Friday, 30 June 2017

Reuni Satu Dekade 39

Moment setelah lebaran adalah moment yang paling baik dan tepat untuk acara silaturahmi dan ngumpul-ngumpul bersama teman. Tak terkecuali bagi kami angkatan 39 Sekolah Menengah Analis Kimia, apalagi tahun ini bertepatan juga dengan satu dekade kelulusan kami dari sekolah tercinta. Yah..angkatan 39 lulus tepat sepuluh tahun yang lalu, tahun 2007.
Tak terasa satu dekade sudah kami menanggalkan pakaian kebesaran kita Putih Ijo. Rasanya baru kemarin kami memeluk hangat kisah-kisah indah di sekolah. Moment reuni adalah moment untuk berkumpul  dan bernostalgia kembali mengenang masa-masa indah,  masa-masa sulit, masa-masa suram, dan masa-masa romantis di sekolah dulu ?
Hmm.. Apa sih arti angkatan 39 buatku?
Bagiku, angkatan 39 menyimpan kesan dan kenangan tersendiri, begitu precious, karena di angkatan ini pula saya mendapatkan jodoh *acieee* (eeitzz..tapi kami gak cinlok loh yah waktu disekolah dulu ). Mungkin begitu pula bagi sebagian teman yang berjodoh dengan sesama teman 39 yang lain punya kenangannya masing-masing, ada yang memang sudah cinlok dari dulu, ada yang baru dekat setelah menjadi alumni, dan ada yang tiba-tiba berjodoh saja tanpa ketahuan pernah dekat dan pacaran (like us) whahaha. Namun, ada pula yang lama pacaran saat sekolah dulu namun tidak berjodoh (duh..paling gak enak kalau pasangan yang begini nih saat reunian, apalagi jika yang satunya sudah nikah yang satunya masih jomblo).
Selain moment asmara dan moment organisasi, yang paling diingat adalah moment kenakalan-kenakalan ala anak remaja zaman sekolah dulu. Ini dikuatkan pula oleh pembina kesiswaan Pak Rasyid saat  diminta memberikan komentar dan kenangan yang paling berkesan, serta siswa yang paling meninggalkan kesan mendalam di angkatan kami, ternyata yang paling diingatnya adalah saat-saat kenakalan John dan Syawal, serta moment keracunan massal dulu yang pernah kami alami selepas acara Cepat Tepat Kimia.
Yah..masa-masa sekolah memang meninggalkan banyak kesan, baik kesan bersama guru, teman, organisasi, dan moment-moment berharga lainnya. Karena itu reuni adalah salah satu ajang untuk mengingat kembali atau flash back sejenak mengenang masa-masa itu, sambil mempererat silaturahmi antar teman dan anggota keluarganya.
Mungkin kalau saya bisa menjabarkan manfaat reuni dan temu kangen diantaranya adalah:
  • Menjalin Silaturahmi
Setelah lulus dari almamater, boleh dibilang kita sudah sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga waktu untuk bertemu sudah jarang bahkan ada yang tidak pernah sama sekali bertemu setelah berpindah kota. Maka reuni menjadi salah satu ajang untuk kembali menjalin silaturahmi, agar meskipun telah lama menjadi alumni silaturahmi masih tetap terjaga.
  • Mengenang Masa Lalu Saat Menjadi Siswa
Setiap orang pasti mempunyai kenangan dalam hidupnya, dan biasanya masa-masa remaja dan masa-masa sekolah mengambil tempat yang paling besar di memori otak kita. Karena itu reuni menjadi salah satu ajang untuk flash back kembali mengenang masa-masa indah di sekolah dulu. Saat semua orang mulai bercerita tentang kenangan mereka, maka saat itulah kita rasanya rindu dan ingin kembali ke masa sekolah.
  • Memperpanjang Usia
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang banyak dikelilingi teman dan saudara, kemungkinan meninggalnya berkurang 50% dibandingkan mereka yang tidak memiliki kehidupan sosial dan jarang bersosialisai. Kehidupan sosial yang lebih baik membuat kita rata-rata hidup 3,7 tahun lebih lama, karena dengan bersosialisai dapat mengurangi stress dan depresi. Meskipun soal umur penentunya tetap Allah, namun bersilaturahmi dan bersosialisasi adalah salah satu ikhtiarnya, termasuk reuni.
  • Menambah Rezki
Mungkin kita pernah mendengar kalau silaturahmi akan menambah rezki. Yah..karena jalan rezki bisa saja dari teman kita, who knows kan? Jadi, jangan pernah memutuskan silaturahmi, karena itu berarti juga akan memutus jalan rezki kita.
Ingat, kita bukan siapa-siapa. Kita juga bukan apa-apa. Maka peliharalah TEMAN dan PERTEMANAN kita. Karena kita adalah HOMO HOMINI SOCIUSmanusia adalah kawan bagi sesama.
Dan penting buat kita. A good friend is like star. You can not always see it, but you realize it will always be there – Teman itu layaknya bintang, kamu memang tidak selalu bisa melihatnya tapi percayalah mereka selalu ada.

Sunday, 25 June 2017

Salah Mengingat Alamat Rumah

Hari ini adalah hari yang konyol buatku, bahkan hingga malam ini saya masih saja mengutuk dan menertawakan kekonyolanku wkwkwk
Apa pasal?
Karena..eeh..karena..saya lupa alamat dan nomor rumahku sendiri pemirsah haha..
Jadi ceritanya sepulang lebaran dan ziarah kubur ke makam abba, kami sekeluarga (2 mobil) sepakat akan audit dan inspeksi (acieee..istilahnyee ?) di rumah barunya K’Ita di Gowa dan di rumah kami yang baru selesai direnovasi di Padi Residence. Nah, sebelum berangkat saya udah ditanyain nih sama mereka-mereka;
“Inna udah tau kan alamat rumahnya say?”, kata K’Umi
“Siip, beres itu kak, udah 2 kali kesanapun”, kataku dengan pedenya.
“Kunci sudah ada kan?”, K’Ira menimpali
“Udah kok..Nih.., kataku sambil memperlihatkan gantungan kunci di tangan”
Akhirnya kami siapkanlah bekal. Karena ini judulnya kunjungan apalagi masih suasana lebaran, kami bawalah beberapa makanan ringan, es buah, dan cemilan-cemilan (karena banyak bawa bocah ini makanya harus siap segepok cemilan ), rencananya memang  mau istirahat sambil tinggal-tinggal bentar, makan bekal sikit disana sambil duduk manits, karena itu udah sediain karpet juga (planning yang oke bangeets kan? haha). Pokoknya semua udah disiapin dengan matang banget deh, dan bocah-bocah ini juga pada appreciate pengen ngeliat rumah baru katanya (sayangnya gak kesampaian wkwkwk)
Karena jarak dari pekuburan lebih dekat ke rumah K’Ita daripada rumah di Padi Residence, akhirnya kami memutuskan ke rumah K’Ita dulu, balik darisana baru ke rumah kami, biar lebih dekat juga saat pulang nanti, gak bolak balik lagi.
Inspeksi di rumah K’Ita berjalan mulus tanpa kendala apapun. Ini pertama kalinya juga kami kemari. Kalau saya lihat sih udah 70%  perbaikan bangunannya, harusnya kalau mau ditempati udah boleh bangets. Rumah K’Ita juga tipe 36 sama dengan rumah kami, tapi bangunannya lebih luas, ruang tamu dan ruang tengahnya gede’, halamannya juga lebih besar, dan di belakang bangunan banyak kelebihan tanahnya, itulah yang direnovasi K’Ita buat bikin dapur dan tempat mencuci. Hanya saja karena belum ditempati dindingnya banyak dimakan rayap sampai dia atas atap palfon. Lingkungannya pun sudah rame, tetangganya udah banyak, di ujung lorong bahkan udah ada warung makan, dan 30 meter dari situ udah ada playgroup dan TK. Masjid juga lumayan dekat, hanya berjalan kaki beberapa meter, pokoknya lumayan strategislah lokasinya.
Inilah Penampakan Rumah K'Ita dari Depan
Nah, setelah dari rumah K’Ita kemudian kita menuju Padi Residence. Saya disuruh jadi penunjuk jalan (haha..padahal saya paling lemot kalau disuruh ngapalin jalan ).
“Lewat manaki ini Inna”? Tanya K’Opi
“Lewat Pao-Pao mi kak biar lebih dekat”, jawabku ( Ini karena Pak Suami pernah bilang begono muehehe)
“Jalan apakah itu Padi Residence?”, K’Opi nanya balik
“Jalan Manggarupi kalau nggak salah Kak”, jawabku sok tahu haha (kesalahan pertama ?)
Alhasil karena saya salah sebut jalan, akhirnya nyasarlah kita muter-muter gak ketemu rumahnya haha. Malah tau-tau udah sampe di Hertasning aja, gak nampak lorong perumahannya . Setelah nyadar kesasar, kamipun mutar balik, saya tiba-tiba ingat kalau Padi Residence tetanggaan dengan Citra Garden, coba nanya-nanya orang sekitar, ternyata mereka lebih tau Citra Garden daripada Padi Residence hihi. Salah seorang warga nunjukin kami jalannya, untuk lebih meyakinkan saya juga pakai GPS. Setelah disertai adegan nyasar-nyasaran, tiba jugalah kami  di depan pintu gerbang Padi Residence.
Begitu masuk gerbang, Securitynya nanya;
“Mau ke blok berapa Pak?”, tanya Security
“Blok C pak”, saya langsung nyahut dari bangku belakang.
“Disini semuanya blok C Bu, Blok C berapa yah”?, tanya Security lagi.
“Blok C30 Pak”, jawabku dengan sok tahunya. (kesalahan kedua )
” Gak ada Bu C30, yang ada hanya sampai C15 “, Security menimpali kesalahanku
” Waduh, blok berapa dong yah? Yang saya ingatnya hanya nomor 30 Pak” (padahal yang inipun salah juga haha)
“Yang mau kita datangi ini rumah kosong Pak, rumah saudara, cuma mau liat luarnya doang”, Kak Wiwing kemudian berkomentar (nah..kan..akhirnya perkataannya ini jadi kenyataan wkwkwkw)
Akhirnya Securitynya ngalah dan membiarkan kami masuk (ntah karena kasihan atau pegel gak nyambung sama jawabanku, atau dikiranya kita wong deso lagi yang jauh-jauh datang dari kampung wkwkwkw).
“Lorong ke berapa ini Inna?”, tanya Kak Wiwing begitu mobil telah masuk gerbang.
“Lorong kedua Kak”, jawabku.
Begitu masuk lorong kedua, ternyata rumahnya di lorong ketiga haha (kesalahan ketiga )Kak Wiwing saja yang biasanya no coment sampai geleng-geleng kepala melihat saya yang sedari tadi salah mulu (padahal masih ada kesalahan yang lebih parah hahaha).
Sampai depan rumah C11/30 yang kusangka rumahku (jiaaah..jadi malu pemirsah??) merekapun turun. Kebetulan rumah ini ada tali warna biru depan halamannya yang bersimpul menyerupai pita dan jendelanya dipakein wallpaper kupu-kupu.
“Tante Inna mau gunting pita dulu sebelum masuk rumahta”, kata Ika sambil becandaan melihat tali yang bersimpul pita. Saya hanya senyum-senyum menghadapi tingkah ponakanku ini
“Tawwa, adami AC nya kamarnya tante Inna”, kata K’Umi melihat ada kipas AC di atas jendela merk Modena. Saya hanya ngangguk-ngangguk tanda mengiyakan, padahal sayapun gak tahu furniture apa saja yang udah ada didalam rumah ini (idiiih..tuan rumah yang aneh)
“Memang jendelanya sengaja diganti motif kupu-kupu kah Inna? Gak nyangka ternyata Uya seleranya kupu-kupu yah?”, kata K’Ira mengomentari motif jendela yang bergambar kupu-kupu. Saya lagi-lagi hanya mengangkat bahu tanda tak tahu (karena saya terakhir kali kesini waktu rumah ini masih polos, sekarang sudah direnovasi sama suami, dan saya sama sekali gak tahu bagian-bagian mana saja yang direnovasi).
Sayapun menuju pintu untuk membuka kuncinya, namun berapa kali kucoba gak bisa. Jangankan mau terputar, masuk ke lubangnya saja tidak bisa. Lalu saya panggil K’Opi untuk mencoba, mana tau tanganku yang belum beruntung *pikirku waktu itu*, tapi gak bisa juga. K’Adi, K’Ita, K’Wiwingpun sudah mencoba semua gak ada yang berhasil (yah..iyalah gak bisa, namanya juga salah kunci haha). Begitu K’Umi perhatikan bentuk ukiran kunci dan lubang kunci di pintu memang beda banget.
“Kayaknya bukan kuncinya ini Inna, perhatikanmi kunci sama lubang kuncinya, beda geriginya dek, gak salah kunciji kah?”, kata K’Umi.
“Gak taumi juga Kak, karena Mama ji yang dikasih sama Uya, bukan saya”, kataku menimpali.
“Gak salah ambiljiki kunci kah Ma? Memang yang nakasihki Uya kunci yang gantungan Malaysia ini”?, tanya K’Ira sama Mama
“Betulmi kayaknya karena tidak ada kunciku gantungan Malaysia, tapi tidak tahumi juga deh, jangan-jangan memang saya salah ambil kunci karena banyak itu kunci dilaciku”, Mamapun menjawab tidak yakin (Ini karena Mama juga orangnya kadang pelupa).
“Jadi bagaimanami? Gak bisami orang masuk ke rumah baru? Aiih..kecewa penonton”? Komentar Raghil.
Sayapun berinisiatif untuk menelpon orang di Minasa Upa biar Raghil bisa mengambil kunci serep yang disimpan disana juga, tapi nihil gak ada yang mengangkat teleponku. Wa sama BBM ku juga gak dibalas (ternyata merekapun pergi ziarah ke Antang waktu itu).
Akhirnya karena waktu sudah pukul 2.15 dan orang-orang pada belum sholat Dhuhur (tadinya rencana mau sholat Dhuhur disini tapi karena gak bisa masuk rumah haha), akhirnya kamipun memutuskan pulang, apalagi sudah lelah juga mutar-mutar dari pagi, belum lagi hari ini juga rencana mau mengunjungi Tante Ida di Toddopuli karena besok dia sudah mau ke Bantaeng, dan sayapun mau ke Minasa Upa, sowan ke mertua.
Inilah kami yang seperti pengungsi (telantar depan rumah orang) haha
Sebelum pulang dan naik ke mobil, K’Adi dan K’Wiwing sempat mengomentari rumah C11/31 di sebelahnya (yang sebetulnya rumah kami yang dikomentarinya haha).

“Ini tetanggamu di sebelah kayaknya maumi na tempati rumahnya di’ Inna”? Jadimi halamannya tawwa”, Kata K’Adi sambil nunjuk rumah C11/31.
“Pintu sama jendelanya sudah semua naganti punyanya. Orang mana ini tetanggamu?” tanya K’Wiwing kemudian yang hanya kusahut dengan ‘no coment’ (dalam hati ngedumel, kok sempat-sempatnya mereka ngepoin rumah tetangga padahal kita udah bete gak bisa masuk kerumah sendiri, pikirku waktu itu)
Gak lama setelah K’Adi  dan K’Wiwing komentar, saya lihat Hanim membuang sampah kerupuknya ke sebelah (ke rumah kami maksudnya, tapi masih belum ngeh hihi), sayapun sontak melarang “Jangan nak, ambil lagi itu sampahta, rumahnya orang itu nak, namarahiki nanti punyanya rumah” ehe, Ehh..tak taunya Tante Nor mendengar perkataanku, lalu dia coment “Biarmi, gak ada ji yang punya rumah” (padahal harusnya nunjuk diri sendiri lah yah sambil bilang ‘Hey..ini nih empunya rumah, enak aje maen buang sampah sembarangan haha).
Begitu naik di mobil semua pada lemes karena misi inspeksi tidak terlaksana haha. Waktu itu mereka sampai pada suatu kesimpulan bahwa hanya ada 2 kemungkinan yaitu; Mama yang salah ambil kunci di laci atau Suamiku yang salah ngasih kunci (gak ada yang kepikiran kalau saya yang salah rumah whahahaha).
Sampai dirumah karena penasaran Mama langsung mengecek ke lacinya (padahal tadinya udah lapar banget ini, tapi akhirnya rasa laparnya dikalahkan sama rasa penasarannya haha), semua kunci yang ada dilaci dikeluarkan dan diteliti satu-persatu, dan semua kunci-kunci itu Mama tau peruntukannya dan memang hanya satu kunci yang bergantungan Malaysia itu yang penghuni baru di laci dan lain daripada yang lain. Oke fix, berarti Mama gak salah kunci, berarti kami sepakat kalau suamiku yang salah ngasih (maafin aye yah cin, akhirnya kamu yang jadi tersangka sekarang wkwkwkwk).
Tadinya mau kasih tau ke paksu kejadian hari ini, tapi aah..sudahlah saya takut dia menertawakan kekonyolanku yang lupa rumah sendiri wkwkwkwk Begitu sowan ke Mertua saya cerita semuanya, akhirnya Mertua ngambil kunci yang ada di dia dan mencocokkan kuncinya dengan kunci di kami. Kebetulan kunci di dia ada tulisan dan nomor rumahnya
“Sama kok kuncinya, kok bisa gak kebuka yah”, kata Mama Mertua
“Biasa memang keras itu kak, tapi kita cobami saja terus, bisaji itu”, Akmalpun ikut komentar
“Tapi gak bisa masuk ke lubangnya dek, gimana mau dicoba?”, kataku menimpali perkataannya.
Begitu kuncinya ku ambil dan melihat tulisan C11/31 di gantungan kuncinya, sumpaah.. langsung lemeess eiykeeeh (teloleeeeet..akhirnya nemu kan tersangkanya siapa? Malu banget cyiiiiin haha ). Kak Umi dan Mamapun sampai geleng-geleng kepala gak membayangkan kalau anaknya yang juga merupakan empunya rumah yang akhirnya jadi pelaku sekaligus tersangka kejadian memalukan hari ini wkwkwkwk (kesalahan keempat)
“Ihh..Inna deh, Kok bisa gak ingat nomor rumahnya sendiri”, kata K’Umi
“Sayapun bingung Kak, kenapa yang tersave di memoriku itu nomor 30 yah”? (Ada apa dengan nomor 30)
“Semoga pengaruh rinduji”, kata Mama mertua kemudian
Sumpeh deh..tambah malu bangeet aye mak’, rasanya ingin nyemplung kelaut ajeee deh(untung gak ada sungai atau laut di dekat situ hehe). Semoga saja Mama mertua gak berpikiran kalau menantunya ini ternyata lemot banget, rumah sendiri aja gak ingat hiks
“Kenapa bisa lupa Nak, gak pernahki kesana kah”?, tanya Mama Bau
“Pernahji Ma, tapi sebelum direnovasi, dan waktu itu semua rumahnya bentuknya sama, sekarang semua sudah pada renovasi, saya gak ingat lagi”
“Gak pernah na kirimkanki Surya fotonya itu rumah yang sudah direnovasi kah”?, tanya Mama Bau lagi.
Saya hanya menjawab pertanyaan Mama Bau sambil senyum-senyum, malu mau menjawab “Udah liat kok dalamnya Ma, tapi bukan dia yang kirim, temanku yang comot dari instagramnya dia dan mengirimkan padaku (ceritanya mau men cie..cieein kami yang sudah punya rumah baru), akhirnya saya yang diprotesnya “Kok pindah rumah gak ngundang-ngundang?”, katanya. Yah..gimana mau saya undang coba? Saya aja baru tahu detik itu kalau sudah ada acara syukuran sebelumnya, lebih update temanku malah daripada saya, malah mungkin dia mengikuti perkembangan renovasinya dari postingan suami sejak hari pertama hingga selesai, saya sama sekali gak tahu-menahu sedikitpun (sayapun gak tahu alasan pak suami enggan memberitahuku apalagi melibatkanku dalam proses renovasinya), ya sudahlah yah, saya berpikiran positif aja dah, mungkin dia ingin memberiku surprise dan tidak ingin membebaniku macam-macam (keep smile )
Dan akhirnya hari ini benar-benar menjadi hari yang surprise buatku, saya lupa dan benar-benar gak ingat sama sekali semua yang berhubungan dengan rumah di Padi Residence, mulai dari salah sebut nama jalan, salah lorong, salah blok, dan yang paling fatal salah masuk ke rumah orang yang kusangka rumahku haha (syukur penghuni rumahnya gak ada, kalau gak mungkin kami udah disangka pencuri nyongkel-nyongkel pintu orang).
Sayapun heran dengan yang terjadi padaku, kok bisa tiba-tiba jadi amnesia gini? padahal saya ini pengingat yang baik loh (apalagi kalau ingat utang orang haha), tapi kenapa yah ingatanku tentang rumah ini menguap sama sekali hingga semuanya bisa salah? Ahh..sudahlah..akhirnya saya berkesimpulan kalau saya tidak punya kontak batin sama sekali dengan rumah ini, atau mungkin terlanjur kecewa karena suami tidak melibatkanku, akhirnya Allah benar-benar melumpuhkan ingatanku (halah..apalah..apalah).
Jadi wajarlah yah kalau salah, wong kondisi dan penampakan rumahnya saja saya gak tahu, saya gak pernah dikirimi fotonya, saya gak pernah diceritain prosesnya, saya gak pernah dimintai pendapat tentang dekorasi atau furniture yang mau dilengkapi, dan saya sama sekali gak tahu berapa biaya renovasinya (yakali..suami mampu mengurus sendiri dan tidak butuh bantuanku, jadi ya sudahlah). Saya tahunya kalau semua sudah selesai saat dikirimi temanku foto onde-onde dengan caption ‘Syukuran rumah baru’ ( Wow..tau-tau udah syukuran ajee, meskipun hati ada krenyes-krenyesnya, tapi saya tetap ikutan bersyukur karena prosesnya telah selesai).
Dear rumah C11/31 di Padi Residence
Maaf yah, sepertinya kita belum berjodoh..
Maaf juga karena sepertinya kita tidak mempunyai kontak batin sama sekali..
Maaf lagi karena saya sudah melupakan semua tentangmu..
Meskipun kita cuma dua kali bertemu, harusnya ada sesuatu yang bisa kuingat tentangmu, 
Namun entah mengapa memoriku sepertinya enggan mengingatmu.. 
Saya akui kalau saya masih setengah hati memilikimu..
Saya tidak pernah setuju dengan akad riba saat membelimu dari developer..
Dan sekarang tanpa persetujuanku, meskipun tidak bilang, saya yakin suami mengajukan kredit lagi demi mempercantik dirimu..
Sepertinya suamiku lebih perhatian padamu, daripada aku istrinya. 
Bahkan mungkin saat cuti nanti, dia lebih sering mengunjungimu daripada mengunjungiku.
So, What should i do?
Haruskah saya menjalin chemistry bersamamu?
Okay, I’ll try. Tapi jangan berharap banyak samaku yah!
Saya tidak bisa berjanji kita bisa sehati dan bakalan akur jika tinggal bersama..
Tapi demi suami akan kucoba..
Toh, sepertinya masih lama juga saya tinggal disana?
Masih ada banyak kesempatan memantapkan hati lagi.
Semoga suatu saat kita bisa benar-benar sehati dan akur tinggal bersama.
Dariku,
Penghunimu yang sedang amnesia

Friday, 23 June 2017

Musim Hamil

"Inna, apa golongan darahmu dek?", kata K'Ira semalam saat menelponku.

"AB kak, kenapa yah tanya-tanya golongan darah? Tumben", kataku menimpali

"Owh, kupikir sama kayak saya golongan darah A juga", katanya kemudian

"Sayaji sendiri yang ikut sama Mama AB, kita semua ikut sama Abba golongan darah A, kenapa kah?", tanyaku lagi

"Untuk jadi pendonor"

"Pendonor apa? Yang sakit siapa?"

"Cuma untuk dilaporkanji, hamilka dek, jadi mau ditau calon pendonornya", katanya sambil ketawa-ketawa.

"Whaaaaaat? Ya Allah., senang kali aye dengernya, Barokallahu semoga sehat selalu ibu dan bayinya ya kak".

" Dirimu juga cepatmi itu, ini saya lumbaimiki lagi, bagus itu kalau langsungki bertiga hamil sama kiyah, biar kompakan", jawabnya.  

"Gak apa-apa, kalian duluan aja, biar nanti saya bisa minjem-minjem baju ", muehehe.

***
"Cinyel udah isi kah sayang?", tanyaku saat melihat postingan statusnya di WA setelah dia memposting alat tespack bergaris dua. 

"Hehehe.. Iya kak, baru hitungan minggu sih", jawabnya kemudian. 

"Wuiih, selamat sayang, rezekinya cinyel di bulan Ramadhan, Alhamdulilah di kasihnya cepat yah", timpalku. 


" Iya kak, alhamdulilah. Semoga kita juga segera nyusul"


***
"Nurul, kamu hamil lagi say? Anak ke empat ini kan?", kataku saat melihat postingan foto kehamilan teman SD ku yang lagi hamil anak ke empatnya. 

" Iya say, ini di luar perencanaan sih, apalagi baru awal  2016 lalu ngelahirin anak ke tiga" hehe, jawabnya sambil nyengir-nyengir. 

"Baguslah, berarti dimudahkan sama Allah punya anak, disyukuri aja say", kataku mengomentari jawabannya. 

"Iya sih, cuma gak enak juga kalau jaraknya dekat-dekat, pegel ngejaganya"

***
Dalam sehari ini saya mendapat tiga kabar kehamilan sekaligus. Wow..lagi musim kali yak? wkwkwkwk

Lantas, baperkah saya mendengar kabar kehamilan dari orang-orang terdekatku tersebut? 

Baper gak yah? muehehehe 

Kalau dibilang baper gak juga sih, justru saya senang sekali mendengar mereka hamil, apalagi k'Ira yang memang sudah lama promil mengingat umurnya yang semakin mendekati kepala empat, sementara Ajwa masih sendiri saja di usianya yang sudah hampir lima tahun. Bahkan saya lebih senang mendengar K'Ira hamil daripada saya yang hamil. Ini karena saya tahu usahanya untuk hamil lagi sejak tiga tahun yang lalu semenjak dia lepas KB. Karena itu kehamilannya kali ini sangat diapresiasi dan dijaga baik-baik. 

Begitupun dengan cinyel, sayapun bahagia mendengar kabar kehamilannya. Biar bagaimanapun, sebagai pengantin baru, mendapatkan kabar kehamilan adalah sebuah anugrah, maka kabar baik haruslah di respon dengan baik juga. Saya tidak masalah dan tidak baper jika dia melambungku duluan punya anak meskipun kami yang duluan menikah.

***
Saya yakin pulang lebaran nanti pastilah akan menghadapi lagi pertanyaan-pertanyaan itu, dimana tahun ini pertanyaannya telah berganti dari "Kapan Nikah" menjadi "Kapan Punya Anak"? Dan ternyata pertanyaan kapan punya anak lebih nyesek pemirsah, apalagi telah dilambung kiri kanan dengan orang yang belakangan menikah whahaha

Sepertinya saya sudah harus menyiapkan jawaban pamungkas buat para nyinyinyers yang bakalan bertanya nanti, apalagi moment pulang cuti nanti saya akan menghadiri reunian 39 dan pernikahan sepupuku di Bantaeng yang pastinya bakalan menjadi ajang kumpul-kumpul sekaligus menjadi ajang melontarkan pertanyaan-pertanyaan itu..hiks (semedi dulu aah..nyari jawaban ilham) 

Biar gimanapun, sebagaimana jodoh, anakpun adalah rezki dan hak prerogatifnya. Hanya Dia yang tahu kapan seseorang benar-benar pantas dipercaya menjadi orangtua. Kita hanya bisa berkhusnudzon atas ketetapanNya. Toh sebagaimana jodoh, mendapatkan anak bukan dari siapa yang duluan nikah dan siapa yang belakangan, tapi hanya karena kemurahan Allah yang telah mempercayakan kepada menanggung amanah sebagai orangtua. Keep positif thingking dan Khudznudzon to Allah  

     

Thursday, 8 June 2017

Makassar Yang Selalu Kurindukan

Biasanya kalau saya bercerita tentang kampung halaman seringnya membuatku baper. Bagaimana tidak? Ini adalah tahun ke enam saya merantau jauh dari keluarga. Sejak mulai bekerja selepas kuliah awal 2011, saya sudah melanglang buana meninggalkan kampung halamanku. Yah..sekarang saya bekerja di pedalaman Sulawesi Utara setelah sebelumnya bekerja di pelosok Sulawesi Tenggara yang semuanya jauh dari keramaian dan hingar bingar kota. Sementara kampung halamanku sendiri di Makassar, kota Metropolitan terbesar kelima di Indonesia. Dan rumahku sendiri bermukim dipusat kota tersebut.

Pertama kali merantau, hidup sendiri di kampung orang, itu rasanya nano-nano, manis asem asin di hati yang sering baper. Tiap hari ada saja yang membuat rindu keluarga dan kampung halaman. Kenyamanan hidup di kota besar dengan fasilitas yang lengkap harus berganti dengan hidup di pelosok yang bahkan untuk peneranganpun masih memakai genset. Makan gak bisa milih-milih, yang penting bisa ketelen aja. Sinyal telpon menjadi barang mahal, mesti rebutan sama yang lain di bawah tower. Dan yang lebih emejing lagi, mau kemana-mana juga harus pakai perahu kayu nyebrang laut. Jadi, bisa kebayang kan gimana kerennya pengalaman dan perjuanganku hidup di tanah rantau waktu itu? Serasa jadi si Bolang di Jejak Petualang muehehe.

Namun, saya tidak pernah menyesali keputusanku hidup merantau. Perjuanganku itu menambah pengalaman hidupku untuk bisa survive di kampung orang, yang di kemudian hari pasti akan kukenang. Seperti semboyan nenek moyang Bugis Makassar "Sekali Layar Berkembang, Pantang Biduk Surut ke Pantai,", yang artinya ketika kita telah mengambil langkah ke depan, pantang untuk mundur lagi, karena apa yang telah kita ambil tidak dapat lagi kita kembalikan.

Karena itu, waktu-waktu pulang ke kampung halaman adalah waktu yang sangat kunanti. Setelah merantau, saya jadi tahu bagaimana rasanya rindu, bagaimana berharganya waktu bersama keluarga, sehingga setiap detiknya begitu berharga untuk menghabiskan waktu bersama mereka. Rindu kepada kampung halaman, kepada keluarga, kepada orangtua, dan pada orang-orang yang ditinggalkan, begitu terasa kedalam sanubari.

Merantau mengajarkanku arti sebuah perpisahan, dan semakin mengerti mengapa orang tuaku dulu berat melepas kepergianku. Yah..Merantau membuatku jadi lebih mandiri dan lebih tangguh menghadapi kehidupan.

Berbicara tentang Makassar, otakku kemudian menerawang jauh, mencoba menemukan sudut dari kotaku yang menarik untuk kuceritakan. Saya yang jarang pulang, seolah merasakan perbedaan setelah terakhir kali menginjakkan kaki di kota Anging Mammiri tersebut. Mulai dari segi suasana kotanya, orang-orangnya, hingga banyak gedung- gedung tinggi menjulang yang baru berdiri. Yah..Sejak beberapa tahun belakangan Makassar memang berkembang pesat. Kota ini seperti bersolek hingga terlihat semakin menarik. Kota yang sering disebut sebagai gerbang Indonesia bagian timur ini memang meninggalkan banyak kesan dan kenangan buat mereka yang pernah datang kesini. Entah karena kulinernya, entah karena tempatnya, entah karena budayanya, atau karena orang-orangnya yang ramah.

Karena ketika saya bercerita tentang Makassar, itu berarti saya sedang bercerita dan menikmati tentang kisahku sendiri. Sepertinya bukan hanya buat saya yang kebetulan lahir dan besar disana, namun bagi siapa saja yang pernah punya cerita disana. Cerita tentang apa saja, tentang siapa saja, dan tentang dimana saja. Makassar tidak hanya bercerita tentang Coto, tentang Konro, tentang Pantai Losari, tentang Pisang Ijo, tentang Karebosi, atau tentang Pete-Pete. Namun, cerita dibalik itu semua, di balik cangkir demi cangkir Sarabba.

"Halo Makassar, Apa kareba? Baji-baji ja ki? Rasanya rindu sekali denganmu. Apakah kau juga merindukanku? Oh..Iya..Bagaimana dengan kotamu? Apa semakin berkembang? Semakin indah kah? Apa kamu juga semakin rapi, bersih, tidak rantasa' lagi atau malah sebaliknya?"

"Duhh..maaf..pertanyaanku terlalu banyak yah? Maklumlah, perantau sepertiku suka ngepoin keadaanmu disana. Sebentar lagi kita akan ketemu. Insyaa Allah, saya akan mudik lebaran. kerinduanku padamu akan terbayar sudah. Saya akan menikmati malam takbiran dan Hari Kemenangan bersamamu. Jadi tunggu saya yah di kotamu."

Salam Rinduku ðŸ˜˜

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...