Saturday, 17 February 2018

When I Lost My Father A Year Ago

Hari ini tepat setahun abba meninggal dunia. Setahun adalah waktu yang singkat sekaligus panjang untuk saya. Singkat karena rasa-rasanya baru kemarin menit-menit mendebarkan itu berlalu saat nafas abba terhenti tepat di hadapan saya, panjang karena kematian selalu saja membuat jarak terlempar jauh, tidak dapat di tempuh meski dengan kecepatan cahaya sekalipun.
Setahun..iya tidak terasa sudah setahun yah.. saat saya membatin ketika kemarin melewati sebuah masjid tempat sholat jumat dan mendengar seorang ustadz sedang khutbah di mimbar. Saya kembali teringat saat dulu semasa masih kuat abba juga selalu berdiri disitu berkhutbah jumat bergantian dari satu masjid ke masjid yang lain sesuai jadwal yang telah di tentukan Departemen Agama.
Sekarang saya sadar bahwa ternyata bukan kematian itu yang membuat saya sedih dan bermata sembab saat tahun lalu hati saya mendadak kosong saat abba pergi untuk selamanya. Bukan kematian itu kan abba? Sebab saya paham betul bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti untuk setiap kita dan saya pasti juga akan menyusul abba, hanya saja waktunya masih dirahasiakan dan abba yang ditakdirkan Allah pergi lebih awal. Sejauh ini saya mendapati, penyesalanlah yang sering membuat saya mewek, mengapa dulu tidak lebih menghargai kebersamaan, mengapa dulu tidak berbakti dengan sebaik-baiknya, mengapa dulu tidak bisa membersamai lebih lama, mengapa dulu tidak bertutur lebih baik, mengapa dulu saya tidak sering-sering memberi abba hadiah, dan masih banyak lagi penyesalan-penyesalan yang lain. Keadaan ini sungguh tidak mudah untuk diselesaikan, saya tidak bisa sesegerakan mungkin menata hati, tapi seperih apapun perpisahan selalu saja mengajarkan betapa berharganya suatu kebersamaan yang jarang kita sadari.
Abba, saya sudah berjanji untuk tidak boleh lagi mengulang kesalahan yang sama, ke depan saya akan lebih menghargai kebersamaan, berbakti dengan sebaik-baiknya, tidak meninggalkan duka di hati mama dan kakak-kakak saya. Jarak kita saat ini memang sudah terlampau jauh dan akan sia-sia saja meskipun ditempuh dengan kecepatan cahaya sekalipun. Tapi saya yakin do’a saya untuk abba pasti sampai.
“Apabila seseorang mati, seluruh amalnya akan terputus kecuali 3 hal: sedekah jariyah, ilmu yang manfaat, dan anak sholeh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
“Orang-oranng yang beriman, dan anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka.” (QS. At-Thur: 21).
Setelah orang tua meninggal, ada banyak cara bagi si anak untuk tetap bisa berbakti kepada orang tuanya. Mereka tetap bisa memberikan kebaikan bagi orang tuanya yang telah meninggal, berupa aliran pahala. Dengan syarat, selama mereka memiliki ikatan iman.
Abba, tidak berasa hari begitu cepat berganti, tidak terasa dua puluh delapan tahun saya berada dalam naungan abba semasa abba hidup. Sebuah naungan yang nyaman tempat saya selalu merasa aman. Sebuah naungan menyenangkan, dimana rasa sedih dan galau bisa sekejap hilang kala mendengar nasihat menenangkan yang abba ucapkan dengan lembut dan penuh kasih.
Abba bagaikan malaikat yang dikirim Allah untuk saya. Sebagai sosok pelindung yang menjaga tanpa lelah. Seorang ayah yang memiliki ruang kesabaran melebihi luasnya samudera. Berkat penjagaan abba yang penuh makna, saya bisa menjadi seperti sekarang ini.
Dari abba, saya belajar mengenal Tuhan dan kitab suciku, abbalah yang pertama kali mengenalkan huruf hijaiyah padaku dan mengajarkan bagaimana membaca Al Qur’an dengan tartil. Dari abba saya belajar untuk bersikap tenang menghadapi masalah. Dari abba, saya banyak belajar memaknai berbagai hal tentang makna hidup. Dari abba, saya banyak bertanya tentang ilmu agama, hukum-hukum fiqih dan muamalat, hukum-hukum tajwid, hingga pertanyaan sepele sekalipun. Abba ajarkan segala sesuatu yang ingin saya tahu sehingga ilmu-ilmu yang abba ajarkan masih terkenang hingga kini.
Hari ini, tertanggal tujuh belas bulan Februari tahun 2018, tepat setahun kepergianta abba, namun kami sadar yang pergi itu hanya ragata, bukan ruh serta kenanganta. Masih terekam jelas dalam ingatan semua tentang kita.
Kami masih sangat merindukanmu. Terima kasih untuk segala cita, cinta, dan pengorbanan yang telah abba berikan ke kami anak-anakmu, maafkan kami yang belum bisa membalas sedikitpun, meski memang sampai kapanpun tidak akan bisa kami balas.
Sungguh, abba tak pernah meninggalkan kami. Kepergianmu duluan menghadapNya adalah untuk menunggu kami anak-anakmu dikehidupan kekal abadi. Abba tidak pergi jauh kemana-mana, namun abba tetap berada di hati kami.
Foto di atas adalah foto saat sungkeman di moment pernikahanku, moment terakhir saya bersama abba. Saya bersyukur Allah masih memberikan abba kesempatan menyaksikan pernikahanku, meski tidak lama, hanya dua bulan berselang Allah telah memanggil abba kembali keharibaanNya.

Lewat sujudku kupanjatkan doa, semoga Allah menerima segala amal shaleh abba selama hidup didunia, diampuni dosa-dosata, dilapangkan kuburta dan diberikan tempat terbaik disisiNya. Amien
Al Fatihah..

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...