Ehh…dosaa nggak yah…nguping pembicaraan orang yang awalnya gak diniatin? Kemarin itu saya beneran nggak niat buat nguping pembicaraan bapak-bapak teman kerjaku yang lagi ngopi-ngopi di belakang mess saat jam istirahat. Eh kuping tak dapat dihalangi untuk stay tune kan yah? haha., jadilah saya khusyu’ disitu mendengarkan cerita teman-teman kerjaku yang juga papah-papah muda ini di dekat tempat nyuci piring di belakang mess . Kebetulan mereka memang suka nongkrong disitu sambil masak air panas buat ngopi-ngopi.
Tenang saja..gak ada unsur ghibah kok di dalamnya, yang ada saya hanya berusaha mengambil hikmah..hikmah..dan hikmah. Jadi berasa deh..nyuci piring bagaikan menyelam sambil minum susu, sekalian memetik hikmah muehehe.
Cerita dari teman-temanku yang kemarin itu benaran lucu, unik dan mbikin mesem-mesem. Jadi ceritanya mereka lagi membahas keluarga besar alias keluarga dengan buaanyak anak (gileee..obrolan papah-papah jaman now ternyata asyik juga yah?). Ini setelah salah satu dari mereka mengomentari berat badan Juned yang tambah kurus sejak punya anak pertama.
“Ned, kok ngana makin kurus stau setelah punya anak kang? Kiapa so? Perasaan waktu habis nikah gemuk ngana kang?”, tanya salah satu dari mereka
“Iyo dang, kita ada begadang terus temani maitua jaga adek”, jawab Nedi
“Weitzz…papah muda yang siaga, boleh jo no itu”, komentar yang lain.
Kemudian pernyataan Nedi selanjutnya mbikin kami semua tersenyum simpul, tak terkecuali saya yang waktu itu sementara nyuci piring.
“Kong maitua ada hamil ley broh, padahal adek baru 3 bulan usianya, masih ASI pula, tambah pusing kita, mana gaji masih segini-gininya”, ujarnya. (oh..iya..di Sulut ini sebutan untuk bayi atau anak kecil itu adek).
Sontak pernyataannya ini membuat kami semua melongo sambil terperangah, ini karena kami semua tahu istrinya dia baru saja ngelahirin 3 bulan yang lalu, bahkan anaknya yang pertama saja belum di akikahin karena masih terkendala biaya, sekarang istrinya sudah hamil lagi anak yang kedua.
Selanjutnya, saya mendengar komentar teman-temanku yang bikin saya ngakak sampai terpingkal-pingkal gak karuan (masih di tempat persembunyianku tentunya) haha
“Hah? Kong bagaimana dang? Ngana sih terlalu lincah Ned, kase jo pa Iman yang so kaweng 3 taon mar belum dapa anak ley kaseang” (ampuunn..dikiranya anak bisa di alih-alihkan apa? Yakali..kalau anak bisa dibarter-barter dengan barang gitu)
“Kiapa nyanda KB so maitua? Kita pe maitua aja ada KB mar masih jebol juga Ned” hahaha.
“Sudah jo dulu batambah-tambah adek Ned, atau nanti-nanti jo lagi, mana penghasilan gak jelas gini”.
“Bukannya habis ngelahirin kan nifas 40 hari toh Ned? Ngana nyanda istirahat so? Langsung ‘main’ lagi setelah nifas selesai? Pelan jo kwa, nyanda usah balaju kali (asliii..gegara koment ini saya setengah mati nahan tawa, hampir aja ketahuan kalau lagi nguping wkwkwk).
“Iyo Ned, harusnya ngana hitung-hitung masa subur maitua, pintar-pintar kalau mau KB alami”, nimbrung yang lain lagi.
Juned hanya menjawab kalem semua komentar-komentar mereka;
“Kita ley nimau secepat ini kwa, mar kita pe maitua gampang sekali mau hamil. Sudah minum kiranti 5 botol sama makan nenas biar itu adek mau keluar mar nyanda noh, kita ley pusing ini so mo bertambah personil mar gaji masih bagini”
Mendengar jawaban Nedi, saya yang masih bertahan di tempat persembunyianku, gak tahan lagi untuk gak ikutan berkomentar, sepertinya ada yang harus diluruskan dari pemikiran mereka-mereka ini. Saya tahu kegelisahan mereka yang tidak jauh-jauh dari soal menafkahi keluarga, di tengah penghasilan mereka yang ‘hanya’ karyawan harian yang gajinya kadang gak menentu (masuk kerja digaji, gak masuk yah gak gajian), sehingga pastinya masalah finansial menjadi beban tersendiri buat papah-papah muda ini.
Oh..iya sekilas tentang temanku si Junaedi ini, dia memang berasal dari keluarga broken home, orang tuanya bercerai saat ia masih balita karena perbedaan keyakinan. Ayahnya kembali ke keyakinan asalnya Kristen, sedangkan ibunya karena gak mau ikut keyakinan ayahnya mereka memilih bercerai dan akhirnya mereka menikah kembali dan memilih menjalani kehidupan masing-masing. Junaedi ikut ibunya dan hidup bersama ayah dan saudara-saudara tirinya. Dia sering sharing sama saya karena kebetulan Ibunya juga orang Makassar dan dia pernah kuliah di Universitas 45 meskipun gak selesai, jadi lumayan dekatlah saya sama dia. November 2016 tahun lalu dia akhirnya menikah dengan pacarnya yang masih kuliah (otomatis dia juga menanggung biaya kuliahnya setelah menjadi istrinya), tidak menunggu waktu lama istrinya langsung hamil dan bulan Agustus 2017 kemarin baru saja ngelahirin putra pertamanya. Bebannya makin bertambah karena bulan Maret 2017 kemarin ayah tirinya meninggal dunia, sehingga semua adek-adeknya (4 orang) yang masih kuliah dan sekolah otomatis akan menjadi tanggungannya juga mengingat ibunya hanya IRT, dan ayah tirinya bukanlah pegawai negeri yang meninggalkan uang pensiunan janda, karena itu wajar saja jika dia bertambah pusing menghadapi kenyataan istrinya hamil lagi, karena itu berarti beban tanggungannya makin bertambah. Di usianya yang masih 25 tahun dia harus menjadi tulang punggung 2 keluarga sekaligus.
Karena penghasilan yang kadang gak mencukupi, teman-temanku disini memang terkadang harus berhutang sama kami para staff, terkadang juga berutang di warung yang dibayar tiap Sabtu setelah mereka gajian. Namun, kami berusaha mengerti karena mereka berutang memang hanya untuk keperluan primer (untuk beli beras, beli susu anak, biaya sekolah anak, dan biaya pengobatan jika ada anggota keluarga mereka yang sakit), karena itu saya memaklumi pemikiran-pemikiran mereka yang mungkin beranggapan kalau ‘nambah anak’ berarti nambah beban financial ataupun nambah masalah baru’.
Oh..iya sekilas tentang temanku si Junaedi ini, dia memang berasal dari keluarga broken home, orang tuanya bercerai saat ia masih balita karena perbedaan keyakinan. Ayahnya kembali ke keyakinan asalnya Kristen, sedangkan ibunya karena gak mau ikut keyakinan ayahnya mereka memilih bercerai dan akhirnya mereka menikah kembali dan memilih menjalani kehidupan masing-masing. Junaedi ikut ibunya dan hidup bersama ayah dan saudara-saudara tirinya. Dia sering sharing sama saya karena kebetulan Ibunya juga orang Makassar dan dia pernah kuliah di Universitas 45 meskipun gak selesai, jadi lumayan dekatlah saya sama dia. November 2016 tahun lalu dia akhirnya menikah dengan pacarnya yang masih kuliah (otomatis dia juga menanggung biaya kuliahnya setelah menjadi istrinya), tidak menunggu waktu lama istrinya langsung hamil dan bulan Agustus 2017 kemarin baru saja ngelahirin putra pertamanya. Bebannya makin bertambah karena bulan Maret 2017 kemarin ayah tirinya meninggal dunia, sehingga semua adek-adeknya (4 orang) yang masih kuliah dan sekolah otomatis akan menjadi tanggungannya juga mengingat ibunya hanya IRT, dan ayah tirinya bukanlah pegawai negeri yang meninggalkan uang pensiunan janda, karena itu wajar saja jika dia bertambah pusing menghadapi kenyataan istrinya hamil lagi, karena itu berarti beban tanggungannya makin bertambah. Di usianya yang masih 25 tahun dia harus menjadi tulang punggung 2 keluarga sekaligus.
Karena penghasilan yang kadang gak mencukupi, teman-temanku disini memang terkadang harus berhutang sama kami para staff, terkadang juga berutang di warung yang dibayar tiap Sabtu setelah mereka gajian. Namun, kami berusaha mengerti karena mereka berutang memang hanya untuk keperluan primer (untuk beli beras, beli susu anak, biaya sekolah anak, dan biaya pengobatan jika ada anggota keluarga mereka yang sakit), karena itu saya memaklumi pemikiran-pemikiran mereka yang mungkin beranggapan kalau ‘nambah anak’ berarti nambah beban financial ataupun nambah masalah baru’.
Dan akhirnya saya ikutan nimbrung juga di tengah keseruan bapak-bapak ini ngebahas masalah tadi.
“Kenapa Ned? Firda hamil lagi yah? Alhamdulilah ya Ned, rezki itu broh, jangan di tolak! Kok mau digugurkan anaknya? Kan si baby gak berdosa!” (entah kenapa perasaanku langsung sensitif dengan hal-hal yang berhubungan dengan baby, apa pengaruh hamil kali yah? Makanya jadi lebih empati sama hal-hal beginian, apalagi saat mendengar baby yang tak berdosa mau digugurkan ‘hanya’ karena perasaan takut masalah financial, gak adil aja gitu, toh gak ada bayi yang minta di lahirkan).
“Iya Mba Tris, tapi kami belum siap, istri juga masih lemah, apalagi adek juga masih nyusu, kasihan kalau harus terputus, terlebih lagi karena masalah finansial.”
“Ned, percaya deh setiap anak yang terlahir itu sudah dijamin rezkinya sama Allah, sedangkan Cicak aja yang hanya diam-diam merayap di dinding bisa dapat nyamuk yang terbang kesana kemari. Kalau kita pikir Allah tidak adil kan? Kenapa Cicak yang cuma bisa merayap ditakdirkan makanannya nyamuk yang bisa terbang? Kalau si nyamuk mau pasti gampang sekali mempermainkan si Cicak kan? Namun tidak, Allah Maha adil, Dia mendatangkan si Nyamuk buat menjadi makanan si Cicak, yang penting si Cicak ada usaha dan ikhtiar mencari makan, meskipun usahanya hanya diam-diam dan merayap. Hewan aja dijamin rezkinya, apalagi kita manusia, asalkan mau berusaha aja Ned.”
“Nah., betul itu buk’, anak juga itu rezeki. Iman saja udah setengah mati usaha kiri kanan, sudah pijat sana pijat sini biar istrinya hamil, namun sampe sekarang belum isi, padahal udah pengen sekali mereka punya anak, kata temanku mengomentari kata-kataku.”
Saya kemudian melanjutkan “Jadi Ned, maitua subur dan gampang hamil harusnya di syukuri, kalian enak itu, gak lama nunggu langsung dikasih anak sama Allah, saya aja yang menanti 9 bulan udah galau sana sini loh Ned, jadi di support aja istrinya, jangan malah di tambah kegalauan istri dengan menjadikan anak yang dikandungnya sebagai beban”.
“Iyah buk..hehe..siang-siang dapat wejangan dari bumil. Mungkin udah jalannya kali yah buk’? Terpaksa disyukurilah kalau gitu”
“Kok jadi terpaksa? Bilang ‘Alhamdulilah’ gitu napa? Hehe..
Disitulah kuasanya Allah, di satu kubu ada yang mengatur jarak kelahiran dengan memasang KB, di sudut lain ada yang hamil lagi dengan jarak sangat rapat. Jika mendengar obrolan yang beginian, saya langsung kepikiran masa-masa galau menanti untuk hamil. Di sisi kehidupan yang satu ada yang mengatur sedemikian rupa biar nggak hamil lagi, di sisi yang lain ada yang pontang-panting usaha biar bisa hamil. Bagaimanapun keadaan dilapangan, saya percaya bahwa setiap pasangan punya alasan masing-masing untuk urusan ini.
Disitulah kuasanya Allah, di satu kubu ada yang mengatur jarak kelahiran dengan memasang KB, di sudut lain ada yang hamil lagi dengan jarak sangat rapat. Jika mendengar obrolan yang beginian, saya langsung kepikiran masa-masa galau menanti untuk hamil. Di sisi kehidupan yang satu ada yang mengatur sedemikian rupa biar nggak hamil lagi, di sisi yang lain ada yang pontang-panting usaha biar bisa hamil. Bagaimanapun keadaan dilapangan, saya percaya bahwa setiap pasangan punya alasan masing-masing untuk urusan ini.
Untuk saya pribadi yang juga berasal dari keluarga besar dan subur, saya sangat bersyukur punya saudara yang banyak, bisa saling tolong menolong di saat kesusahan, saling memberi solusi di saat ada masalah, dan saling mengurusi di saat ada yang sakit. Tante dan om dari pihak mama juga anaknya banyak-banyak, jadi punya sepupu yang banyak juga kebahagiaan tersendiri, apalagi kalau ada acara keluarga, banyak yang bantuin, sampai itu panggung acara udah gak cukup jika semua sepupu-sepupu ngumpul untuk foto bareng, tapi disitulah keseruannya muehehe.
Baru-baru ini juga saya dibuat tersepona oleh Gen Halilintar, sebuah keluarga dengan 11 anak yang rapat-rapat dengan perawatan dan pendidikan terbaik. Woww…Emejing kan? Jauh sebelum ini, saya juga pernah takjub saat melihat 10 bersaudara bintang Al-qur’an, 10 bersaudara dan semuanya hafal Al Qur’an. Masya Allah.
Etapi, itu keluarga gen halilintar kan tajir bo’, jadi punya anak segambreng juga nggak masalah, finansialnya gak bakal goyang, pun dengan 10 bersaudara yang hafal Al Qur’an itu juga Wow, orang tua mereka kan anggota DPR RI, nah bagaimana kalau kami yang punya anak segitu? Sedangkan kehidupan ekonomi berdua dengan suami saja masih ISIS (ini susah itu susah), sedangkan keperluan di masa akan datang kan semakin banyak? <—— Nah..ini dia salah satu contoh bisikan setan
.

Namun saya percaya, sebagai seorang muslim, tempat kembalinya segala urusan adalah aturan Allah dan Rasul-Nya. Dan ternyata Rasulullah memang menganjurkan untuk memiliki keturanan yang banyak, tanpa ada syarat harus kaya dulu. Catet! GAK MESTI KAYA DULU! Ada haditsnya kok, Dari Ma’qil bin Yasar al-Muzani radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Seorang lelaki pernah datang (menemui) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata: Sesungguhnya aku mendapatkan seorang perempuan yang memiliki kecantikan dan (berasal dari) keturunan yang terhormat, akan tetapi dia tidak bisa punya anak (mandul), apakah aku (boleh) menikahinya? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak (boleh)”, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk kedua kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali melarangnya, kemudian lelaki itu datang (dan bertanya lagi) untuk ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan membanggakan (banyaknya jumlah kalian) dihadapan umat-umat lain (pada hari kiamat nanti).”
Demikian pula keumuman hadits-hadits yang menunjukkan keutamaan memiliki anak yang saleh, seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika seorang manusia mati, maka terputuslah (pahala) amal (kebaikan)nya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya dengan diwakafkan), atau ilmu yang diambil manfaatnya (terus diamalkan), atau anak shaleh yang terus mendoakan kebaikan baginya.” (HR Ibnu Majah (no. 3660), Ahmad (2/509) dan lain-lain, dishahihkan oleh al-Buushiri dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilatul Ahaaditsish Shahiihah, no. 1598)
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya: Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.” (Kitab al-Maudhuuaat (2/281), al-‘Ilal mutanaahiyah (2/636) keduanya tulisan imam Ibnul Jauzi, dan Silsilatul Ahaaditsidh Dha’iifah” (no. 3580))
Haditsnya sampai panjang begitu, Masya Allah.
Semoga kita bisa menjadi kontributor akan banyaknya umat Nabi Muhammad di akhirat kelak. Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita keturunan yang banyak dan sholeh/sholehah. Aamiin. Anak adalah rezki dari Allah, maka Allah pun yang akan menjamin rezki-rezki mereka. Jadi ayo ikut program KBBA (Keluarga Besar Banyak Anak)
.
Juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya: Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.” (Kitab al-Maudhuuaat (2/281), al-‘Ilal mutanaahiyah (2/636) keduanya tulisan imam Ibnul Jauzi, dan Silsilatul Ahaaditsidh Dha’iifah” (no. 3580))
Haditsnya sampai panjang begitu, Masya Allah.
Semoga kita bisa menjadi kontributor akan banyaknya umat Nabi Muhammad di akhirat kelak. Semoga Allah mengkaruniakan kepada kita keturunan yang banyak dan sholeh/sholehah. Aamiin. Anak adalah rezki dari Allah, maka Allah pun yang akan menjamin rezki-rezki mereka. Jadi ayo ikut program KBBA (Keluarga Besar Banyak Anak)
