran yang belum terjadi, sering cerita dengan yang sudah mengalami/mengatasi untuk tahu bagaimana mencegahnya, terbuka, jangan segan untuk cerita ke suami. Minta masukan dari orangtua/mertua.
  4. Mengikuti childbirth education (edukasi kehamilan & persalinan).
Question: Yang harus dilakukan agar tidak terjadi baby blues atau postpartum depression? Berapa lama mempersiapkannya?
Answer: Perkaya pengetahuan tentang hamil. Ketika mendekati waktu melahirkan, yang diperkaya pengetahuan tentang ASI, mengurus kebutuhan anak, parenting dan sejenisnya.
Question: Apa perbedaan stress dengan depresi?
Answer:Stress itu normal, semua orang pasti pernah merasakan saat menghadapi tekanan. Lebih mudah diatasi, masih ada suasana senangnya. Contohnya stress mau ujian, mau lahiran, dll. Depresi lebih berat, tidak semua pernah mengalami. Suasana hati buruk, motivasi kurang, malas aktivitas, merasa tidak punya masa depan. Perasaan ini cenderung menetap, setidaknya dua minggu berturut-turut.
Question: Apakah ibu yang punya kecenderungan perfeksionis punya kecenderungan  untuk mengalami postpartum depression?
A: Bisa jadi, tapi tidak selalu. Orang perfeksionis cenderung banyak target dan mengejar kondisi paling ideal. Misalnya lahiran harus normal, harus full asi, rumah harus tetap terurus. Jika target gak tercapai, maka kekecewaan besar akan dirasakan. Maka dari itu, belajar untuk berdamai dengan diri sendiri, lebih menerima apa pun yang terjadi saat kelahiran dan setelahnya akan membantu untuk mencegah postpartum depression. Tidak ada ibu yang sempurna, yang ada hanyalah ibu yang selalu berusaha memberikan usaha terbaiknya.
Question: Apa sih yang bisa kita lakukan sebagai teman dari ibu postpartum depression/baby blues? Misal saat menengok pasca persalinan, apa saja ‘do’ dan ‘dont’ nya?
Answer:
  1.  Tanyakan dulu kabar ibunya,baru bayinya.
  2. Bawakan kado buat ibunya, misal masker wajah, minyak zaitun atau apapun yang disukai oleh ibunya
  3. Jangan terlalu fokus sama bayinya, lebih banyak ngobrol sama ibunya, karena intinya bayi insya Allah sehat, tapi ibunya pasti masih merasakan sakit jahitan, kurang tidur, sedih, capek, dan bingung.
Question: Adakah treatment tambahan selain dukungan suami dan ortu, misal mendengarkan musik, menghirup aroma therapy, atau me time lainnya yg bisa dilakukan utk meredakan postpartum depression/baby blues?
Answer: Lebih baiknya mendengarkan murrotal qur’an. Baik bagi ibu dan calon bayi.
****Demikianlah materi yang bisa ku sharing dari Komunitas Ceria. Semoga bermanfaat 

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...