Thursday, 19 January 2017

Menanti Dua Garis

Setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati untuk melengkapi kebahagiaan mereka. Kata orang, wanita baru dikatakan menjadi wanita sempurna jika telah melewati fase hamil, melahirkan dan akhirnya mempunyai baby. 
Sebenarnya saya kurang begitu setuju jika dikatakan demikian! Lantas, apakah wanita yang diuji tanpa kehadiran buah hati tidak pantas disebut wanita sempurna? Apalagi jika dia sudah berikhtiar dan berusaha semampunya, tapi Allah masih belum berkehendak menitipkan amanahNya. Bukankah ibunda kita Aisyah juga diuji tanpa kehadiran buah hati selama pernikahannya dengan Rasulullah? Lantas, apakah beliau tidak pantas disebut wanita sempurna hanya karena tidak melahirkan seorang bayi? Padahal beliau adalah salah satu wanita panutan yang dijamin surga.

Menurut saya, sempurnanya seorang wanita bukanlah ditentukan dengan menikah, hamil ataupun punya anak, karena siapa tahu jika di dunia mereka tidak ditakdirkan bertemu jodoh atau mempunyai anak, bisa jadi jodoh dan anak terbaik sudah disiapkan Allah yang akan menanti mereka di surga kelak.  

Cobalah bertanya kepada pasangan yang telah menikah, baik yang sudah lama ataupun yang baru menikah, pertanyaan “kapan punya anak” atau “sudah isi belum?” adalah pertanyaan yang paling sering ditanyakan orang. Padahal sama seperti halnya jodoh, anakpun adalah rezeki yang diberikan olehNya. Pada akhirnya Dia juga yang lebih tahu kapan waktu yang tepat untuk menitipkan amanah pada rahim seorang wanita. Tidak berhaklah kita menghakimi orang yang belum menikah atau yang belum mempunyai anak, toh kita juga tidak tahu apakah mereka sudah berikhtiar atau belum kan?

Saya ingat ada teman yang sebelum menikah menanyakan kepada calon suaminya perihal anak dan menanyakan pendapatnya bagaimana jika mereka diuji sama Allah dengan ketiadaan anak dalam pernikahannya? Hmm..Sebagai wanita saya mengerti apa yang dikhawatirkannya, apalagi saya tahu banyak pasangan yang terpaksa memilih berpisah setelah mengetahui pasangannya tidak bisa memberikan keturunan. Karena bagi sebagian orang keberadaan anak mungkin adalah hal mutlak yang harus terpenuhi pada pernikahannya, itulah mengapa banyak pasangan yang melakukan berbagai upaya untuk memperoleh keturunan, bahkan tidak jarang banyak yang memakai bantuan bayi tabung yang biayanya lumayan mahal.    
  
Lantas bagaimana denganku? Apakah sekarang saya juga berharap Allah segera menitipkan amanah dirahimku sebagai pelengkap pernikahan kami? Entahlah, sebenarnya itu bukanlah pertanyaan sulit, apalagi saya tahu suami juga sudah sangat mendambakan hadirnya buah hati. Dalam palung hati yang terdalam sebenarnya diri inipun sudah begitu mendamba lahirnya calon mujahid/mujahidah dari rahimku. Bukankah anak itu investasi akhirat? Tentulah sebagian besar suami istri tak terkecuali kami juga sudah sangat ingin berinvestasi akhirat dengan hadirnya buah hati penerus perjuangan kami.

But..Wait..Jika saja dalam kondisi normal tentulah sangat kusyukuri jika Allah segera menitipkan benih manusia di rahimku. Bukan..bukannya sekarang kondisiku abnormal, hanya saja sekarang saya jauh dari keluarga, tidak ada seorangpun menemaniku disini, ditambah pekerjaan yang bertambah selepas menikah, belum lagi intensitas bertemu dengan suami yang terbatas membuatku dilanda berbagai kekhawatiran. Tiba-tiba saya takut jika harus hamil dalam kondisi tertekan seperti ini. Masih hangat dalam ingatan, istri dari temanku yang beberapa kali harus opname di Rumah Sakit saat hamilnya karena tidak bisa makan, sehingga tidak ada nutrisi yang masuk untuk si jabang bayi, ada lagi temanku yang selama hamil bawaannya pengen tidur aja, lemas dan malas gak bisa ngapa-ngapain, tiap saat mual terus, belum lagi ada sepupu yang sudah beberapa kali keguguran karena kecapean bekerja sehingga mengharuskannya beberapa kali dikuret. Wajarlah jika tiba-tiba saya dilanda insecure dan khawatir jika pada akhirnya saya harus menjalani masa-masa kehamilan seorang diri. 

Oh..God..Maaf..bukannya saya ingin bersuudzon kepadaMu, hanya saja saya hanyalah wanita biasa yang lemah, saya takut jika nantinya masa-masa kehamilan yang akan kulewati bakalan seperti itu juga, meskipun saya tahu kalau Allah pasti akan selalu membersamaiku. Hanya saja..diri ini begitu takutnya, maafkan diriku yang begitu parno sekarang . Yah..mungkin mental dan psikologisku saja yang harus lebih kusiapkan.

Karena itu, ketika tadi pagi saya masih haid, harus kuakui kalau saya bersyukur karena belum hamil sekarang, setidaknya saya masih punya kesempatan lagi mempersiapkan mental agar lebih siap, meskipun mungkin suami sedikit kecewa. Mungkin Allah mendengar kekhawatiranku kemarin-kemarin, jadi memandangku belum siap, bukankah Dia sesuai persangkaan hambaNya? Karena itu, sekarang saya hanya ingin memohon kepadaNya agar diberikan kesiapan mental dalam menghadapi moment ini nantinya dan semoga Dia senantiasa menjagaku disaat penjagaaan keluargaku dan suamiku tidak sampai kepadaku.

Pada akhirnya, Allah juga yang tahu kapan waktu yang tepat untuk kami mempunyai anak, sehingga ketika saat itu datang, saya sudah siap menyambut setiap moment dan masa-masa itu dengan senyum ceria selayaknya wanita hamil lainnya, tanpa kekhawatiran lagi.

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...