Friday, 27 April 2018

Pernikahan Di Bawah Umur

Beberapa hari yang lalu, dunia maya di hebohkan dengan berita anak SMP yang melakukan pernikahan dini di Bantaeng. Semalam juga ada perdebatan di postingan seorang teman tentang pernikahan di bawah umur, karena itu saya tertarik menulis postingan ini.
Sebenarnya di desa tempatku bekerja sekarang udah biasa sih yah orang nikah dini, beberapa teman kerjaku yang orang lokal juga rata-rata nikah di usia 15-17 tahun. Januari 2018 kemarin juga tetangga samping pabrik menikahkan putrinya yang baru berumur 13 tahun (SMP kelas 2) sedangkan suaminya 16 tahun, kebetulan saya juga di undang dan sempat datang ke acara akad nikahnya. Sama dengan yang di Bantaeng, pasangan ini juga sempat ditolak KUA karena dianggap belum cukup umur, hingga 3x bolak balik sidang di pengadilan agama agar pengajuannya diterima. Namun, karena alasan si wanita udah hamil (entah ini cuma alasan si wanita agar KUA mau menikahkan atau memang udah hamil duluan), akhirnya KUA bersedia menikahkan mereka.
Jujur saja baru kali ini saya menyaksikan akad nikah pasangan di bawah umur. Mungkin namanya masih anak-anak kali yah, jadi saya lihatnya akad nikahnya kayak gak serius gitu, malah kayak main-main aja, saat wali nikah serius memberi wejangan dan tuntunan sebelum akad, eeh..si mempelainya malah ketawa-ketiwi, becanda, cerita berdua, hingga beberapa kali kena tegur dari pak Imam.
Kalau saya sih sebenarnya kurang setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa lebih baik nikah di bawah umur daripada berzina. Ok, itu pendapat yang baik. Sekarang nikah dini yang baik untuk menghindari zina itu di usia berapa? Anak SMP kah? atau SMA?
Menikah usia 13 tahun, tepatkah? Apa benar untuk menghindari zina harus melakukan pernikahan sedini itu? Bukankah ada banyak cara menghindari zina hingga umur cukup?
Haduuh…kenapa siih selalu berpikir pendek seperti itu. Pernikahan itu bukan hanya sekadar memenuhi hasrat selangkangan aja adek-adek. Apa bedanya kita dengan hewan kalau orientasinya itu doang. Coba perhatikan saat musim kucing kawin, para kucing itu ributnya luaar biasa karena hasratnya sedang menjulang tinggi. Setelah tersalurkan, selesailah urusan mereka, kucing betina hamil dan punya anak. Kalau hewan sih gak masalah, karena mereka tidak perlu membiayai, menyekolahkan dan mendidik anak-anaknya, karena mereka tidak punya akal untuk berpikir.
Itulah yang membedakan manusia dengan hewan, bahwa kita dibekali akal agar berpikir rasional, berilmu, bertindak berdasarkan ilmu dan rasio yang kita miliki ditambah dengan agama. Daripada mereka zina lebih baik dinikahkan saja. Yaaa.. makanya tugas orang tua untuk kasih tau dan didik anak-anak kita supaya jangan mendekati zina, beri pengertian pada anak-anak yang masih sekolah itu dampak buruk dari pacaran. Bekali mereka dengan pendidikan tanggung jawab, pendidikan seks yang benar sejak usia dini, bekali juga dengan ilmu agama. Berikan tauladan dari orangtuanya supaya tidak mendekati zina, jangan sampai orang tuanya duluan yang memberikan support pada anaknya untuk pacaran.
Apalagi dengan berita pernikahan anak SMP yang viral di Bantaeng itu, Si anak perempuan baru berusia 14 tahun, laki-lakinya berusia 15 tahun. Alasan mereka kebelet nikah karena si perempuan hidup sebatang kara, ibunya meninggal, bapaknya entah pergi ke mana. Dia takut bobok sendiri, itu sebabnya ia pengen nikah supaya ada teman bobo. Ealaaah dek, kalau cuma butuh teman bobok, kan masih bisa panggil saudara atau kerabat dekat untuk menemani kan dek? Menikah bukan jalan keluar satu-satunya kan?
Dari beberapa komentator berita viral itu ada yang mengatakan bahwa anak itu sebenarnya bukan butuh teman bobok, tapi butuh psikolog dan orangtua yang memperhatikannya. Memang betul dua anak itu butuh psikolog, bukan menikah. Kemana para gurunya? Kemana tetangganya? Jika ia sebatang kara kenapa tidak dimasukkan ke panti yatim piatu? Kemana pemerintah daerahnya? Emangnya kalau nikah, urusan ada teman bobok masalah selesai? Justru setelah menikah makin susah bobok loh dek…Gak percaya? Yang belum nikah nanti buktikan sendiri. Habis bobok berdua masalah teratasi? Malah yang ada setelah bobok berdua akan jadi bobok bertiga, berempat, dst.
Haduuhh dek…sejuta masalah akan menghadangmu di depan mata jika sudah berumah tangga. Sudah cukupkah mental dan raganya dalam menghadapi petualangan dan roller coaster kehidupan rumah tangga? Sudah paham belum hak dan kewajiban suami istri? Beraat dek…beraaatt…tidak semudah bobok memeluk boneka barbie .
Saya aja, wanita yang menikah di usia cukup matang saja masih merasa kewalahan karena merasa kurang ilmu. Beberapa kali sempat stress juga menghadapi masalah rumah tangga. Toh pernikahan bukan semata urusan ‘teman bobok’ bukan? Pernikahan butuh banyak persiapan dan kekuatan mental yang nggak mudah, kalau mentalnya gak kuat bisa-bisa pondasinya akan rapuh dan bukan tidak mungkin pernikahan akan bubar jalan. Apalagi di usia SMP yang masih dalam masa puber-pubernya, emosinya pasti mudah labil.
Yang lebih mengherankan lagi jika ada yang mengatakan nikah muda adalah sunatullah. Justru Rasul bersabda dalam sebuah hadist: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” [Muttafaq Alaihi]
Etapi, tulisan saya di atas bukan kontra sepenuhnya dengan pernikahan dini yah! Saya setuju dengan pernikahan muda, asalkan usia memenuhi syarat dan sudah siap lahir batin. Tetapi, saya lebih setuju lagi menikah saat benar-benar siap secara fisik maupun psikis. Karena menikah bukan cuma perkara kasur, bukan soal waktu sehari dua hari. Pernikahan berlangsung seumur hidup, kalau bisa. Jadi, perlu pemikiran panjang untuk hal ini.
Menikah itu ibadah dan karena ia bernilai ibadah, hingga menyempurnakan separuh agama, akan ada begitu banyak godaan juga bujuk rayuan setan di sana. Tahukah Dek, saat ada prosesi ijab qabul dan pernikahan dinyatakan sah, setan itu menangis dan murka, karena pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan bernilai ibadah tinggi. Oleh karena itu, perlu ilmu dan komitmen yang nggak main-main.
Dan di sini, untuk menjalani awal-awal pernikahan dengan gagah berani (nggak berakhir dengan pertengkaran-pertengkaran dan ucapan kata pisah segampang bilang putus kayak orang pacaran), diperlukan ilmu yang cukup, iman yang kuat, dan tekad sekuat baja. Cinta? Ahh.. cinta hanya menolong sekian persennya saja. Karena ketika kamu melihat keburukan dan kejelekan pasangan yang sebelum nikah ditutup rapat itu semua terpampang nyata, diperlukan kedewasaan cara berpikir, ilmu agama yang memadai, dan komitmen yang kuat untuk bertahan.
Buat adek-adekku sayang yang kebelet nikah padahal masih di bawah umur, sementara masih banyak cita-cita yang bisa diraih, padahal si gebetan belum ngasih sinyal-sinyal lamaran, padahal masih jomblo dan belum ada calon meski usia udah lewat dari cukup, yuk lebih baik belajar dulu dek yang benar. Nanti setelah cukup umur, dapat kerja dan masalah finansial teratasi baru mikirin nikah.
Tak ada manusia yang sempurna, begitu juga pasangan. Karenanya harus berbesar hati menerima kekurangan pasangan kita. Ya, kata-kata itu sering didengungkan tapi terkadang sulit itu diterima dengan legowo. Memang nggak semua pasangan bakal mengalami hal yang sama sih. Tapi, tahun-tahun awal pernikahan itu berat dan akan menentukan ke mana arah pernikahan itu akan menuju. Serius.
So, masih mau menikah muda? Saya dukung asal sesuai hukum dan peraturan berlaku dan yang paling penting adalah luruskan niat, ya. Menikah karena ibadah dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Bukan karena semata menghindari zina atau cari teman bobok, bukan semata karena teman-teman lain sudah pada nikah, bukan semata karena tekanan keluarga, dan lainnya.
Yuk, belajar ilmu agama, ilmu pernikahan dan siapkan bekal sambil menunggu jodoh yang tepat. InsyaAllah, belajar yang juga termasuk ibadah ini nggak akan pernah jadi sia-sia 😍

Wednesday, 18 April 2018

Celoteh Dalam Perut

Kata Bu Dokter usiaku sekarang sudah sekitar 32 minggu. Beratku kira-kira 1,6 kg. Aku sangat bahagia dan menikmati setiap detik berada dalam perut Bunda yang kian hari kian membuncit. Subhanallah, luar biasa rasanya

Baca juga (Gerakan Pertama Si Kecil)
Aku juga sudah bisa mendengar suara Bunda yang kerap kali menyapa dan mengajakku mengobrol;
“Sayang, di dalam lagi ngapain, Nak?”
“Adek sehat-sehat kan, Dek?”
“Udah bobok belum, Nak?”
“Kalau gerak hati-hati yah Nak, biar gak kelilit tali pusar”
“Makasih yah Dek udah gak rewel nemenin Bunda bekerja di kampung orang”
Dan saat aku aktif menendang-nendang, kudengar tawa geli Bunda dengan ekspresi kebahagiannya. Meski terkadang sesekali Bunda mengaduh karena tendanganku yang terlalu kencang atau kakiku yang terlalu kuat bergerak. Tapi saat aku anteng beristirahat dan sedang tidur justru Bunda malah yang seringkali membangunkanku. Aku bisa merasakan ia mengelus lembut perutnya sembari menyapaku pelan;
“Dek, Bunda kangen lho, Nak ….”
“Kok diem aja dari tadi sayang? Adek gak kangen sama Bunda?”
Lalu tak berapa lama aku pun beranjak merespon sapaanya dengan menendang dan meninju. Ahh..Andai Bunda bisa mendengar aku berujar lirih saat itu juga….
“Iya Bunda sayang, Adek juga kangen, pengen cepat-cepat ketemu Bunda!”
Hal lain yang tak kalah indahnya adalah saat kudengar bisikan doa Bunda di setiap sholatnya untukku, juga suara tilawah Al Qur’an yang ia lantunkan, meskipun tak semerdu suara para Qori’, tapi Masya Allah bisa membuatku khusyu mendengarnya.
Allah, jagalah Bunda selalu. Sehatkan dan ringankan ia selama mengandungku. Dan mudahkanlah juga jihad kami nanti saat Engkau izinkan kami saling berjuang untuk bertemu. Sungguh, aku sayang Bunda
Dan kepada Kakek, Nenek, Om, Tante, dan para sepupu yang sebentar lagi akan menjadi keluarga baruku, mohon doanya juga yah, Semoga semua prosesnya nanti lancar dan berkah. Doakan juga semoga aku bisa menjadi anak sholeh. Aku juga ingin segera bertemu dengan kalian semua ….

Sunday, 8 April 2018

Kehamilan Dan Pikiran Positif

Salah satu cara untuk mengatasi galau bin baper dalam menjalani kehamilan adalah dengan selalu berupaya”Keep Positive Thinking” and “Trust to Allah”, tekhusus bagi saya yang harus menjalani kehamilan pertama ini hanya seorang diri. Karena dengan berpositif thingking katanya bisa merubah suatu keburukan menjadi kebaikan, juga dapat menyelamatkan hati dan hidup kita dari prasangka dan pikiran negatif kepada diri sendiri, orang lain ataupun kepada Allah.  Berpikir positif memang tidak menjamin keadaan akan berubah menjadi lebih baik, namun coba pertimbangkan bagaimana dengan kebalikannya (berpikir negatif)? Ya kan? Toh..biar gimanapun kita juga bakalan melewatinya, jadi lebih baik kondisikan hati agar tetap selalu berpikiran positif.
Saya harus bilang bahwa hamil itu berjuta rasanya, bahagia itu pasti, tapi labil juga iya hehe.

Baca juga (Kepo Saat Hamil, Yeay Or Nay?)
Pekan ini kehamilan saya sudah masuk pekan ke 30, berasa cepat sekali. Walaupun masih suka galau karena harus jauh dari suami dan keluarga pas hamil, disatu sisi juga saya merasa dikejar waktu, bentar lagi mau jadi ibu tapi kesiapan dari berbagai aspek kayak nggak ada atau masih belum cukup.
Dari hasil ngobrol-ngobrol dan dengar cerita orang sekitar, saya dapat pelajaran bahwa jadi ibu itu adalah proses pembelajaran tanpa henti, dan pikiran positif dalam menjalani proses itu akan sangat membantu. Iya benar juga, pikiran positif (baca: berprasangka baik) seorang perempuan justru harus dibangun dari masa-masa penantian buah hati. Duh.. jangan ditanya deh galauanya masa-masa itu, saya alhamdulillah dikasih kesempatan untuk merasakan kegalauan itu saat masa-masa menanti dua garis, apalagi saat mendengar kabar teman-teman yang nikah belakangan udah hamil aja, rasanya dilambung kiri kanan, perih kakak hehe. Jadi sekarang saat melihat teman-teman yang masih menanti masa-masa kehamilan, saya jadi lebih empati dan gak ingin nanya-nanya “kapan” karena saya sudah tau gimana rasanya. Karena membangun perasaan santai dan tenang saat di tanya-tanya pada masa-masa itu memang nggak mudah. Pada masa itu saya selalu meyakinkan diri bahwa semua akan waktunya..akan ada waktunya..akan ada waktunya. Akhirnya, setelah sabar menanti, Allah menitipkan juga amanahNya di rahimku tepat sembilan bulan usia pernikahan, Alhamdulilah. Nah, untuk teman-teman yang sedang menanti, tetap berprasangka baik dan berpikiran positif yah 
Kehamilan itu sama dengan takdir-takdir Allah yang lain, kita hanya bisa berusaha, hasilnya Allah yang tentukan. Pengalaman pribadi, saya justru hamil pas lagi sibuk-sibuknya, capek, badan gak fit, lembur-lembur sampai tengah malam, kalau melihat kondisi saya saat itu benar-benar tidak menunjang untuk hamil jika dicocok-cocokan dengan artikel kehamilan atau saran dokter, tapi saat Allah berkehendak “Kun Fayakun” maka jadilah. Saran berikutnya adalah melihat sekililing kita dan tidak merasa sebagai yang paling ‘sial” sebab diluar sana banyak yang menanti sampai puluhan tahun, tahu kan kalau ratu pop Malaysia Siti Nurhaliza sampai menanti 11 tahun untuk mendapatkan  buah hati? Bahkan Nabi Zakaria menanti hingga usianya telah senja dan rambutnya telah memutih, juga dalam keadaan istrinya yang mandul, namun karena kehendak Allah, kesabarannya berbuah manis. Nabi Yahya hadir melengkapi kebahagiaan Nabi Zakaria di saat usianya sudah mencapai 90 tahun. Bukan hanya pada kisah Nabi Zakaria, namun juga ada pada kisah Nabi Ibrahim dan Imran, mereka adalah para penanti yang mengajarkan ketotalan dalam berharap dan berserah serta berpositif thinking pada Allah.
Semangat! Setelah masa-masa penantian, jika Allah berkenan maka berikutnya fase yang di jalani adalah fase kehamilan. Horaaay.. ‘Alhamdulillah alladzi bi ni’matihi tatimmus shalihat’ Berpikir positif pada fase ini tidak kalah penting dengan pikiran positif pas masa-masa penantian. Justru pada masa ini tantangannya lebih banyak karena melibatkan janin yang ada dalam perut, belum lagi berbagai saran dari keluarga dan lingkungan yang terkadang jadi terasa mengekang batin dan bikin nelangsa. hehe. Konon pikiran-pikiran ‘nggak enak’ pas hamil bisa memicu baby blues setelah persalinan dan berpengaruh ke janin. Disinilah pentingnya pikiran positif saat menjalani masa kehamilan. Kekuatiran yang akan sering dialami pada masa-masa ini adalah kekuatiran bagaimana dengan janin yang ada dalam perut. Saya merasakannya pemirsah, bawaannya jadi parno bin galau, belum lagi kekepoan makin menjadi-jadi haha. Kekuatiran ini makin bertambah saat harus menjalani kehamilan yang harus sendiri dan jauh dari keluarga, belum lagi harus kerja naik turun tangga setiap hari, duh..tak terhitung deh galaunya saya apalagi saat-saat hamil muda, takut terjadi apa-apa sama janin.
Solusinya, dengan tawakkal yang total kepada Allah, setelah berikhtiar menjaga sang janin dengan upaya terbaik, setelahnya serahkan pada Allah. Kekuatiran lain yang saya rasakan datang dari keluarga yang selalu menyuruh saya berhenti bekerja dan segera resign dari pekerjaaan saya. Saya berapa kali juga ikutan sensi karena point yang ini hehe. Tapi setelah saya pikir-pikir semua itu bermuara pada kekuatiran orang tua pada kita, anaknya. Saya yang baru jadi calon ibu aja kuatirnya udah minta ampun sama yang diperut, apalagi Mama yang udah puluhan tahun membersamai. Cinta ibu memang nggak bisa ditakar-takar ya, sejak dua garis itu terlihat samar, cinta sudah tumbuh subur di hati. Kekuatiran lain yang barangkali akan muncul adalah berkenaan dengan masalah finansial jika saya berhenti bekerja nantinya. Untuk point ini saya sangat terinspirasi dari jawaban yang diberikan Rasulullah kepada Ummu salamah saat beliau meminang Ummu Salamah sepeninggal Abu Salamah, saat membicarakan masa depan anak, Rasulullah menasehatkan untuk menyerahkannya kepada Allah yang Maha Memelihara, Mengetahui masa depan, dan Maha Pemberi Rizki.

Baca Juga (Tips Agar Tidak Galau Menghadapi Kehamilan Meskipun Sendiri)
Dengan Berpikiran positif Insya Allah akan membuat kehamilan lebih sehat. Dan Tawakkal adalah penenang yang paling baik. Keep Happy dan Positif Thinking to Allah

Sunday, 1 April 2018

Ketika Keberadaan Anak Menjadi Hal Mutlak Yang Harus Terpenuhi Dalam Pernikahan

Beberapa hari ini di pabrik sedang di hebohkan dengan kasus salah seorang karyawan harian yang lagi mempunyai masalah rumah tangga dengan istrinya. Sebenarnya ini masalah pribadinya dia sih, namun karena akhirnya melibatkan perusahaan, mau tidak mau akhirnya kasusnya nyerempet juga ke perusahaan dan mesti di tangani oleh Security dan Danramil setempat  yang menjaga keamanan di pabrik.
Apa pasal?
Sebenarnya saya bingung ini harus memulai cerita darimana whahaha. Etapi, saya nulis ini bukan bermaksud ngegosipin orang ataupun membuka aib rumah tangga orang lain yah, saya hanya ingin mengambil hikmah dari setiap kejadian di sekitarku, sehingga berusaha mengabadikannya dalam tulisan.
Jadi ceritanya temanku ini telah menikah selama 6 tahun dan belum juga dikaruniai keturunan. Mereka sudah berobat kesana kemari, pijat sana sini, mencoba beberapa pengobatan dokter dan alternatif yang disarankan orang, namun apa mau dikata Allah belum juga memberikan amanah kepada mereka berupa keberadaan anak untuk melengkapi pernikahannya. Kata dia sih masalah ada pada istrinya yang kelebihan berat badan dan kurang subur sehingga sulit hamil, wallahu alam.
Alhasil, tiap dengar kabar istri karyawan lain yang sedang hamil atau hamil lagi anak yang ke-sekian dia selalu nelangsa, apalagi yang belakangan nikah daripada dia udah punya 2-3 anak, pun saat dia tahu kalau saya juga sedang hamil beberapa bulan yang lalu, sambil memberi selamat dia juga bertanya “Mba Tris, rahasianya apa biar cepat hamil? Ibu LDR an aja, jarang ketemu suami cepat banget hamilnya, saya kok udah 6 tahun nikah tiap hari sama-sama istri pula, kok istri belum hamil-hamil yah?”. Di lain waktu juga pernah bilang “Mba, kalau ada butuh apa-apa, lagi ngidam gitu mau makan apa bilang sama saya yah, nanti saya yang carikan, saya mau merasakan gimana rasanya melayani ibu hamil yang ngidam”. Akhirnya saya cuma bisa komentar sambil menyemangati dia, saya bilang “Saya doain semoga istrimu juga cepat hamil yah biar bisa merasakan jadi suami siaga menemani istri yang sedang hamil.”  
Saya mengerti sekali apa yang dirasakannya. Saya aja yang menanti baru 9 bulan nelangsanya udah sampai di ubun-ubun, apalagi dia yang sudah 6 tahun menikah. Belum lagi cemoohan dari orang sekitar yang gak bisa menjaga lidahnya, dengan seenaknya melempar kata dan prasangka kepada pasangan yang belum juga dikaruniai keturunan (belum punya anak saja sudah berat, apalagi ditambah sangkaan dan ejekan orang sekitar). Karena itu saya terkadang juga ikutan sebal sama teman-teman yang kadang mengejeknya, namun kelihatannya dia udah nampak biasa dan hanya meng-amin-kan saja jika di ejek teman-teman (mungkin sudah bosan kali yah dijadikan bahan ejekan terus?).
Nah.,seminggu ini kami mendapat kabar kalau dia bertengkar hebat dengan istrinya karena dia ada hugel (bahasa manado untuk selingkuhan) dengan janda beranak dua. Saya yang tidak tahu menahu masalah sempat kaget juga saat istri dan keluarga istrinya tiba-tiba datang mengamuk di pabrik meminta perusahaan agar memecat si dia atau gak mengizinkannya kerja sampai kasus hukumnya selesai. Lach..perusahaan sebenarnya gak ada urusan dan gak berhak memecat karyawannya karena ini masalah pribadi, wong kerjaannya baik-baik saja. Sebelumnya juga istrinya sudah melabrak dan memukul wanita selingkuhan (kita sebut saja pelakor) suaminya di tempat kerjanya sehingga pelakor ini gak terima dan menuntut balik istrinya ke polisi, makanya kasusnya menjadi riweh dan njelimet saling tuntut menuntut. Masalah yang harusnya sifatnya privacy menjadi konsumsi publik, apalagi istrinya yang saat ini menyita hp dan akun sosmed suaminya menyebarkan aib keluarganya di sosmed dan di semua grup WA (termasuk grup perusahaan). Akhirnya, kita yang tidak mau ikutan kepo pun jadi tahu permasalahan rumah tangganya mereka.
Saya gak mau membahas masalah rumah tangga mereka lebih dalam, namun saat ada kesempatan saya mencoba mengajak temanku ini berdiskusi ringan (kebetulan dia masih kerja juga di tengah masalah yang menderanya). Karena sebelumnya kami memang sudah sering ngobrol sambil bercanda, jadi dia terbuka aja menceritakan apa yang lagi dialaminya (mungkin karena dia berpikir semua orang sudah tahu kali yah?). Akhirnya saya mencoba membuka percakapan;
“Jadi gimana, kamu gak mau ngambil cuti dulu untuk menyelesaikan masalah rumah tanggamu?”, tanyaku padanya.
“Gak ahh bu, saya gak mau mencampur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan, lagian saya kan juga butuh makan, kalau gak kerja uang dari mana?”
“Saya doain semoga masalahmu cepat selesai yah, semoga ada jalan keluarga terbaik untuk kamu dan keluarga”.
“Kayaknya gak deh bu’, istri sudah minta cerai, susah mau damai lagi”, jawabnya.
“Kok bisa gitu? Kamu usahalah sedikit biar istri berubah pikiran. Sayang loh udah 6 tahun nikah”, saya bertanya sambil mencoba tidak men-judge-nya meskipun saya tahu kalau tindakannya itu salah.
“Yah..gimana bu’ saya kan juga pengen punya keturunan, Juned aja yang baru nikah setahun udah mau dua anaknya. Saya udah ngomong baik-baik sama istri mau nikah lagi tanpa cerai, tapi dia gak mau. Kalau gini-gini terus saya gak bakalan punya keturunan sampai mati dong bu ”.
*****
Jujur saja, saya speachless juga mendengar jawabannya. Meskipun jawaban ini sudah saya duga sebelumnya, namun kali ini nadanya lebih getir dan kata-katanya dalam banget. Ternyata sebegitu  kuatnya keinginan temanku ini memiliki keturunan. Saya bukan lantas membenarkan kelakuannya yang mencari wanita lain (janda beranak dua yang jelas-jelas bisa memberikan keturunan) dan meninggalkan istrinya yang mandul. Saya tahu caranya salah, namun mungkin itulah jalan terakhir yang bisa ditempuhnya setelah semua jalan seakan buntu. Saya sendiripun tak tahu akan bersikap bagaimana jika saya berada di posisinya atau di posisi istrinya, bisa jadi saya juga tidak akan kuat (aah..langsung teringat diva pop Malaysia, Siti Nurhaliza yang sabar dan tak lelah menanti selama 11 tahun untuk memperoleh buah hati, masya Allah).
*****
Akhirnya, karena jawaban teman saya itu, saya jadi terinspirasi untuk menanyakan pendapat teman-teman kerjaku yang mayoritas papah-papah muda dan mengadakan survey kecil-kecilan tentang seberapa penting keberadaan anak dalam rumah tangga mereka (haha..kurang kerjaan banget gue yah, tapi beneran ini karena saya penasaran pemirsah muehehe). Dan berikut pendapat mereka;
“Kehadiran anak lumayan dapat menciptakan suasana baru yang lebih indah dalam rumah tangga kami. Hadirnya seorang anak akan membuat kebahagiaan rumah tangga saya menjadi sempurna.”(Bang Torang, 31 tahun)
“Karena anaklah alasan saya bekerja dan cari uang untuk masa depannya mereka. Begitu lelah melanda ketika pulang kerumah lihat anak, lelah seketika hilang. Anak bisa jadi penyemangat hidup saya”( Bang Ikhsan, 33 tahun)
“Anak adalah pelanjut generasi dan keturunan saya. Jadi kalau saya tidak memiliki anak, kelak saya tidak mempunyai generasi penerus lagi, makanya menurut saya anak sangatlah penting, itulah mengapa saya mengikuti anjuran Nabi untuk memperbanyak anak, sekarang anakku sudah 6 hehe” (Bang Agus, 46 tahun)
“Anak adalah titipan dan anugrah terindah yang diberikan Tuhan dalam hidup saya. Setelah lama menanti jodoh dan menikah, alhamdulilah diberi amanah anak lumayan cepat. Karena itu titipan anak dari Allah harus saya rawat, didik dan besarkan untuk menjadi anak yang berhasil kelak, dan anugerah yang dapat membuat pernikahan saya lebih lengkap. Untuk itu, saya selalu akan berusaha untuk dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak saya yang tercinta.”(Bang Sembiring, 39 tahun)
“Tanpa anak dalam pernikahan saya, saya mungkin tidak akan sebahagia saat ini. Hanya dengan melihat buah hati saya, meskipun saya mendapatkan cobaan berat sekalipun, anak dapat memberikan kekuatan dan semangat yang besar yang mampu membuat saya dan istri dapat tetap tersenyum, apalagi jika melihat tingkah mereka” (Pak Nasrul, 47 tahun)
“Kehadiran seorang anak dalam pernikahan dapat membuat saya dan istri menjadi orang tua yang lebih bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan rumah tangga kami. Kami merasa memiliki tanggung jawab yang besar atas hidup dan kebahagiaan buah hati kami, sehingga mendorong kami untuk ingin selalu memberikan yang terbaik baginya. Kadang setelah gajian kami sudah tidak ingat kebutuhan kami, yang kami ingat hanya kebutuhan anak saja hehe” (Junaedi, 26 tahun )
“Bagi orang Batak, anak sangat penting sebagai pelanjut marga. Anaklah juga yang dapat menjadi penyemangat hidup saya, ketika saya mengalami masalah dan kertepurukan. Anak jugalah yang membuat hidup saya lebih berarti. Tanpa anak dalam rumah tangga saya, saya tidak memiliki semangat sebesar ini. Ketika bertengkar dengan istri, ingat anak langsung pengen cepat-cepat rujuk aja hehe “(Angga, 29 tahun).
Mendengar jawaban para bapak-bapak ini, akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata kehadiran buah hati dalam sebuah pernikahan memang adalah hal mutlak yang harus terpenuhi bagi sebagian pasangan, karena dengan adanya anak dapat mengubah segalanya menjadi lebih indah. Berjuta alasan kebahagiaan akan terpancar dari setiap pasangan suami istri yang telah memiliki anak. Tentunya semua harapan yang diinginkan semua pasangan suami istri adalah harapan-harapan yang positif. Terlepas dari semua pendapat mereka, memiliki anak ternyata sangat penting karena anak adalah anugrah, investasi akhirat, amanah dan titipan dari Tuhan yang harus kita jaga, rawat dan besarkan dengan baik.
Berjuta ungkapan kebahagiaan ditujukan oleh sekian banyak ibu dan ayah atas anak mereka. Tapi tidak semua pasangan bisa beruntung dengan mudah diberikan karunia anak, dan masih banyak pasangan di luar sana yang masih sedang menanti dan sangat mengharapkan kehidupan mereka diwarnai dengan tawa anak-anak seperti teman saya di atas.
Lantas, Bagaimana dengan kita? Jika saat ini telah memiliki anak yang menceriakan rumah tangga kita, tidakkah hal itu cukup untuk senantiasa memperkuat rumah tangga yang kita bina bersama pasangan? Atau setidaknya bersyukur kepada Allah atas kepercayaan yang telah diberikan-Nya kepada kita dan pasangan. Diberi nikmat hamil dan mempunyai anak yang juga bisa jadi investasi akhirat, tentunya adalah anugrah yang tak terindah dari Allah, sehingga kita harus banyak-banyak bersyukur atas limpahan karuniaNya. Alhamdulilah ala kulli hal.

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...