Thursday, 8 June 2017

Makassar Yang Selalu Kurindukan

Biasanya kalau saya bercerita tentang kampung halaman seringnya membuatku baper. Bagaimana tidak? Ini adalah tahun ke enam saya merantau jauh dari keluarga. Sejak mulai bekerja selepas kuliah awal 2011, saya sudah melanglang buana meninggalkan kampung halamanku. Yah..sekarang saya bekerja di pedalaman Sulawesi Utara setelah sebelumnya bekerja di pelosok Sulawesi Tenggara yang semuanya jauh dari keramaian dan hingar bingar kota. Sementara kampung halamanku sendiri di Makassar, kota Metropolitan terbesar kelima di Indonesia. Dan rumahku sendiri bermukim dipusat kota tersebut.

Pertama kali merantau, hidup sendiri di kampung orang, itu rasanya nano-nano, manis asem asin di hati yang sering baper. Tiap hari ada saja yang membuat rindu keluarga dan kampung halaman. Kenyamanan hidup di kota besar dengan fasilitas yang lengkap harus berganti dengan hidup di pelosok yang bahkan untuk peneranganpun masih memakai genset. Makan gak bisa milih-milih, yang penting bisa ketelen aja. Sinyal telpon menjadi barang mahal, mesti rebutan sama yang lain di bawah tower. Dan yang lebih emejing lagi, mau kemana-mana juga harus pakai perahu kayu nyebrang laut. Jadi, bisa kebayang kan gimana kerennya pengalaman dan perjuanganku hidup di tanah rantau waktu itu? Serasa jadi si Bolang di Jejak Petualang muehehe.

Namun, saya tidak pernah menyesali keputusanku hidup merantau. Perjuanganku itu menambah pengalaman hidupku untuk bisa survive di kampung orang, yang di kemudian hari pasti akan kukenang. Seperti semboyan nenek moyang Bugis Makassar "Sekali Layar Berkembang, Pantang Biduk Surut ke Pantai,", yang artinya ketika kita telah mengambil langkah ke depan, pantang untuk mundur lagi, karena apa yang telah kita ambil tidak dapat lagi kita kembalikan.

Karena itu, waktu-waktu pulang ke kampung halaman adalah waktu yang sangat kunanti. Setelah merantau, saya jadi tahu bagaimana rasanya rindu, bagaimana berharganya waktu bersama keluarga, sehingga setiap detiknya begitu berharga untuk menghabiskan waktu bersama mereka. Rindu kepada kampung halaman, kepada keluarga, kepada orangtua, dan pada orang-orang yang ditinggalkan, begitu terasa kedalam sanubari.

Merantau mengajarkanku arti sebuah perpisahan, dan semakin mengerti mengapa orang tuaku dulu berat melepas kepergianku. Yah..Merantau membuatku jadi lebih mandiri dan lebih tangguh menghadapi kehidupan.

Berbicara tentang Makassar, otakku kemudian menerawang jauh, mencoba menemukan sudut dari kotaku yang menarik untuk kuceritakan. Saya yang jarang pulang, seolah merasakan perbedaan setelah terakhir kali menginjakkan kaki di kota Anging Mammiri tersebut. Mulai dari segi suasana kotanya, orang-orangnya, hingga banyak gedung- gedung tinggi menjulang yang baru berdiri. Yah..Sejak beberapa tahun belakangan Makassar memang berkembang pesat. Kota ini seperti bersolek hingga terlihat semakin menarik. Kota yang sering disebut sebagai gerbang Indonesia bagian timur ini memang meninggalkan banyak kesan dan kenangan buat mereka yang pernah datang kesini. Entah karena kulinernya, entah karena tempatnya, entah karena budayanya, atau karena orang-orangnya yang ramah.

Karena ketika saya bercerita tentang Makassar, itu berarti saya sedang bercerita dan menikmati tentang kisahku sendiri. Sepertinya bukan hanya buat saya yang kebetulan lahir dan besar disana, namun bagi siapa saja yang pernah punya cerita disana. Cerita tentang apa saja, tentang siapa saja, dan tentang dimana saja. Makassar tidak hanya bercerita tentang Coto, tentang Konro, tentang Pantai Losari, tentang Pisang Ijo, tentang Karebosi, atau tentang Pete-Pete. Namun, cerita dibalik itu semua, di balik cangkir demi cangkir Sarabba.

"Halo Makassar, Apa kareba? Baji-baji ja ki? Rasanya rindu sekali denganmu. Apakah kau juga merindukanku? Oh..Iya..Bagaimana dengan kotamu? Apa semakin berkembang? Semakin indah kah? Apa kamu juga semakin rapi, bersih, tidak rantasa' lagi atau malah sebaliknya?"

"Duhh..maaf..pertanyaanku terlalu banyak yah? Maklumlah, perantau sepertiku suka ngepoin keadaanmu disana. Sebentar lagi kita akan ketemu. Insyaa Allah, saya akan mudik lebaran. kerinduanku padamu akan terbayar sudah. Saya akan menikmati malam takbiran dan Hari Kemenangan bersamamu. Jadi tunggu saya yah di kotamu."

Salam Rinduku ðŸ˜˜

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...