Monday, 29 May 2017

Ramadhan dan Menulis

Alhamdulilah bulan Ramadhan telah kembali menyapa kita. Semua kebaikan, keberkahan, dan anugerah diberikan untuk kaum muslimin dengan datangnya bulan yang penuh berkah ini. Amal kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya. Oleh karena itu, hendaklah kaum muslimin menyambut bulan istimewa ini dengan penuh semangat, kegembiraan dan keceriaan. 


Persiapkan dengan optimal agar Ramadhan tahun ini kita bisa meraih berbagai keutamaannya. Jangan gagal fokus! Jangan jadikan bulan yang penuh berkah ini, menjadi bulan pembalikan jadwal makan dengan menu yang lebih spesial. Jangan sampai bulan yang istimewa diisi dengan kesibukan duniawi, sementara amalan Ramadhan berjalan sekadar rutinitas belaka, kering, dan hampa.


Dari Ramadhan tahun ke tahun biasanya nggak ada yang berbeda dalam mengisi kegiatan satu bulan penuh, padahal banyak kegiatan untuk mengisi bulan Ramadhan kita agar lebih produktif.

Well, kenapa harus Produktif?

Just simple, because "Ramadhan is Precious". Bulan penuh keistimewaan, kemuliaan dan barokah, dimana pahala akan dilipat gandakan. Makanya carilah kegiatan yang bermanfaat dan seproduktif mungkin. Mungkin salah satunya dengan MENULIS.

Yah..Sudah dua tahun belakangan ini Ramadhanku diisi dengan kegiatan menulis dan berada ditengah-tengah para penulis. Ramadhan tahun lalu saya berada ditengah-tengah penulis-penulis ketche di grup KMO (Komunitas Menulis Online), Ramadhan tahun ini, insyaa Allah berada ditengah-tengah nyonya-nyonya manist digrup "Penulis Tangguh" dan TNB sambil mengikuti "30 Days Writing Challenge". Saya penasaran Ramadhan tahun depan saya bakalan berada digrup penulis yang mana lagi yah? ☺

Jadi, selain menetapkan target ibadah, saya juga menetapkan target menulis. Dari One Day One Juz hingga One Day One Post. Percaya deh, jika kita menetapkan target seperti ini, Ramadhan kita bakalan lebih produktif.

Lalu apa hubungannya bulan Ramadhan dengan menulis? 

Karena..eehh..karena..Bulan Ramadhan adalah bulan terbaik untuk menulis. Disaat kita sedang berpuasa, pikiran kita menjadi lebih tenang, sehingga lebih mudah fokus dibanding di bulan lain. Ini sudah pernah saya coba tahun lalu, saat dikejar tugas setoran naskah tulisan lima puluh lembar, sayapun tidak menyangka bisa selesai dibulan Ramadhan, padahal dibulan lain sepuluh lembarpun belum tentu bisa kelar.

Saya pribadi sih, sebenarnya baru dua tahun belakangan ini menekuni dunia literasi. Lebih tepatnya baru serius untuk konsisten menulis. Dulu hanya menulis sekedarnya saja, hanya untuk menghibur diri atau mengutarakan isi hati di diary muehehe.

Karena sungguh, saya sangat kagum dengan penulis. Menurutku, orang yang bisa menulis pastinya orangnya cerdas, karena tentulah penulis pasti banyak membaca sehingga wawasannya luas. Karena semakin banyak buku yang dibaca, biasanya semakin bijak dan luas dia memandang hidup. Pasti beda dan keliatan banget kok antara orang yang hobi membaca dan yang tidak. Saat ngobrol saja sudah bisa tertebak. Dari kualitas obrolannya, kalimatnya, kedewasaan pemikirannya, sangat terlihat. Dan saya yakin semua ini dipunyai oleh penulis *uhuuuuukk

Yah, dengan menulis anggap saja kita sedang merawat ingatan, juga belajar menasehati diri sendiri lewat tulisan. Tidak perlu malu jika dianggap tulisan tidak keren, ataupun berdiksi dangkal tanpa irama. Dengan menulis berarti kita sedang meninggalkan warisan. Warisan pemikiran, juga sebagai ladang dakwah dan jihad. Karena itu saya selalu berusaha tulisan-tulisanku mengandung pesan kebaikan dan hikmah yang bisa bermanfaat buat pembaca.

Jika ada minimal satu orang saja yang termotivasi dengan tulisan kebaikan kita, apalagi yang kita buat dengan ikhlas, maka kita akan mendapat pahala dari usaha kita membuat kalimat motivasi tadi. Dan jika orang tersebut membagikan atau meneruskan motivasi itu kepada teman-temannya, dan teman-temannya tersebut termotivasi, maka kita juga mendapatkan keuntungan berlipat dari kalimat motivasi yang kita buat tadi. Dan seterusnya."

So, Lets Write! 

Teruslah Menulis! Menajamkan pena dengan mengasah kemampuan menulis tanpa bosan, dan tidak lupa pula menunjangnya dengan doa, memohon ilham yang baik kepada Allah agar senantiasa kepala dipenuhi ide-ide cemerlang lagi bermanfaat. Menulis kebaikan menurut Sang Pemilik Keindahan.

Dan jangan lupa..Membaca..Membaca..Membaca..agar kualitas tulisan lebih berilmu dan berkualitas.

Semua penulis akan mati. Hanya karyanya yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakanmu di akhirat nanti."(Ali bin Abi Thalib).


Tuesday, 23 May 2017

Ramadhan, Ternyata Aku Pura-Pura Rindu

Hari begitu cepat berlalu, tak terasa bulan Ramadhan akan kembali menyapa kita. Atmosfir bulan penuh kemuliaan ini sudah mulai terasa. Dalam hitungan hari lagi, jika nyawa-nyawa kita ini sampai kepadanya, maka ia sudahlah tiba didepan mata (Semoga Allah menyampaikan umur kita). Amien

Bersyukur sekali kita sebagai muslim masih diberi kesempatan untuk menikmati Ramadhan yang penuh berkah dengan segala kelebihannya. 

Tiap tahunnya, setelah lebaran berlalu, saya selalu berdoa supaya Allah menyampaikan umurku agar dapat berjumpa lagi di Ramadhan selanjutnya. Saat itu pula, saya selalu bilang begitu merindukan Ramadhan, hingga takut rasanya, jika Izrail bilang kalau ini adalah Ramadhan terakhirku. 

Lalu, apa yang telah kusiapkan untuk menyambut bulan Ramadhan> 

"Belum ada"

"Kok belum ada Tris?"

"Loch., bukannya di Ramadhan nanti kita cuma puasa doang kan yah? Kegiatan lainnya kan sama saja seperti hari biasanya?"

Lihatlah..lihatlah! Persiapanku saja belum ada pemirsah! Bahkan targetku di bulan yang katanya selalu kurindukan itu banyak yang terlewatkan begitu saja. 

Saya bilang Ramadhan bulan mulia, namun perlakuanku padanya biasa saja. Saya tidak berusaha memperlakukannya secara spesial, 

Saya sadar ada malam Lailatul Qadr disana, namun ibadahku masih saja alakadarnya. Saya lebih sibuk menghabiskan waktuku dengan berbuka puasa bersama teman-teman yang 'katanya' menjalin silaturrahmi, namun nyatanya. kegiatan ini lebih sering membuatku lalai sholat maghrib tepat waktu. Bahkan tak jarang tarawihkupun lewat. 

Sayapun yakin, bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al Qur'an. Tapi kok bacaan Qur'anku gak nambah-nambah? Gak ada waktu untuk tilawah, bahkan tidak peduli apakah Saya paham dan mengerti kitab suciku. Malah rasanya, saya lebih paham dan hafal cerita sinetron di televisi. 

Ya Rabb..jika dibulan Ramadhan saja Saya begini, akankan masih diberi kesempatan untuk beribadah lebih optimal lagi dibulan-bulan lainnya? :(

***
Jadi gaes, berhubung sebentar lagi Ramadhan, maka ada baiknya kita mempersiapkaan semua sarana dan prasarana yang berhubungan dengan kegiatan Ramadhan kita nantinya, mulai dari sekarang, agar ibadah jadi lebih optimal. 

Semoga kita diberi umur dan kesehatan oleh Allah untuk dapat bertemu Ramadhan dan diberi kemampuan untuk mengisi Ramadhan tahun ini dengan sebaik-baiknya. Amien. 

Aku dan Ramadhanku yang sering pura-pura kurindukan :(

Friday, 19 May 2017

Writing Challenge

Beberapa waktu yang lalu, seorang teman fesbuk me-mention diriku di postingan salah seorang temannya tentang "Writing Challenge" ini. Sebenarnya sayapun belum terlalu kenal sih dengan teman yang me-mentionku ini, hanya teman fesbuk yang sering muncul memberikan like dan komentar ditulisanku yang kuposting di fesbuk, sepertinya dia juga salah satu pembaca dan followers setia tulisan-tulisanku deh (duileee..pede banget lu buk'? emang ada yang mau jadi fansmu, gitu hahahaha)

"Kak Trisna ikutan challenge ini yah", katanya saat meng-inbox-ku

"Maaf say, apa saya kenal dengan mba eee"? (Yealaaah, belagu banget gua yah, sok ngartis banget? wkwkwkwkwk)

"Ehh..iya yah kita belum kenal sih mba, hanya saya suka membaca tulisan-tulisan mba tris di fesbuk, bagus-bagus soalnya, saya banyak terinspirasi mba, makanya saya mengingat mba nya saat dapat iklan ini, mana tau mba nya minat ikut lomba nulis ini,  kan mba tris penulis hehe..

Aww..aww..aww..hampir aja saya terbang melayang mengelilingi angkasa dapat pujian begono, hahahaha. Padahal sumpah, saya tidak pernah membrandingkan diri di fesbuk sebagai penulis. Hanya saja saya memang lagi banyak ide akhir-akhir ini, ditambang mood menulisku lagi baik, akhirnya jadilah saya keranjingan nulis, akhirnya kuantitas memosting tulisanku difesbuk jadi lebih sering (maklum..istri yang kesepian ditinggal suami, jadi nulis jadi pelampiasan whahaha)

"Oh., boleh saya lihat dulu rule dan aturan challenge nya say? Kayaknya boleh dicoba, jawabku"

" Bentar ya mba, saya tanya temanku dulu supaya mba tris di invite di grup"

Tak lama kemudian akun whatsaapku mendarat juga akhirnya di grup "Penulis Tangguh" Writing Challenge season 3. Tak lama si Mbak Mimin muncul menjelaskan role tantangannya. Setelah peraturannya dibahas semua, juri tantangan lomba ini memposting tema-tema yang akan kita jadikan bahan tulisan nantinya. Berikut tema-temanya:  

1. Aku dan Ramadhan 
2. Berbagi Berkah
3. I'm Supermom
4. Kebiasaan Jelek yang Ingin Aku Ubah
5. Kesyukuran
6. Perbedaan Itu Indah
7. Impianku 10 Tahun kedepan
8. Jika Aku Dilahirkan Kembali
9. Harapanku untuk Indonesia
10. Menjemput Lailatul Qadr
11. Kampung Halamanku
12. Objek Wisata terindah di Kotaku
13. Aku Memaafkan Diriku
14. Bahagiaku Menjadi Seorang Wanita
15. Persembahan untuk orang Tuaku di Hari yang Fitri

Hmm...melihat tema-tema yang akan kujadikan bahan tulisan, sumpaah..saya belum ada bayangan sama sekali bakal nulis apa pemirsah hehe.. Dan sebenarnya saya hampir aja left grup, karena grupnya terlalu ramai dan banyak curcol (sebenarnya wajar sih..karena isinya para penulis yang emang udah dari sononya hobinya ngomong), namun yang saya kurang sreg adalah setiap peserta saling memanggil "nyah" kepada peserta lain (Yassalaam..sense nya dimana coba?), belum lagi ditantangan ini juga, kudu wajib melampirkan hastag yang jumlahnya bejibun ini:

#30dayswritingchallenge
#season3
#tnb23
#Njonjahketjeh
#MakkahShopBerau
#YuliantiSolihah
#WidiaHamdani
#HanifaNasar
#DapurCenil #AffikaShop #JillyShop #ImasRosmiati #DwiFahary #TokoMitraMuliaBerau 
#AjengNurEskawati#Kinanthi'sGallery#MariaYosephi#HennaSangDewiCinta#MolringMakroniNeda#NeniNurachma#PaketProgramBisnis#SangPenakluk#CilokDamira#EazyEnglish#JanurBusanaBatik#ArkanaOs#TokoFathyah#Foua

Karena kurang masuk diakalku, terlebih dihatiku, sayapun melayangkan protes pada dewan juri perihal hastag yang bejibun ini (Lach..ini kita disuruh nulis atau disuruh endorse sih?). Namun, kata dewan jurinya itu sponsor yang akan memberikan hadiah kepada para pemenang nanti. Ya..udahlah manut aja kalau gitu mah! Mana tau kita kecipratan juga hadiahnya kan muehehe

Meskipun begitu, hatiku masih belum tenang juga, nyawaku masih sepertiga mengikuti tantangan ini, apalagi challengenya juga bertepatan dengan bulan Ramadhan, takutnya mengganggu kualitas ibadahku. Namun, setelah berpikir lagi, akhirnya kuputuskan untuk 'uji nyali' dengan mengikuti challenge ini, saya hanya mau mengukur sampai dimana kemampuan menulisku nantinya, soalnya saya ini termasuk orang yang susah jika disuruh nulis tema yang orang pilihkan, karena selama ini saya nulis berdasarkan apa yang kupikirkan dan kurasakan saja, bukan berdasarkan apa yang orang mau. Akhirnya saya.. Bismillah., saya menulis juga namaku di list peserta. Saya berpikir, kalaupun nantinya saya tidak sanggup karena banyak kerja, ataukah mempengaruhi Ngodoj-ku, kan tinggal left aja, toh saya ngikut ini bukan mengharapkan hadiahnya, hanya ingin meningkatkan kualitas menulisku saja.

Akhirnya, hari ini telah masuk ke tema ke 3 dan sampai hari ini saya masih menikmati tantangan ini. Ide menulis datang tiba-tiba aja terlintas dikepala, saat teman-teman udah pada ngumpulin hasil karyanya. Karena kepepet, ide akhirnya muncul dengan sendirinya (ternyata benar yah "The Power Of Kepepet itu benar adanya? hahaha"). 

Yah.. Semoga saja bisa mencapai finish hingga tema ke 15 saya masih kuat bertahan, takutnya semangatku yang mood-mood dalam menulis tiba-tiba kehilangan ide, apalagi melihat semangat yang masih labil, masih naik turun. Semangat !!!

Monday, 15 May 2017

Big No To Riba

Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Barangsiapa mendapat peringatan Tuhannya lalu dia berhenti, maka apa yang diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi (baca: terjerat riba kembali padahal dia sudah mengetahui dosanya), maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya (Q.S Al Baqarah:275)

Sungguh, harta yang didapat dari jalan riba tidak akan berkah! Belum lagi dosanya yang akan membuat hidup tidak tenang. Merasa hina disiang hari dan gelisah dimalam hari. 
Awal-awal bekerja, saya juga pernah mempunyai kartu kredit, tidak tanggung-tanggung bahkan dulu saya punya 3 kartu kredit sekaligus, 1 yang limitnya 6 juta, 1 limitnya 10 juta, dan 1 nya lagi diatas 10 juta. Waktu itu terpengaruh rayuan teman dan sok gaya-gayaan. "wah..kan enak tinggal gesek sana..gesek sini, bayarnya belakangan, yang penting bisa punya ini..punya itu dulu biar kelihatan keren", apalagi limitnya masih banyak, sayang kan kalau gak dimanfaatin? belum lagi iming-iming promonya yang sukses membuatku terjatuh kedalam kubangan 'riba', tapi alhamdulilah saya bisa bangkit lagi dan akhirnya menutup semua kartu kreditku setelah sadar dosanya yang ngeRIBAnget. 

Karena ini pula beberapa kali saya maju mundur saat ingin mengajukan KPR tahun 2016 yang lalu, saat uang DP sudah ditangan dan sudah hampir deal dengan developer, namun akhirnya saya mundur teratur saat meminta nasehat Ustadz Baehaqi, waktu itu sih konsultasi masalah asuransi, tapi dapat bocoran trik KPR tanpa riba, dan akhirnya saya memutuskan untuk menabung dulu hingga uangnya cukup beli cash. Jazakallah ya ustadz atas sharingnya. 

Sungguh, kredit itu datangnya dari sifat yang tergesa-gesa, ingin segera memiliki padahal kemampuan belum ada. Tidak bersyukur dengan apa yang dimiliki dan sesuai kemampuannya. Coba tahan-tahanlah dulu diri jika memang belum mampu membeli, bersyukur dengan yang ada. Bersabar jika memang sudah mampu barulah membeli secara cash.

Jika saja semua barang yang kita beli dengan kredit akan berbunyi saat dipakai "dit..dit..dit..", saya yakin tidak akan ada orang yang bermudah-mudah mengambil kredit. Dengan kredit yakinlah bukan kesenangan yang kita dapatkan, tapi JERATAN RIBA, belum termasuk BUNGA yang berlipat-lipat itu!

Kredit dengan Riba yang dosanya BESAAAAAAR itu, seolah sangat sepele sehingga masih langka orang yang berpikiran berusaha untuk menghindarinya. Padahal orang yang memakan riba dosanya yang paling ringan bagaikan berzina dengan ibu sendiri? (naudzubillah).

Dengan adanya kredit orang jadi lebih berani dan bermudah-mudah berhutang, menjadi panjang angan-angan. Dia tidak sadar kalau umurnya belum tentu lebih panjang daripada jumlah tahun cicilan kreditnya. Bahkan na'udzubillaah jika mati dalam keadaan belum lunas hutang-hutang ribanya. Atau mati dalam keadaan mikirin punya rumah padahal jatah usia belum tentu sepanjang masa KPR atau cicilan kendaraan. Orang yang meninggal dengan meninggalkan hutang, amal sholehnya menggantung dan dia akan menghadap Allah dengan status mencuri (astagfirullah).

Orang yang mampunya hanya ngontrak, berani ambil cicilan rumah ratusan juta. Orang yang mampunya beli rumah ratusan juta, berani ambil kredit yang harga rumahnya milyaran. Orang yang mampunya beli motor, berani ambil kredit mobil. Orang yang bergaji 5 juta berani ambil cicilan 4,5 juta, setelah gajian uang tinggal 500 ribu. Begitu juga dengan benda-benda kecil yang kita anggap sepele. Hanya mampu beli handphone satu juta, kita ambil kredit seharga 5 juta.

Kerja dari pagi sampai pagi lagi, peras keringat, banting tulang, bahkan ada yang kerja sampai meninggalkan keluarga CUMA buat nyicil KREDIT dan utang RIBA??? Apa gak SEYEEEM? Kan ngeRIBAbangeeeeetz tuh? 

HATI-HATI! Selama kita berpikir kalau kita harus kredit untuk mendapatkan sesuatu, apalagi misal sampai meyakini kalau tidak kredit (meskipun riba bertahun-tahun) tidak bakalan punya (meragukan kemampuan Allah dalam memberi harta yang halal), maka yakinlah kita akan senantiasa dihimpit perasaan tersebut!

Padahal 'KUN FAYAKUN', kuasa Allah itu tidak terbatas! Allah sesuai prasangka hambaNya. Jadi tawakkal saja, Allah janji akan beri jalan keluar dari arah yang tidak disangka-sangka jika memang kita berniat meninggalkan sesuatu karenaNya. 

Tidak disangka-sangka berarti yah..tidak bisa kita bayangkan dari mana-mananya, kalau masih kebayang berarti bukan. Pokoknya yang tidak disangka-sangkalah! Sudah banyak saya mendengar dan membaca kisa hidup seseorang yang berusaha keluar dari riba, rezkinya malah bertambah dan hidupnya jadi lebih tenang dan berkah meskipun secara materi masih kekurangan. Dan banyak juga cerita nyata hidup jauh dari keberkahan karena nekat bersentuhan dengan riba meskipun sudah tahu dosanya. 

Karena itu gaes, Segeralah hindari! Kalaupun belum bisa sekarang dan belum bisa lepas sepenuhnya, berazamlah agar bisa lepas secepatnya dari jerat-jerat riba! 

Mohon sungguh-sungguh pada Allah, maka Allah akan beri jalan keluar. Banyak-banyak belajar bersyukur dengan karunia Allah yang ada. Pelajari yang halal dan haram, mana perkara yang Allah sukai dan mana yang Allah murkai. 

Percayalan janji Allah bahwa jika kita meninggalkan sesuatu karenaNya, karena ketaatan padaNya, maka PASTI akan Allah beri ganti yang lebih baik. (Baca juga: Jangan Mau Jadi Korban Riba)

JANGAN MALU TERLIHAT MISKIN, MALULAH JIKA KITA PURA-PURA KAYA DENGAN CARA RIBA!  

Dunia ini hanya sementara, hanya persinggahan! 

Tidak semua kebendaan didunia harus kita miliki. 

Terlihat miskin sebentar.
Terlihat kayapun sebentar.
Akhiratlah kampung abadi sesungguhnya yang akan kita tuju.

Apalagi Nabi Muhammad SAW juga sudah mengingatkan kita dalam haditsnya" Jauhi tujuh perkara yang membinasakan (membawa pada kehancuran), diantaranya..memakan RIBA [ HR.Bukhari 2766 & Muslim 89].

Jika nasehat nabi kita tidak percaya, mau ikut nasehat siapa lagi?

"Modern Slaves Are Not in CHAINS, They Are in DEBT"

Tuesday, 9 May 2017

Aku dan Diamku

Aku tidak berharap kau mengerti bahasa diam.
Aku juga tidak menyuruh kau untuk paham arti diamku.
Aku hanya ingin kau sedikit saja membaca gelagat diamku,
Sedikit saja lebih peka bahwa aku diam karena aku kehilangan keberanian untuk bersuara.

Kau tahu aku bukan?
Aku tidak pernah kehabisan bahan obrolan,
Tapi ketika aku diam tanpa ekspresi, harusnya kau sadar.

Apa aku terlalu egois?
Hanya peka, itu saja!

Memang masalah tidak akan selesai dengan diam,
Tapi ada beberapa hal yang cukup didiamkan saja dan dia selesai.
Setidaknya itu seperti selesai meskipun mengambang.

Jika kudapati beraniku lagi, aku akan berkicau seperti biasa
Dan sesuatu yang menciutkan beraniku akan terbang

Untuk tiba pada waktu itu, tolong sedikit saja peka.
Jika memang ini egois, bisakah kau maklumi?

Sunday, 7 May 2017

Kapan Resign?

Baru beberapa hari yang lalu saya menulis tentang galaunya memilih family or career (baca juga: Family Or Career?), eeh..semalam mama menelpon dan saya di desak untuk memilih keluarga dan segera resign dari pekerjaanku hahaha.
Minggu ini adalah minggu yang berat bagiku, di saat kerjaanku lagi banyak-banyaknya, mempersiapkan audit ISO jaminan mutu dan K3  yang sudah di depan mata, dimana divisiku Quality Control yang pastinya paling sibuk karena paling berhubungan dengan mutu , saya malah tidak bisa konsentrasi dan tidak fokus dengan kerjaan, document jadi tidak terurus, pikiran jadi bercabang-cabang ?
Apa pasal?
Sebagaimana hari-hari sebelumnya, semalam mama menelpon lagi dan kembali menanyakan pertanyaan yang berulang  setiap harinya “Jadi kapan nak rencana resign dari situ”? Sebenarnya ini bukan pertanyaan baru sih, dari awal-awal nikahpun udah sering di berondong pertanyaan itu, namun beberapa bulan belakangan pertanyaan itu sudah sempat menghilang, tapi akhirnya muncul lagi deh ke permukaan gegara suamiku tidak datang menjengukku ke Manado saat cutinya kemarin, pun dia juga tidak sempat datang kerumah. Akhirnya mama jadi parno, di kiranya saya sama suami lagi bertengkar, padahal kita baik-baik saja *eeh..tapi ada juga sih bertengkarnya sikit, tapi biasalah itu dalam rumah tangga hahaha
Sebenarnya bukan cuma mama sih yang getol menyerangku dengan pertanyaan itu, namun semua keluargaku yang lain; K’umi, K’opi, K’ira, dan K’marwah juga jika mereka menelponku yang dibahas cuma itu-itu saja. Sepertinya mereka kompak membombardirku dengan pertanyaan itu, seolah-olah mereka pikir jika sudah satu suara saya akan mengajukan surat pengunduran diriku besok, hmmmm?
Sumpah, pertanyaan itu bahkan lebih mengerikan dari pertanyaan “ Kapan nikah” atau “Sudah isi belum”? Bukannya saya bosan mendengar petuah-petuah mereka, namun setiap hari, setiap waktu, saat menelponku mereka membicarakan hal yang sama terus sambil diikuti dengan kalimat:
“ Lebih baik mengutamakan keluarga daripada karir dek, adaji lagi nanti jalan rezki yang lain itu biarki tidak disitu kerja, karena rezkinya orang sudah dijatah, apalagi kalau kita meninggalkan sesuatu Allah, akan diganti yang lebih baik” kata Kak Marwah
“Kasian suamita juga nak kalau ditinggal terus, dia pulang cuti masih mamanya sama adeknya yang urus, padahal sudahmi nikah, harusnya istrinyami yang urus”, kata Mama
“Umurta juga sudah berapa nak’, Mama dulu diumur 28 empatmi anakku, perhatikan juga keturunan”
“ Rumah tangga itu rawan godaan kalau jauh-jauhan terus, apalagi kalian yang baru-baru nikah langsung pisah, belum ada anak yang menjadi perekat hubungan. Kita wanita dek’ punya batasan umur, jadi jangan mau tunda-tunda punya anak karena kerjaan “kata Kak Ira
“ Janganmi mengejar uang terus, bukanji kewajibannya inna mencari nafkah, biar lagi banyak uang kalau keluarga terlantar untuk apa dek” kata Kak umi.
“Itu rumah adami dek, mobil juga adami, tapi untuk apa kalau tidak ada nakhoda nya, tidak ada penunjuk arahnya? Bagaimana mau tercipta itu keluarga SAMAWA kalau tidak pernah tinggal seatap”? Saya dulu menikah malah dari nol, lamaku tinggal ditamalate karena sudahpi nikah baru kumpul-kumpul uang sedikit-sedikit supaya beli tanah, beli mobil, enak sekalimi kalian itu “kata kak opi.
Dan bla..bla..bla..
Aaaarrgggh..Toloooong! Hayati lelah bang mendapat serangan bertubi-tubi ?. Yah..saya tahu maksud mereka baik. Disatu sisi saya senang masih ada keluarga yang selalu memberikan nasehat dan masukan buat saya apalagi untuk rumah tanggaku, namun disisi lain ada sedih juga mendengar nasehat itu. Kenapa? Karena secara tidak langsung mereka memikirkan kami, yang itu berarti menjadi beban pikiran lagi, apalagi mama yang akhir-akhir ini kesehatannya kurang begitu baik. Mamaku ini tipe pemikir dan sensitive orangnya, jadi apa yang dirasanya ganjil dan tidak sesuai dengan keinginannya pasti selalu menjadi beban pikirannya. Dan terlebih sedih lagi karena saat ini belum bisa mengabulkan permintaan dari orang-orang tersayang itu.
Saya tahu pernyataan mereka diatas ada benarnya, namun kenapa yah saya menangkapnya seperti sebagai penghakiman buat saya, kalau saya adalah istri yang tidak becus mengurus suami dan rela menelantarkannya demi karir? (wooy..woooy..positif thingking wooiiy). Nah..kan..gue lagi deh yang salah? Memang yah, wanita itu tempatnya salah ?! Akhirnya saya lagi deh yang jadi pelaku dan suamiku yang jadi korban, kerjaanku lagi yang jadi kambing hitam. Omaaaaay, jangan sampai mereka pikir saya lebih memilih mengejar uang dan santai-santai saja meninggalkan suami, padahal sayalah sebenarnya yang paling menderita menjalani hubungan LDM-an seperti ini.
Did you know apa yang kupikirkan? Apa yang ada dibenakku? Apa yang menjadi perdebatan dihatiku? Aaah..sudahlah..biarlah ini menjadi perbincanganku dengan Tuhanku saja disudut malam. Tapi ya Rabb..saat ini rasanya benar-benar galau, tak tahu jalan mana yang harus kutempuh, rasa-rasanya kakiku terikat rantai berkilo-kilo beratnya, mau maju berat sekali, mundurpun sama beratnya.
Pertanyaan kapan resign itu bukanlah seperti jawaban matematika semudah menjawab pertanyaan 1+1? Tapi banyak proses yang harus dilalui dan dipertimbangan sebelum memutuskan untuk resign? Saya tidak bisa egois dan hanya memikirkan diri sendiri, setidaknya saya juga harus memikirkan perusahaan yang telah memberiku penghasilan beberapa tahun ini, apalagi untuk saya yang menjadi bagian inti di perusahaan ini (saya memegang beberapa jabatan dan posisi). Mulai dari pabrik di bangun, untuk posisi QC sudah saya yang pegang dari awal dan tidak ada orang lain yang bisa menggantikan posisiku kalau saya memutuskan resign tiba-tiba. Karena itu kalaupun di kemudian hari saya memutuskan untuk resign, haruslah sudah direncanakan jauh-jauh hari untuk bisa mencari orang yang bisa menggantikan posisiku dan mentrainingnya terlebih dahulu sampai dia bisa, baru saya bisa resign. Begitulah prosedur dalam dunia kerja, agar hubungan baik dengan perusahaan masih bisa tercipta. Itu bagian dari attitude karyawan, prinsip ini jugalah yang kupegang sehingga saya masih berhubungan baik dengan bos-bosku di perusahaan terdahulu, sehingga mereka tidak segan untuk memanggilku kembali jika ada proyek barunya atau saya tidak segan meminta kerjaan, karena menjalin silaturahmi juga adalah bagian dari jalan rezki. Karena itu saya tidak pernah mau meninggalkan kesan buruk di perusahaan tempatku bekerja, karena perusahaan telah berjasa memberikan penghasilan, pengalaman, dan teman-teman baru buat kita. Jadi, jika ingin resign gak bisa tiba-tiba pengen langsung main resign aja, tapi harus mengikuti prosedur.
Karena itu, jawaban dari pertanyaan ” Kapan Resign” itu biarlah kupending dulu, apalagi untuk sekarang di saat perusahaan lagi sibuk-sibuknya mengurus sertifikat ini itu, tapi saya janji akan memikirkannya juga, meskipun saya tak bisa berjanji akan mendapatkan jawabannya segera, kayaknya mesti segera bertapa dulu mencari ilham nech .

Thursday, 4 May 2017

Family or Career?

Beberapa hari ini kesehatan mama kurang baik, mungkin karena terlalu banyak pikiran juga, apalagi dia selalu memikirkan keadaanku yang jauh dari suami. Karena itu belakangan ini saya menelponnya lebih sering. Nah..karena itu pula mama jadi lebih rewel dan sering baper, telat dikit balas wa di kiranya hapeku seharian gak aktif, telat dikit ngangkat telpon dipikirnya saya sengaja gak mau bicara karena takut di interogasi hahaha (maklum mama kalau nelpon kayak’ pengacara aja, semua ditanyain muehehe). Namun saya paham perasaannya, mungkin semua mama di dunia seperti itu sebagai bentuk perhatiannya kepada anaknya, sepertinya bukan mama yang butuh perhatianku, tapi saya yang lebih butuh perhatian mama. Seperti semalam dia mengirimkan saya pesan whatsapp seperti di bawah ini yang menggambarkan perasaannya memikirkan diriku (hikss..jadi terharu, tetiba kangen saya mak’?)
Tak ayal lagi setiap menelpon pasti dia tidak pernah alfa menanyakan saya kapan resign? Kapan mau konsen mengurus keluarga sendiri? Sampai kapan mau pisah-pisahan sama suami? Kenapa suami gak kesini? (hadeh..banyaklah pokoknya pertanyaan nya, tapi gak apa-apalah, toh semua pertanyaannya adalah bentuk perhatian kan? hehe). Sampai mama tau loh, di usia pernikahanku yang sekarang sudah 8 bulan, dia sampai tahu waktu ketemuanku sama suami saat cuti ternyata belum sampai 30 hari (ya..ampunn..saya aja gak ngitung loh ma ?)
Semenjak Abba meninggal Februari kemarin, mama memang sepertinya agak kesepian, karena itu atas desakan Mama, k’Aik juga sudah mengajukan surat pindah agar bisa mutasi ke Bandara Hasanuddin Makassar dan sementara proses pengurusan, karena itu bertambah dahsyatlah desakan untuk saya segera resign agar kami bisa berkumpul lagi semua di Makassar.
Sebenarnya tanpa mama memintapun saya juga ingin sekali bisa dekat keluarga, apalagi disaat-saat sekarang, pengen rasanya bisa merawat mama diumurnya yang telah memasuki usia senja. Entah bagaimana perasaanku saat bulan Mei lalu mendapat kabar dari K’ira kalau mama harus dibawa ke RS.Grestelina karena dadanya sakit. (rasanya nyesek banget). Kalau saja waktu itu K’ira tidak cepat mengabarkan kalau mama sudah baikan dan sudah pulang kerumah, hampir saja saya mengajukan izin untuk pulang dulu ke Makassar, apalagi K’Opi juga waktu itu tidak sedang berada di Makassar, dia pergi menjenguk Anis di Bogor, saya jadi tambah was-was, namun setelah bicara sama mama hatiku jadi lebih sedikit tenang karena dia bilang sudah baikan (entah memang begitu sebenarnya atau hanya karena tidak ingin membuatku khawatir), namun saya selalu mendoakannya di setiap sujudku, semoga mama diberi kesehatan terus oleh Allah. Amin ya Rabb
Memang, sayapun merasa penyesuaian yang cukup berat diawal menikah adalah penyesuaian pekerjaan, apalagi tempat kerjaku yang diluar kota dan jauh dari keluarga. Saya bukannya tidak sadar bahwa tugas istri yang paling utama adalah mengurus keluarga dirumah, kalaupun ingin bekerja harusnya pekerjaan itu tidak melalaikan dari tugas utama sebagai istri. Sayapun cukup lama merenungi ini, hingga akhirnya saya dan suami sepakat menyetujui jalan ini dulu mengingat sayapun masih terikat dengan kewajiban di perusahaan hingga tahun depan.
Bukannya saya tidak mau berhenti bekerja, hanya saja yang paling kutakutkan sebenarnya daripada masalah finansial pasca resign adalah masalah kebosanan dengan rutinitas ibu rumah tangga yang bakalan menjenuhkan. Jujur, saya bukanlah tipikal wanita rumahan yang betah berlama-lama dirumah menghabiskan hari. Saya bekerja bukan hanya karena alasan uang semata, namun juga karena aktualisasi diri dan eksistensi. Meskipun sekarang, sebagai pasangan yang baru menggenap, kitapun masih tertatih-tatih memenuhi kewajiban membayar utang pasca nikah kemarin, selain itu masih banyak lagi kebutuhan-kebutuhan lain yang harus kita penuhi.
Kata orang “Uang istri adalah uang istri, sedangkan uang suami juga adalah uang istri” hahaha. Meskipun nampaknya tidak adil, tapi begitulah adanya. Suamilah yang bertanggung jawab menafkahi dan menghidupi serta memenuhi segala kebutuhan istri. Bukannya saya tidak percaya kepada suami yang mampu menopang beban finansial keluarga seorang diri, hanya sajabanyak pertimbangan-pertimbangan lain yang mesti dipikirkan.
Sebagai istri, sebenarnya sayapun cukup tahu diri untuk mengalokasikan uang suami, hanya pada pos-pos kewajiban dia sebagai suami yang menafkahi, seperti untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan (kebutuhan primer), sedangkan uang dari hasil pekerjaan saya ingin lebih banyak  kualokasikan untuk kebutuhan secunder dan sesekali tersier, tentu setelah kewajiban zakat dan sedekah, saya juga berencana menabung sedikit-sedikit untuk masa depan keluarga, meskipun sesekali ingin saya belanjakan juga untuk kebutuhan saya sebagai wanita muehehe.
Kurang etis rasanya kalau kebutuhan “wanita” yang kadang sebenarnya nggak butuh-butuh banget itu, saya harus mengambil dari uang suami yang telah bersusah payah mencari nafkah, meskipun sebenarnya sudah kewajiban suami untuk memenuhi semua kebutuhan istrinya. Apalagi semenjak bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, saya suka memberi uang kepada mama dan ponakan-ponakan untuk menyenangkan mereka, serta saya aktif sebagai donatur di lembaga zakat, BMH dan panti asuhan. Saya takut kebiasaan baikku ini akan terhenti seiring dengan saya resign nantinya. Setidaknya, dengan uangku sendiri, saya merasa tidak berdosa jika harus membelanjakan uangku di pos-pos tersebut.
Jadi, sekali lagi saya bekerja bukanlah hanya karena uang semata. Saya juga butuh ruang untuk mengaktualisasikan diri. Saya punya cita-cita, karir dan masa depan yang sudah kurencanakan bahkan semenjak masih kuliah dulu. Dan rasa-rasanya sekarang masih belum rela melepasnya. Jujur, saya masih butuh waktu untuk menyesuaikan dan mensinergikan antara suami, keluarga, dan pekerjaanku, Maaf, jika beberapa kali salah satu diantaranya ada yang kurang terurus. Dan sekarang, ketika saya dihadapkan pada pertanyaan itu lagi “Family OR Career?”, saya belum siap memilih dan melepaskan salah satu di antara keduanya, karena dua-duanya masih sangat penting buatku. Semoga saja kalian tidak memberikanku pilihan yang sulit.
          

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...