Tidak terasa usia kehamilan saya telah memasuki minggu ke 36, besok saya akan mengambil cuti melahirkan selama 3 bulan. Hwaaa..rasanya time flies too fast, i can’t believe kalau saya bisa melewati hari-hari yang penuh perjuangan disini di perantauan, di tengah kehamilan yang terpaksa harus saya lalui seorang diri, dari hamil muda hingga hamil tua sampai menginjak bulan ke sembilan hari ini.

Jujur, bukan hal yang mudah, apalagi pada kehamilan pertama yang belum ada pengalaman sama sekali. Dari melewati masa-masa mual dan ngidam sendiri, harus pergi bolak balik kontrol ke dokter Manado-Lolak sendiri, hingga harus bekerja naik turun tangga dengan kepayahan karena perut yang semakin membesar setiap bulannya, pinggang dan punggung yang mulai encok serta tidur yang mulai tidak nyenyak sejak memasuki bulan ke 7. Namun Allah selalu menghadirkan kemudahan-kemudahan dalam menjalani kehamilan perdana ini. Meskipun ada beberapa keluhan dan rasa sakit yang saya rasakan, Alhamdulilah masih bisa saya atasi seorang diri.
“Tris, bagaimana perasaannya melewati kehamilan seorang diri”? tanya reman kerjaku beberapa bulan yang lalu saat awal-awal hamil.
“Biasa aja, kalau ada cemas-cemas sedikit ya wajarlah yah, namanya juga kehamilan perdana, apalagi mesti melewati seorang diri, jadi gampang banget parno”, jawabku.
“Kamu gak merasa berat gitu melewati kehamilan ini sendiri tanpa di dampingi suami? Istriku saja gak mau ditinggal-tinggal loh saat hamil, manja banget, belum lagi ngidam macam-macam dan aneh-aneh. Jangankan hamil pertama, sampai anak ketigapun begitu juga dia”.
Saya hanya tersenyum mendapat pertanyaan begini, entah sudah berapa banyak teman, istri teman, dan keluarga yang menanyakan pertanyaan ini. Bahkan saya terkadang mendapat perlakuan yang istimewa dari mereka, mulai dari membantu meringankan pekerjaanku, membantu mencarikan makanan saat saya ngidam, hingga melarang saya ini itu yang berpengaruh tidak baik untuk janin. Bantuan-bantuan ini sangat saya syukuri mengingat memang saya sangat membutuhkan bantuan mereka. Mungkin juga karena mereka kasihan sama saya yang harus menjalani kehamilan sendiri, berhubung mereka juga pernah merasakan mendampingi istri-istrinya yang lagi hamil, jadi mungkin mereka tahu rasanya, karena itu terkadang tanpa saya mintapun mereka kadang secara sukarela menawarkan bantuan.
Hmm..Sebenarnya saya kurang begitu suka dikasihani, karena orang mengasihani kita itu pertanda kalau kita orang yang tidak beruntung, dan saya sama sekali tidak merasa tidak beruntung hanya karena harus menjalani kehamilan sendiri. Makanya terkadang saya gak enak sama teman-teman yang kadang saya titipi beli makanan saat saya ngidam dan mereka gak mau uangnya saya ganti, padahal saya tahu kalau penghasilannya lebih kecil dari saya, gak enak sama istri Pak Nasrul yang terkadang begitu baik membuatkan saya makanan saat saya ngidam yang gak ada dijual disini. Mereka hanya berkata “Gak apa-apa untuk bumil gratis mah”. Kan saya jadi gak enak, padahal untuk membeli ini itu juga butuh uang, dan saya bukanlah orang fakir yang mesti digratisin terus.
Karena itu saat saya ditanya berat atau tidak menjalani kehamilan ini seorang diri, saya jawab; harusnya sih berat yah, hamil aja udah berat apalagi harus sendiri, tapi karena saya terlalu bahagia menyambut kehamilan ini, apalagi membayangkan kelak akan ada sosok mungil yang akan memanggil saya ibu, segala keluhan-keluhan yang saya rasakan hanya berasa angin lalu saja, toh kehamilan ini hanya 9 bulan saja, setelahnya mungkin kita akan merindukan masa-masa ini.
Selain itu, ada 3 tips yang selalu saya jadikan pegangan dan menjadi sumber kekuatan agar tidak galau menjalani kehamilan ini meskipun hanya sendiri.
- Tidak Menjadikan Kehamilan Sebagai Sebuah Beban
Ada satu paragraph yang saya garis bawahi dan saya stabillo besar-besar saat saya membaca buku “5 guru kecilku karya teh Kiki Barkiah”. Kalimat ini lumayan menyentil dan akhirnya menjadi pemicu semangat saya menjalani kehamilan saat ini. Kalimatnya berbunyi seperti ini “Memandang kehamilan, melahirkan dan menyusui sebagai bagian dari ibadah kepada Allah akan melahirkan sikap yang berbeda menjalankannya, begitu juga dengan nilainya di mata Allah. Tentu akan sangat berbeda rasanya bila dibandingkan dengan para wanita yang melihat kehamilan, melahirkan dan menyusui sebagai tambahan beban apalagi hambatan mereka dalam mencapai karir ( halaman 12-13).
Saya sangat suka dengan kalimat teh Kiki di atas, sepakatnya berlipat-lipat. Yah.. terkadang saya masih sering mengeluh menjalani kehamilan kali ini, mungkin karena saya masih menganggap bahwa kehamilan ini sebagai beban, namun sekarang saya sadar bahwa sendiri dan jauh dari suami bukanlah pembenaran bahwa kita bisa mengeluh, dan hendaknya menjadikan kehamilan ini sebagai ibadah dan anugerah dari Allah yang harusnya disyukuri bukan malah dijadikan beban.
Saya sadar kehamilan adalah nikmat Allah yang tiada terkira. Sangat banyak wanita yang mendambakan nikmat ini, namun Allah belum berkenan memberinya. Ketika Allah memberi nikmat ini kepada saya, harusnya nikmat itu saya syukuri, bukan malah mengeluh, toh saya sendiri yang meminta, merayu, bahkan memelas Allah di setiap sholatku agar Dia berkenan menitipkan amanahNya di rahimku. Ketika akhirnya Allah mengabulkan permintaanku ini, saya tidak ingin menjadi orang yang tidak bersyukur karena sering mengeluh. Saya tidak mau nanti Allah berkata “Loh, kan kamu sendiri yang ingin hamil, ini sudah Aku kabulkan permintaanmu, kenapa sekarang kamu banyak mengeluh? Apa kamu mau kalau nikmatKu ini Aku cabut dan hilangkan lagi darimu supaya kamu berhenti mengeluh?”
Hamil memang berat dan sulit, namun akan menjadi semakin sulit lagi jika kita sering mengeluh. Itulah mengapa dalam Islam menempatkan hamil dan melahirkan sebagai salah satu alasan bagi manusia untuk berbuat baik dan berbakti kepada orang tua, terlebih kepada ibu yang telah berpayah-payah hamil dan melahirkan kita. Karena itu mari dinikmati sebagai sebuah anugerah dan nikmat yang istimewa dari Allah, bukan malah menjadikannya sebuah beban
.
- Selalu Berkhudznudzon dan Berprasangka Baik Kepada Allah
Dalam menjalani kehamilan kali ini saya selalu berusaha positif thinking. Saya terus saja membisiki diri dan mensugesti pikiran bahwa semua akan baik-baik saja meskipun harus melewati kehamilan seorang diri.
Allah sesuai persangkaan hambaNya, ketika saya yakin kalau saya mampu menjalani ini semua, saya yakin Allah akan mampukan, dan Alhamdulilah Allah selalu mudahkan, ada saja pertolongan Allah yang diberikanNya kepada saya.
Salah satu sumber kekuatan saya juga dalam menjalani kehamilan ini seorang diri adalah firman Allah bahwa “Laa Yukallifullahu Nafsan Illa Wus’aha” (Allah tidak akan membebani hambaNya di luar batas kemampuannya). Ayat inilah yang senantiasa memotivasi saya, bahwa ketika Allah menakdirkan saya menjalani kehamilan ini sendiri, berarti Allah sudah menilai saya mampu dan bisa menjalaninya, karena itu mari dinikmati dengan senantiasa berkhusdnuzon kepadaNya 
- Merasa Tidak Sendiri dan Ada Allah Yang Selalu Membersamai
“Kamu gak apa-apa Tris menjalani kehamilan sendiri disini? Sanggup?”
“Kenapa gak cuti aja dulu? Berat loh kalau harus hamil jauh dari suami dan keluarga”
“Udah..jangan ngejar duit terus, si baby lebih penting. Kalau saya jadi suamimu Tris, udah gak saya biarkan kamu kerja, apalagi kalau hamil jauh-jauh begini, sendiri pula”
Begitulah komentar-komentar yang sering saya dapati selama menjalani kehamilan kali ini muehehe. Sebenarnya mereka ada benarnya sih, yah emang berat menjalani kehamilan sendiri dan jauh dari keluarga. Semua wanita yang pernah merasakan kehamilan dan semua suami yang pernah mendampingi istrinya hamil pasti tahu rasanya. Karena itu sangatlah beruntung wanita yang selama hamil selalu di dampingi suaminya dan dekat dengan keluarga. Namun, jika kita belum mendapatkan nikmat untuk di dampingi suami dan keluarga, juga bukan berarti kita tidak beruntung dan menjadikan pembenaran untuk bisa selalu mengeluh, hanya saja tantangannya jadi lebih berat karena harus berjuang sendiri, harus lebih setrong dan harus pandai dan kreatif mengambil inisiatif sendiri ketika menghadapi keluhan-keluhan selama kehamilan.
Namun saya selalu menanamkan dalam hati bahwa saya tidak sendiri (meskipun kelihatannya seperti itu). Saya punya Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim. Saya yakin Allah akan selalu menjaga saya di saat penjagaan keluarga tidak sampai kepadaku. Saya sampai takjub dengan cara Allah menjaga dan memelihara janin dalam rahimku, ketika saya harus bergerak super aktif setiap hari, naik turun tangga sehari minimal 3x, dinas kesana kemari, Alhamdulilah Allah selalu berikan kemudahan, sehingga segala keluhan-keluhan yang kurasakan selama kehamilan ini masih bisa saya atasi seorang diri. Jadi, mari dinikmati dengan selalu merasa Allah selalu ada membersamai kita 
***
Itulah ketiga tips yang selalu saya ingat dan menjadi motivasi jika kelelahan datang melanda, Alhamdulilah ketika mengingat tips itu lagi, jadi malu mau mengeluh, toh kesulitan dalam menjalani kehamilan adalah sebuah keniscayaan, maka sangat disayangkan jika kita menjalankannya tanpa memandangnya sebagai bagian dari ibadah kita kepada Allah.
Jadi, buat wanita-wanita hamil di luar sana yang senasib dengan saya (harus berjuang sendiri menjalani kehamilan sendiri) tanpa didampingi suami, apalagi jika di perantauan juga yang jauh dari keluarga, jangan berkecil hati. Tetaplah yakin dan percaya bahwa kalian bisa, meskipun sendiri. Terkadang kita lebih kuat dari yang kita bayangkan, apalagi jika ada si baby yang jadi motivasi. Percayalah..Allah tidak tidur, Dia pasti tidak akan menelantarkan hambaNya yang tengah berjuang berpayah-payah menjalani kehamilan. Doa dan Trust. Trust dan Doa. Itu saja kuncinya. Jadi tetap semangat demi si kecil yah. Semangat 