Sunday, 1 April 2018

Ketika Keberadaan Anak Menjadi Hal Mutlak Yang Harus Terpenuhi Dalam Pernikahan

Beberapa hari ini di pabrik sedang di hebohkan dengan kasus salah seorang karyawan harian yang lagi mempunyai masalah rumah tangga dengan istrinya. Sebenarnya ini masalah pribadinya dia sih, namun karena akhirnya melibatkan perusahaan, mau tidak mau akhirnya kasusnya nyerempet juga ke perusahaan dan mesti di tangani oleh Security dan Danramil setempat  yang menjaga keamanan di pabrik.
Apa pasal?
Sebenarnya saya bingung ini harus memulai cerita darimana whahaha. Etapi, saya nulis ini bukan bermaksud ngegosipin orang ataupun membuka aib rumah tangga orang lain yah, saya hanya ingin mengambil hikmah dari setiap kejadian di sekitarku, sehingga berusaha mengabadikannya dalam tulisan.
Jadi ceritanya temanku ini telah menikah selama 6 tahun dan belum juga dikaruniai keturunan. Mereka sudah berobat kesana kemari, pijat sana sini, mencoba beberapa pengobatan dokter dan alternatif yang disarankan orang, namun apa mau dikata Allah belum juga memberikan amanah kepada mereka berupa keberadaan anak untuk melengkapi pernikahannya. Kata dia sih masalah ada pada istrinya yang kelebihan berat badan dan kurang subur sehingga sulit hamil, wallahu alam.
Alhasil, tiap dengar kabar istri karyawan lain yang sedang hamil atau hamil lagi anak yang ke-sekian dia selalu nelangsa, apalagi yang belakangan nikah daripada dia udah punya 2-3 anak, pun saat dia tahu kalau saya juga sedang hamil beberapa bulan yang lalu, sambil memberi selamat dia juga bertanya “Mba Tris, rahasianya apa biar cepat hamil? Ibu LDR an aja, jarang ketemu suami cepat banget hamilnya, saya kok udah 6 tahun nikah tiap hari sama-sama istri pula, kok istri belum hamil-hamil yah?”. Di lain waktu juga pernah bilang “Mba, kalau ada butuh apa-apa, lagi ngidam gitu mau makan apa bilang sama saya yah, nanti saya yang carikan, saya mau merasakan gimana rasanya melayani ibu hamil yang ngidam”. Akhirnya saya cuma bisa komentar sambil menyemangati dia, saya bilang “Saya doain semoga istrimu juga cepat hamil yah biar bisa merasakan jadi suami siaga menemani istri yang sedang hamil.”  
Saya mengerti sekali apa yang dirasakannya. Saya aja yang menanti baru 9 bulan nelangsanya udah sampai di ubun-ubun, apalagi dia yang sudah 6 tahun menikah. Belum lagi cemoohan dari orang sekitar yang gak bisa menjaga lidahnya, dengan seenaknya melempar kata dan prasangka kepada pasangan yang belum juga dikaruniai keturunan (belum punya anak saja sudah berat, apalagi ditambah sangkaan dan ejekan orang sekitar). Karena itu saya terkadang juga ikutan sebal sama teman-teman yang kadang mengejeknya, namun kelihatannya dia udah nampak biasa dan hanya meng-amin-kan saja jika di ejek teman-teman (mungkin sudah bosan kali yah dijadikan bahan ejekan terus?).
Nah.,seminggu ini kami mendapat kabar kalau dia bertengkar hebat dengan istrinya karena dia ada hugel (bahasa manado untuk selingkuhan) dengan janda beranak dua. Saya yang tidak tahu menahu masalah sempat kaget juga saat istri dan keluarga istrinya tiba-tiba datang mengamuk di pabrik meminta perusahaan agar memecat si dia atau gak mengizinkannya kerja sampai kasus hukumnya selesai. Lach..perusahaan sebenarnya gak ada urusan dan gak berhak memecat karyawannya karena ini masalah pribadi, wong kerjaannya baik-baik saja. Sebelumnya juga istrinya sudah melabrak dan memukul wanita selingkuhan (kita sebut saja pelakor) suaminya di tempat kerjanya sehingga pelakor ini gak terima dan menuntut balik istrinya ke polisi, makanya kasusnya menjadi riweh dan njelimet saling tuntut menuntut. Masalah yang harusnya sifatnya privacy menjadi konsumsi publik, apalagi istrinya yang saat ini menyita hp dan akun sosmed suaminya menyebarkan aib keluarganya di sosmed dan di semua grup WA (termasuk grup perusahaan). Akhirnya, kita yang tidak mau ikutan kepo pun jadi tahu permasalahan rumah tangganya mereka.
Saya gak mau membahas masalah rumah tangga mereka lebih dalam, namun saat ada kesempatan saya mencoba mengajak temanku ini berdiskusi ringan (kebetulan dia masih kerja juga di tengah masalah yang menderanya). Karena sebelumnya kami memang sudah sering ngobrol sambil bercanda, jadi dia terbuka aja menceritakan apa yang lagi dialaminya (mungkin karena dia berpikir semua orang sudah tahu kali yah?). Akhirnya saya mencoba membuka percakapan;
“Jadi gimana, kamu gak mau ngambil cuti dulu untuk menyelesaikan masalah rumah tanggamu?”, tanyaku padanya.
“Gak ahh bu, saya gak mau mencampur adukkan masalah pribadi dengan kerjaan, lagian saya kan juga butuh makan, kalau gak kerja uang dari mana?”
“Saya doain semoga masalahmu cepat selesai yah, semoga ada jalan keluarga terbaik untuk kamu dan keluarga”.
“Kayaknya gak deh bu’, istri sudah minta cerai, susah mau damai lagi”, jawabnya.
“Kok bisa gitu? Kamu usahalah sedikit biar istri berubah pikiran. Sayang loh udah 6 tahun nikah”, saya bertanya sambil mencoba tidak men-judge-nya meskipun saya tahu kalau tindakannya itu salah.
“Yah..gimana bu’ saya kan juga pengen punya keturunan, Juned aja yang baru nikah setahun udah mau dua anaknya. Saya udah ngomong baik-baik sama istri mau nikah lagi tanpa cerai, tapi dia gak mau. Kalau gini-gini terus saya gak bakalan punya keturunan sampai mati dong bu ”.
*****
Jujur saja, saya speachless juga mendengar jawabannya. Meskipun jawaban ini sudah saya duga sebelumnya, namun kali ini nadanya lebih getir dan kata-katanya dalam banget. Ternyata sebegitu  kuatnya keinginan temanku ini memiliki keturunan. Saya bukan lantas membenarkan kelakuannya yang mencari wanita lain (janda beranak dua yang jelas-jelas bisa memberikan keturunan) dan meninggalkan istrinya yang mandul. Saya tahu caranya salah, namun mungkin itulah jalan terakhir yang bisa ditempuhnya setelah semua jalan seakan buntu. Saya sendiripun tak tahu akan bersikap bagaimana jika saya berada di posisinya atau di posisi istrinya, bisa jadi saya juga tidak akan kuat (aah..langsung teringat diva pop Malaysia, Siti Nurhaliza yang sabar dan tak lelah menanti selama 11 tahun untuk memperoleh buah hati, masya Allah).
*****
Akhirnya, karena jawaban teman saya itu, saya jadi terinspirasi untuk menanyakan pendapat teman-teman kerjaku yang mayoritas papah-papah muda dan mengadakan survey kecil-kecilan tentang seberapa penting keberadaan anak dalam rumah tangga mereka (haha..kurang kerjaan banget gue yah, tapi beneran ini karena saya penasaran pemirsah muehehe). Dan berikut pendapat mereka;
“Kehadiran anak lumayan dapat menciptakan suasana baru yang lebih indah dalam rumah tangga kami. Hadirnya seorang anak akan membuat kebahagiaan rumah tangga saya menjadi sempurna.”(Bang Torang, 31 tahun)
“Karena anaklah alasan saya bekerja dan cari uang untuk masa depannya mereka. Begitu lelah melanda ketika pulang kerumah lihat anak, lelah seketika hilang. Anak bisa jadi penyemangat hidup saya”( Bang Ikhsan, 33 tahun)
“Anak adalah pelanjut generasi dan keturunan saya. Jadi kalau saya tidak memiliki anak, kelak saya tidak mempunyai generasi penerus lagi, makanya menurut saya anak sangatlah penting, itulah mengapa saya mengikuti anjuran Nabi untuk memperbanyak anak, sekarang anakku sudah 6 hehe” (Bang Agus, 46 tahun)
“Anak adalah titipan dan anugrah terindah yang diberikan Tuhan dalam hidup saya. Setelah lama menanti jodoh dan menikah, alhamdulilah diberi amanah anak lumayan cepat. Karena itu titipan anak dari Allah harus saya rawat, didik dan besarkan untuk menjadi anak yang berhasil kelak, dan anugerah yang dapat membuat pernikahan saya lebih lengkap. Untuk itu, saya selalu akan berusaha untuk dapat menjadi orang tua yang baik bagi anak saya yang tercinta.”(Bang Sembiring, 39 tahun)
“Tanpa anak dalam pernikahan saya, saya mungkin tidak akan sebahagia saat ini. Hanya dengan melihat buah hati saya, meskipun saya mendapatkan cobaan berat sekalipun, anak dapat memberikan kekuatan dan semangat yang besar yang mampu membuat saya dan istri dapat tetap tersenyum, apalagi jika melihat tingkah mereka” (Pak Nasrul, 47 tahun)
“Kehadiran seorang anak dalam pernikahan dapat membuat saya dan istri menjadi orang tua yang lebih bertanggung jawab dalam menjalani kehidupan rumah tangga kami. Kami merasa memiliki tanggung jawab yang besar atas hidup dan kebahagiaan buah hati kami, sehingga mendorong kami untuk ingin selalu memberikan yang terbaik baginya. Kadang setelah gajian kami sudah tidak ingat kebutuhan kami, yang kami ingat hanya kebutuhan anak saja hehe” (Junaedi, 26 tahun )
“Bagi orang Batak, anak sangat penting sebagai pelanjut marga. Anaklah juga yang dapat menjadi penyemangat hidup saya, ketika saya mengalami masalah dan kertepurukan. Anak jugalah yang membuat hidup saya lebih berarti. Tanpa anak dalam rumah tangga saya, saya tidak memiliki semangat sebesar ini. Ketika bertengkar dengan istri, ingat anak langsung pengen cepat-cepat rujuk aja hehe “(Angga, 29 tahun).
Mendengar jawaban para bapak-bapak ini, akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa ternyata kehadiran buah hati dalam sebuah pernikahan memang adalah hal mutlak yang harus terpenuhi bagi sebagian pasangan, karena dengan adanya anak dapat mengubah segalanya menjadi lebih indah. Berjuta alasan kebahagiaan akan terpancar dari setiap pasangan suami istri yang telah memiliki anak. Tentunya semua harapan yang diinginkan semua pasangan suami istri adalah harapan-harapan yang positif. Terlepas dari semua pendapat mereka, memiliki anak ternyata sangat penting karena anak adalah anugrah, investasi akhirat, amanah dan titipan dari Tuhan yang harus kita jaga, rawat dan besarkan dengan baik.
Berjuta ungkapan kebahagiaan ditujukan oleh sekian banyak ibu dan ayah atas anak mereka. Tapi tidak semua pasangan bisa beruntung dengan mudah diberikan karunia anak, dan masih banyak pasangan di luar sana yang masih sedang menanti dan sangat mengharapkan kehidupan mereka diwarnai dengan tawa anak-anak seperti teman saya di atas.
Lantas, Bagaimana dengan kita? Jika saat ini telah memiliki anak yang menceriakan rumah tangga kita, tidakkah hal itu cukup untuk senantiasa memperkuat rumah tangga yang kita bina bersama pasangan? Atau setidaknya bersyukur kepada Allah atas kepercayaan yang telah diberikan-Nya kepada kita dan pasangan. Diberi nikmat hamil dan mempunyai anak yang juga bisa jadi investasi akhirat, tentunya adalah anugrah yang tak terindah dari Allah, sehingga kita harus banyak-banyak bersyukur atas limpahan karuniaNya. Alhamdulilah ala kulli hal.

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...