Monday, 17 July 2017

Apa Yang Salah Dengan Ndeso?

Sepertinya belakangan ini kata ini lagi nge hits yah? Kalau saya gak salah ingat, sepertinya kata ini pertama kali dipopulerkan oleh Tukul Arwana, karena dia berasal dari kampung jadi mengaku ndeso yang artinya “orang desa” , akhirnya muncullah slogannya dia katanya ‘tak apa wajah ndeso asal rezekinya kota.

Kata ndeso akhir-akhir ini jadi rame lagi diperbincangkan karena…aah, sudahlah. Sambil nulis ini saya juga lagi mikir sebenarnya standar ndeso itu apa sih? Dan apa kriteria orang yang disebut ndeso? Kalau memang ndeso diartikan sebagai orang desa, kenapa ungkapan ndeso, malah diartikan sebagai simbol orang yang kampungan, norak, udik, atau apalah namanya yang dianggap memalukan bagi sebagian orang. Lach.. trus apa sebenarnya yang salah dengan orang desa? Memang kenapa kalau kita orang kampung yang lahir dan besar di kampung? Gak usah malu hanya karena kita orang desa! Yang harusnya malu itu mereka yang berbuat dosa. Udah nyata-nyata jadi tersangka kejahatan, korupsi sana sini, masih dengan pedenya senyam-senyum di tv, gak ada malunya, dikiranya lagi jumpa fans kali yak? (eeh..ini gue lagi ngomongin siapa sih?).
Mereka itu yang harusnya malu!
Kalau hanya karena nggak bisa makan pake pisau sama garpu di atas meja, atau belum biasa pake toilet duduk sih, yealaaah..itu mah biasa aja. Hal-hal kayak gini mah bisa dipelajari. Selama hal itu gak mengganggu orang lain, saya rasa tidak masalah!
Saya saja yang lahir dan besar di kota metropolitan pernah kebingungan nyari sakelar lampu saat ingin menyalakan lampu kamar di sebuah hotel berbintang saat mengikuti pelatihan dulu ( saat itu untuk nyalain lampunya udah make kartu dan saya belum tahu pemirsah wkwkwkwk ). Saat pertama kali menggunakan toilet duduk pun saya sempat kebingungan nyari tombol ‘flush’ nya di mana. Saya kampungan banget, kan? Tapi, apa kekampungan saya tadi merugikan orang lain? Bakalan menjadi masalahkah buat orang banyak? Nggak kan? Yang penting saya mau memperbaiki diri dan belajar lagi biar bisa tahu caranya.
Saya tiba-tiba teringat beberapa tahun lalu pernah punya pengalaman ndeso saat pertama kali makan di restoran steak yang baru buka di Makassar (ini gaya-gayaan aja sih sebenarnya makan di restoran mewah, padahal biasanya kalau makan hanya di warung sate doang). Waktu itu bulan Ramadhan, jadi sekalian buka puasa, saya berempat nih dengan sepupuku yang memang dari kampung, merekapun penasaran pengen nyobain steak (padahal saya juga baru pertama kali itu mau nyobain whahaha). Saat pesanan kami datang dan dihidang dimeja, sepupuku celingak celinguk sambil bisikin saya “Ini makannya gak pake nasi yah say? Kok saya lihat pengunjung lain gak ada yang pesan nasi yah? padahal laper banget nih, udah puasa seharian”, katanya. Lalu, sayapun memperhatikan meja-meja pesanan orang disekelilingku, dan memang gak ada yang pesan nasi. Akhirnya, saya bilang ke sepupuku “Kalau mau pesan aja say, sekalian pesankan kita juga, ada kok tadi di menu saya lihat”. Setelah itu dia balas bisikin lagi “ Tapi, apa gak aneh nanti kalau kita sendiri aja yang pesan nasi? Ntar orang bilang apa? Masa makan steak pake nasi? Pasti orang bilangin kita kampungan, malu tauuu!”. Saya yang mendengar perkataannya cuma bisa mesem-mesem (Yassalam..sampe segitunya? Demi gak mau kelihatan ndeso, dia lebih milih nahan lapar. ternyata orang kampung pun berusaha jaim juga yah? muehehe). Karena kasian sama dia, saya yang dasarnya cuek ini langsung manggil pelayannya dan pesan nasi 4 piring (sepupuku yang lain nunduk-nunduk aja takut malu kayaknya). Akhirnya kubilang sama mereka “Udah..kalian gak usah malu, gak ada yang salah kok kita pesan nasi. Ihh..bodo amatlah orang mau bilang apa, toh kita juga masih di Endonesah yang makanan pokoknya nasi, kenapa harus malu hanya karena makan steak pake nasi? Daripada lapar, malu memesan, tambah lapar kemudian whahaha). Setelah pesanan nasi kita datang, eeh..gak taunya meja di depan dan di samping kita juga ikut-ikutan mesan nasi (Nah kan..sebenarnya mereka lapar juga dan mau makan nasi, cuma karena gengsi dan malu aja). Sepulang dari restoran itu, saya gak berhenti ngakak guling-guling, karena menyadari kalau ternyata ke ndesoanku ini ada juga yang ngikutin wkwkwkwk ?).
Saya lalu berpikir, betapa banyak dari kita yang mempunyai pikiran seperti sepupuku diatas. Harus malu pada hal-hal yang seharusnya tidak malu-maluin, hanya karena takut diejek kampungan atau ndeso. Makanya saya sering kesel dengan orang yang suka nyinyirin orang kampung, padahal orang kampung dan kampungan itu adalah dua hal yang berbeda. Orang yang lahir dan besar di kota pun bisa saja bersikap kampungan dan norak.
Malah berdasarkan pengalamanku yang beberapa tahun belakangan ini hidup di desa, saya lihat orang yang lahir dan besar di desa sikap dan prilakunya lebih sopan daripada anak yang hidup di kota. Meskipun mereka hidupnya sederhana, namun dalam kesederhanaan itu mereka saling peduli, menghargai, dan sangat menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan kesopanan, bahkan mereka lebih respect dengan para tetangga. Di desa tempatku hidup sekarang aja, dalam satu desa itu mereka saling mengenal satu sama lainnya, bandingkan dengan orang kota yang hidup sendiri-sendiri, terkadang begitu cuek dengan tetangganya, baru tiga rumah dari rumahnya, mereka sudah tak mau kenal lagi sama tetangganya.
Saya sendiri tidak akan malu jika harus menyebut diriku ndeso, toh sudah 6 tahun belakangan saya memang tinggal di desa yang jauh dari peradaban, keluargaku juga lebih banyak di desa. Meski lahir dan besar di kota, kenyataannya pribadiku di didik oleh tangan-tangan Ndeso. Orang tuaku wong deso, namun dari tangan-tangan merekalah yang penuh kehangatan, mereka menanamkan nilai-nilai agama dan akhlak pada kami. Mereka dengan pribadi ndesonya, tak lelah menghabiskan waktu demi membentengi kami dengan nasihat dan wejangan-wejangan yang penuh makna dan hikmah.
Maka buat kalian para nyinyinyers yang sering membully orang kampung, berhentilah! Karena mereka juga sudah capek dibully so much, so hard, and so constantly *aah..sudahlah . Dan buat kalian orang desa, tidak usah malu hanya karena berasal dari kampung, karena percayalah orang desa tidak seperti stigma negatif “ndeso” yang berkembang selama ini. Yang penting tetap menjaga nama baik dan sikap kalian, karena tidak sedikit orang desa yang berhasil bahkan jadi pemimpin di instansi dan pemerintah.
Jadi, masih mau ngeremehin orang kampung?

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...