Tak terasa sudah setahun yang lalu ternyata, rupanya hari bergulir begitu cepat. Saya masih ingat setahun yang lalu, kala kudapat pesan itu, berita tentang kepergiannya dari keluarga. Bagai disambar petir saat Shubuh itu saya mendengar kabar bahwa dirinya sudah tidak ada lagi didunia ini . Bukan..bukannya saya mendadak lupa kalau syarat mati harus tua dulu, atau harus pegang tongkat dulu, hanya saja kepergiannya yang begitu cepat, mendahului orangtua dan kakak-kakaknya bahkan diusia yang relatif muda, saat berada dipuncak karir adalah tamparan buatku. Setidaknya darinya saya belajar lagi kalau usia memang hanya sekelebat. Saya akui saat itu saya amnesia luar biasa, terlalu sibuk memikirkan jodoh yang belum pasti, sampai lupa memikirkan jatah usia dipakai untuk apa, terlalu sibuk memikirkan persiapan nikah, sampai lupa mempersiapkan bekal pulang ke kampung abadi
Senin tanggal 29 Agustus setahun yang lalu, saat itu kerjaan di kantor menumpuk, bersamaan dengan itu juga Pak Yusli (bos 01 Kemindo) bersama istrinya lagi visit di pabrik dalam rangka mengadakan sembahyang menurut kepercayaannya (Budha). Memang tiap tahun beliau rutin mengadakan sembahyang disini sebagai bentuk syukur atas pencapaian perusahaan katanya. Waktu itu, saya yang diminta mempersiapkan acaranya, mulai dari cari bahan makanan hingga acara masak-masaknya, namun saya tidak bisa konsentrasi sama sekali, mataku sembab karena menangis seharian, sampai-sampai teman-teman yang lain dan istri Pak Yusli mengomentari mata sembabku, mungkin mereka khawatir kalau sesuatu yang buruk telah menimpaku.
Sewaktu sepupuku (Accung dan Acank) mengirimkan foto kondisi terakhir Muaz yang badannya sudah kurung ceking sewaktu masih di Bantaeng (sebelum dibawa ke RS.Awal Bros), sebenarnya saya sudah mempresiksi kalau mungkin umurnya sudah tidak lama lagi. Saat sepupuku yang lain tidak henti menelpon dan mengirimiku pesan mengabarkan kalau kondisi Muaz sudah parah dan kemungkinan sembuhnya kecil, disaat itu juga perasaanku sudah acakadut tidak karuan, apalagi orangtuanya sudah memanggil keluargaku di Tamalate dan keluarga di Toddopuli untuk berunding memutuskan apakah Muaz akan dirujuk ke RS Awal Bros atau dirawat dirumah.
Meskipun begitu, saya tidak pernah henti mendoakan kesembuhannya. Waktu itu saya sangat berharap kalau Allah masih memberikan kesempatan dia untuk hidup, apalagi sudah dua tahun belakangan saya tidak sempat bertemu dengannya karena kami sama-sama sibuk dengan kerjaan masing-masing. Kami hanya sering berhubungan lewat bbm dan sosmed.
Ahh., Muaz..saya sama sekali tidak menyangka kalau pembicaraan kita ditelpon waktu lebaran itu adalah terakhir kali saya bisa mendengar suaramu. Saat kau memaksaku mudik ke Bantaeng, bahkan waktu itu kau mau menjemputku, namun lagi-lagi saya sepupumu masih sok sibuk dengan urusanku sendiri sampai melupakanmu. Kebetulan tahun lalu itu, saya memang tidak sempat mudik karena suamiku waktu itu lagi sowan ke rumah mau bertemu dengan keluarga, jadi berkali-kali planning mudik gak pernah terlaksana. Dan keputusanku yang tidak mudik saat itu sampai sekarang masih kusesali, karena setelahnya saya sudah tidak bisa bertemu dengannya, terlebih lagi karena tante Salma juga akhirnya menyusul kepergian Muaz Maret 2017 kemarin.
Sekarang, sambil mengenangnya, saya jadi kangen dengan moment-moment yang telah kami lalui bersama. Dulu, sewaktu kecil kita berempat dengan Mira dan Imam langganan jadi passappi jika ada tante atau sepupu yang menikah. Mulai dari Om Anas, K’Isna, K’Opi, K’Ipa, kita berempat yang selalu jadi passapinya. Saya juga ingat pernah melarikan diri bersamamu ke Ermes tidak minta izin sama mace, akhirnya kau lagi yang dijadiin tersangka sama Mama padahal waktu itu saya yang memaksamu membawaku (maapken ya cyin, karena saya kamu jadi dapat marah muehehe). Moment terakhir kita bersama adalah tahun 2013 lalu saat kita rame-rame ke kebun Om Anas naik mobil open cup, bakar-bakar jagung, lalu pulangnya kita singgah di Pantai Seruni makan pisang Epe.
Saya ingat saat kau baru saja diwisuda dan mulai mencoba peruntungan mencari kerja, kau curhat padaku kalau tidak ingin bekerja dikampung, harus dikota besar agar terkesan prestise ala-ala gimana gitu. Dan tak jarang kau juga sering mengejekku yang sudah bertahun-tahun kerja dipedalaman.
“Saya aja gak betah kerja dikampung Inna, kok kamu bisa survive gitu yah dihutan lama-lama? Pantas aja gak ada cowok kota yang mau melamar, gak pernah keliatan dikota sih! Jangan-jangan nanti orang utan lagi yang datang kerumahmu say. Liatmi nanti, pasti nalumbaiko Kia duluan menikah”, katamu waktu itu sambil tertawa mengejek.
Aah..kalau saja kamu masih hidup sekarang say, ingin rasanya kujitak kepalamu karena tebakanmu salah, sekarang saya sudah nikah, dan suamiku orang kota loh say, namun sayangnya kamu tidak berkesempatan bertemu dengannya. Kamu tidak memberiku kesempatan untuk pamer “Nah kan..cewek hutan juga punya kualitas yang bisa membuat cowok kota datang melamar kan?, tapi tebakanmu yang bilang Kia duluan nikah emang benar sih!” muehehe
Engkau, sepupuku yang paling cerewet, yang paling getol memaksaku agar memperhatikan tubuh ini yang kadang melalaikan haknya, bahkan terkadang lebih rewel dirimu dari mace muehehe
“Jangan laloko tunda-tunda makan say, kalau lapar langsung makan, jangan karena banyak kerjaan lupa makan, gak baek juga kalau terlalu seringko begadang say, itumi bikin tambah kurusko karena kurang tidurmu”, katamu waktu mencerewetiku di bbm saat saya curhat padamu.
Muaz.. lebaran kemarin saya ke Bantaeng, dan tidak kupungkiri masih baperka gang’ saat masuk ke kamarmu, masih banyak jejakmu tertinggal disana. Baju-bajumu masih rapi tergantung di lemari, seolah-olah masih merindukan dipakai tuannya. Sayapun menyempatkan diri berziarah ke makammu, dan saya tambah baper sebaper-bapernya karena saat itu, ternyata saya harus berziarah untuk dua makam sekaligus, makammu dan makam tante Salma (Ibumu) yang bersebelahan dengan makammu yang juga menyusul kepergianmu bulan Maret kemarin.
Aah..Mudikku jadi gak seru tanpa dirimu say, kami selalu mengingatmu apalagi saat acara nikahannya Accung, Empatmi sepupumu nikah gak kau hadiri nah! Saat moment-moment begitulah kami sering mengingatmu. Bahkan saat acara pernikahannya Khiya waktu itu, saat teman-temannya Raghil dari Bank Mandiri datang, tetiba kita nangis berjamaah karena teringat padamu, apalagi bapakmu Om Mulu paling kenceng nangisnya, karena biasanya kamu paling eksis kalau moment-moment begini, acara serasa ada yang kurang tanpa kehadiranmu ?.
Inilah beberapa kenangan kita bersepupu say, sengaja saya posting untuk mengingat kembali indahnya masa-masa ngumpul bersama sepupu-sepupu dulu;
![]() |
Saat di puncak gunung di Lannying tahun 2008 |
![]() |
Foto bareng saat pernikahan K’Aik di gedung Balai Mutiara 2009 |
![]() |
Rekreasi ke permandian Eremerasa tahun 2010 |
![]() |
Jaman masih ngalay di Nav tahun 2011 |
![]() |
Narsis-narsisan di fotobox tahun 2010 |
![]() |
Bakar-bakar jagung di kebun om Anas |
![]() |
Moment terakhir bersama Muaz saat foto bareng di kebun jagung Om Anas |
Sekarang hanya doa yang bisa ku kirimkan padamu, semoga kau merasakan kebahagiaan di alam sana. Dan pada akhirnya, sayapun juga nanti pasti akan menyusulmu. Terima kasih atas segala perhatianmu padaku selama hidupmu bebz, makasih juga karena sudah bersedia menjadi konsultan perawatan tubuhku.
I’m always pray for you ?
Al Fatihah.
Teruntuk sepupuku yang telah dijemput Tuhan lebih dulu, Di sudut terpencil Sulut, saya merindumu 

No comments:
Post a Comment