Setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan
hadirnya buah hati untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Kata orang, wanita baru
dikatakan menjadi wanita sempurna jika telah melewati fase hamil, melahirkan
dan akhirnya mempunyai baby.
Sebenarnya saya kurang begitu setuju jika dikatakan demikian! Lantas, apakah wanita yang diuji tanpa kehadiran buah hati tidak pantas disebut wanita sempurna? Apalagi jika dia sudah berikhtiar dan berusaha semampunya, tapi Allah masih belum berkehendak menitipkan amanahNya. Bukankah ibunda kita Aisyah juga diuji tanpa kehadiran buah hati selama pernikahannya dengan Rasulullah? Lantas, apakah beliau tidak pantas disebut wanita sempurna hanya karena tidak melahirkan seorang bayi? Padahal beliau adalah salah satu wanita panutan yang dijamin surga.
Sebenarnya saya kurang begitu setuju jika dikatakan demikian! Lantas, apakah wanita yang diuji tanpa kehadiran buah hati tidak pantas disebut wanita sempurna? Apalagi jika dia sudah berikhtiar dan berusaha semampunya, tapi Allah masih belum berkehendak menitipkan amanahNya. Bukankah ibunda kita Aisyah juga diuji tanpa kehadiran buah hati selama pernikahannya dengan Rasulullah? Lantas, apakah beliau tidak pantas disebut wanita sempurna hanya karena tidak melahirkan seorang bayi? Padahal beliau adalah salah satu wanita panutan yang dijamin surga.
Menurut saya, sempurnanya seorang wanita bukanlah ditentukan
dengan menikah, hamil ataupun punya anak, karena siapa tahu jika di dunia
mereka tidak ditakdirkan bertemu jodoh atau mempunyai anak, bisa jadi jodoh dan
anak terbaik sudah disiapkan Allah yang akan menanti mereka di surga kelak.
Cobalah bertanya kepada pasangan yang telah menikah, baik
yang sudah lama ataupun yang baru menikah, pertanyaan “kapan punya anak” atau “sudah
isi belum?” adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan orang. Padahal sama
seperti halnya jodoh, anakpun adalah rezeki yang diberikan olehNya. Pada
akhirnya Dia juga yang lebih tahu kapan waktu yang tepat untuk menitipkan amanah
pada rahim seorang wanita. Tidak berhaklah kita menghakimi orang yang belum menikah
atau yang belum mempunyai anak, toh kita juga tidak tahu apakah mereka sudah
berikhtiar atau belum kan?
Saya ingat ada teman yang sebelum menikah menanyakan kepada calon
suaminya perihal anak dan menanyakan pendapatnya bagaimana jika mereka diuji
sama Allah dengan ketiadaan anak dalam pernikahannya? Hmm..Sebagai wanita saya
mengerti apa yang dikhawatirkannya, apalagi saya tahu banyak pasangan yang terpaksa
memilih berpisah setelah mengetahui pasangannya tidak bisa memberikan
keturunan. Karena bagi sebagian orang keberadaan anak mungkin adalah hal mutlak
yang harus terpenuhi pada pernikahannya, itulah mengapa banyak pasangan yang
melakukan berbagai upaya untuk memperoleh keturunan, bahkan tidak jarang banyak
yang memakai bantuan bayi tabung yang biayanya lumayan mahal.
Lantas bagaimana denganku? Apakah sekarang saya juga berharap
Allah segera menitipkan amanah dirahimku sebagai pelengkap pernikahan kami?
Entahlah, sebenarnya itu bukanlah pertanyaan sulit, apalagi saya tahu suami
juga sudah sangat mendambakan hadirnya buah hati. Dalam palung hati yang terdalam
sebenarnya diri inipun sudah begitu mendamba lahirnya calon mujahid/mujahidah dari rahimku.
Bukankah anak itu investasi akhirat? Tentulah sebagian besar suami istri tak terkecuali
kami juga sudah sangat ingin berinvestasi akhirat dengan hadirnya buah hati
penerus perjuangan kami.
But..Wait..Jika saja dalam kondisi normal tentulah sangat
kusyukuri jika Allah segera menitipkan benih manusia di rahimku. Bukan..bukannya
sekarang kondisiku abnormal, hanya saja sekarang saya jauh dari keluarga, tidak
ada seorangpun menemaniku disini, ditambah pekerjaan yang bertambah selepas
menikah, belum lagi intensitas bertemu dengan suami yang terbatas membuatku
dilanda berbagai kekhawatiran. Tiba-tiba saya takut jika harus hamil dalam
kondisi tertekan seperti ini. Masih hangat dalam ingatan, istri dari temanku
yang beberapa kali harus opname di Rumah Sakit saat hamilnya karena tidak bisa
makan, sehingga tidak ada nutrisi yang masuk untuk si jabang bayi, ada lagi
temanku yang selama hamil bawaannya pengen tidur aja, lemas dan malas gak bisa
ngapa-ngapain, tiap saat mual terus, belum lagi ada sepupu yang sudah beberapa kali
keguguran karena kecapean bekerja sehingga mengharuskannya beberapa kali
dikuret. Wajarlah jika tiba-tiba saya dilanda insecure dan khawatir jika pada akhirnya saya harus menjalani masa-masa kehamilan seorang diri.
Oh..God..Maaf..bukannya saya ingin bersuudzon kepadaMu, hanya saja
saya hanyalah wanita biasa yang lemah, saya takut jika nantinya masa-masa
kehamilan yang akan kulewati bakalan seperti itu juga, meskipun saya tahu kalau
Allah pasti akan selalu membersamaiku. Hanya saja..diri ini begitu takutnya,
maafkan diriku yang begitu parno sekarang . Yah..mungkin mental dan psikologisku
saja yang harus lebih kusiapkan.
Karena itu, ketika tadi pagi saya masih haid, harus kuakui
kalau saya bersyukur karena belum hamil sekarang, setidaknya saya masih punya kesempatan lagi mempersiapkan mental agar lebih siap, meskipun mungkin suami
sedikit kecewa. Mungkin Allah mendengar kekhawatiranku kemarin-kemarin, jadi
memandangku belum siap, bukankah Dia sesuai persangkaan hambaNya? Karena itu,
sekarang saya hanya ingin memohon kepadaNya agar diberikan kesiapan mental
dalam menghadapi moment ini nantinya dan semoga Dia senantiasa menjagaku disaat
penjagaaan keluargaku dan suamiku tidak sampai kepadaku.
Pada akhirnya, Allah juga yang tahu kapan waktu yang tepat untuk kami mempunyai anak, sehingga ketika saat itu datang, saya sudah siap menyambut setiap moment dan masa-masa itu dengan senyum ceria selayaknya wanita hamil lainnya, tanpa kekhawatiran lagi.
Pada akhirnya, Allah juga yang tahu kapan waktu yang tepat untuk kami mempunyai anak, sehingga ketika saat itu datang, saya sudah siap menyambut setiap moment dan masa-masa itu dengan senyum ceria selayaknya wanita hamil lainnya, tanpa kekhawatiran lagi.
No comments:
Post a Comment