Friday, 24 March 2017

Merindukan Rindu

Rindu itu dulu kupunya
Namun kini sedikit luntur
Rindu itu dulu selalu datang
Tapi kini hanya datang kadang-kadang
Getar itu dulu selalu membuncah
Kini ia hanya datang sesaat, kemudian menghilang..

Ohh..Andai kurawat selalu
Mungkin rindu itu masih berdiri kokoh
Mungkin rindu itu akan selalu ada
Andai saja kaupun mempunyai rasa yang sama
Andai saja rindu ini berbalas
Andai kesibukan pekerjaan tidak memalingkan kita
Maka rindu itu kini masih mendekapku

Tangisku kini pecah..
Aku merindukan kamu untuk kembali
Kembali mengisi kekosongan hatiku
Yang separuhnya kamu bawa pergi
Karena aku sangat..sangat
Merindukan rindu :'(


Friday, 17 March 2017

Teruntuk Abba Tersayang Yang Telah Menghadap Tuhan Lebih Dulu

Hari semakin cepat berganti, tidak terasa sudah dua puluh delapan tahun saya berada dalam naungan abba. Sebuah naungan yang nyaman tempat saya selalu merasa aman. Sebuah naungan menyenangkan  dimana rasa sedih dan galau bisa sekejap hilang kala mendengar nasihat menenangkan yang abba ucapkan dengan lembut dan penuh kasih.

Abba bagaikan malaikat yang dikirim Allah untuk saya. Sebagai sosok pelindung yang menjaga tanpa lelah. Seorang ayah yang memiliki ruang kesabaran melebihi luasnya samudera. Berkat penjagaan abba yang penuh makna, saya bisa menjadi seperti sekarang ini.

Dari abba, saya belajar mengenal Tuhan dan kitab suciku, abbalah yang pertama kali mengenalkan huruf hijaiyah padaku dan mengajarkan bagaimana membaca Al Qur'an dengan tartil. Dari abba saya belajar untuk bersikap tenang menghadapi masalah. Dari abba, saya banyak belajar memaknai berbagai hal tentang makna hidup. Dari abba, saya banyak bertanya tentang ilmu agama, hukum-hukum fiqih dan muamalat, hukum-hukum tajwid, hingga pertanyaan sepele sekalipun. Abba ajarkan segala sesuatu yang ingin saya tahu sehingga ilmu-ilmu yang abba ajarkan masih terkenang hingga kini.

Hari ini, Jumat tertanggal tujuh belas bulan tiga, tepat sebulan kepergianta abba, namun kami sadar yang pergi itu hanya ragata, bukan ruh serta kenanganta. Masih terekam jelas dalam ingatan semua tentang kita

Kami masih sangat merindukanmu. Terima kasih untuk segala cita, cinta, dan pengorbanan yang telah abba berikan ke kami anak-anakmu. Maafkan kami yang belum bisa membalas sedikitpun, meski memang sampai kapanpun tidak akan bisa kami balas

Sungguh, kau tak pernah meninggalkan kami. Kepergianmu duluan menghadapNya adalah untuk menunggu kami anak-anakmu dikehidupan kekal abadi. Abba tidak pergi jauh kemana-mana, namun abba tetap berada dihati kami

Foto diatas adalah foto tiga bulan yang lalu, moment terakhir kita bersama. Saya bersyukur Allah masih memberikan abba kesempatan menyaksikan pernikahanku, meski tidak lama, hanya dua bulan berselang Allah telah memanggil abba kembali keharibaanNya.


Lewat sujudku kupanjatkan doa, semoga Allah menerima segala amal shaleh abba selama hidup didunia, diampuni dosa-dosata, dilapangkan kuburta dan diberikan tempat terbaik disisiNya. Amien

Al Fatihah

With Love
Putrimu Yang Berusaha Tegar Melepasmu
Trisna Fadliyah 

Wednesday, 15 March 2017

Ketika Teknologi Tidak Mampu Menuntaskan Rindu

Sejak dua minggu terakhir saya mengikuti program online di Whatsapp "Kuliah Keluarga Sakinah" yang kelasnya diadain setiap hari Selasa. Sebenarnya semalam saya tidak begitu semangat mengikuti materinya karena saya sibuk menyiapkan materi untuk presentasi besok. Yah..besok adalah giliranku memberikan materi dan training tentang Quality Control kepada para karyawan disini untuk memberikan pemahaman kepada mereka agar jika nantinya diaudit oleh auditor ISO mereka sedikit banyak bisa paham juga, sekalian menyiapkan calon job pendingku jika nantinya saya cuti atau jika nantinya saya jadi resign, sudah ada yang paham jobku, jadi bisa resign dengan tenang deh (haha..ini mah niat terselubung oiiy, gak apa-apa kan sambil nyelam minum kopi hehe). 

Tadinya tidak semangat mengikuti kelasnya, namun begitu melihat tema bahasan pada malam itu yang diposting pemateri berjudul "Ketika Teknologi Tidak Mampu Menuntaskan Rindu" oleh Ust Cahyadi Takariawan, seketika itupula mataku yang tadinya hanya menatap enggan pada layar handphone, tetiba serasa mendapat kekuatan gaib, hingga yang tadinya ogah-ogahan, tetiba langsung memperbaiki posisi dan duduk cantip depan hp (hahaha..soalnya temanya gue banget bo'? Sayang kan kalau dilewatkan?).

Sumpah, bahasan semalam nonjok banget itu sama kami yang merupakan pejuang LDR an. Beneran, saya jadi malu, serasa materi itu dibuatkan khusus untuk saya (Iiih..pede banget yah?) Okay gaes, berikut saya review kan materi yang menurutku keren bin ketche itu. Check It Out!

Dalam kehidupan keluarga modern yang sangat sibuk, sering kita mendengar ungkapan, “Tidak penting berapa lama waktu pertemuan, namun yang lebih penting adalah kualitas pertemuan”. Ungkapan ini seakan membenarkan kesibukan suami dan isteri yang membuat mereka jarang bertemu. Kurang lebih ingin memaafkan kondisi ini dengan dalih kualitas pertemuan jauh lebih penting daripada jumlah dan waktu pertemuan.

Benar, kualitas pertemuan sangat penting. Namun jangan pernah mengabaikan kuantitas pertemuan. Jangan sekali-kali menganggap bahwa jumlah atau hitungan waktu pertemuan tidak penting. Kuantitas pertemuan itu sangat penting. Sekali lagi : sangat penting!

Saya tiba-tiba ingat sebuah iklan vendor pulsa di TV yang iklannya kurang lebih seperti ini 

“Apa sulitnya ngomong… Telpon gak pernah, sms gak pernah…”
“Aku gak punya pulsaaaaa……”

Begitulah kata iklan di televisi. Teknologi komunikasi seakan telah dijadikan sarana utama untuk menjalin hubungan kemesraan. Tidak masalah terpisah jarak, tapi tetaplah bicara lewat telpon atau sms, atau lewat email, chatting dan sebagainya. Namun, benarkah teknologi bisa menautkan hati yang jauh ? Bisakah teknologi merawat perasaan ? Bisakah teknologi melanggengkan kecintaan ? Bisakah teknologi menuntaskan kerinduan ?
Teknologi Tidak Mampu Menuntaskan Rindu
Coba kita membayangkan jika sebuah keluarga hidup terpisah dalam waktu yang lama dan tidak ada batas masa yang jelas kapan bertemunya. Suami bekerja di Indonesia, isteri bekerja di Malaysia. Suami bekerja di Australia, isteri bekerja di Indonesia. Suami tinggal di Kalimantan, isteri tinggal di Sulawesi. Suami menetap di Aceh, isteri menetap di Papua. Setiap hari mereka berkomunikasi melalui telepon, SMS, email, chatting, teleconference, dan sejumlah sarana lainnya yang sangat canggih.
Secanggih apapun teknologi yang membuat anda selalu terhubung dengan pasangan anda selama 24 jam sehari semalam, namun ingatlah : TEKNOLOGI TIDAK PERNAH BISA MENGGANTIKAN KEHANGATAN PERTEMUAN LANGSUNG! Saat mengobrol melalui teknologi internet, saling bisa memandang dan melihat pasangannya melalui layar laptop, namun itu tidak pernah serupa dengan pertemuan langsung. Rasa kangen yang dimiliki dan ingin anda curahkan kepada pasangan, ternyata hanya berhadapan dengan benda keras bernama laptop atau komputer. Saat anda menyentuh wajahnya dan membelai rambutnya, ternyata hanya layar laptop atau layar komputer.

Tidak ada yang bisa menggantikan pelukan langsung antara suami dan isteri. Teknologi tidak akan mampu menggantikan perasaan nyaman yang muncul akibat pelukan mesra. Tidak bisa dan tidak akan bisa. Pelukan suami kepada isteri, dan sebaliknya, tidak bisa digantikan oleh apapun dan oleh siapapun. Benar-benar spesial, dan tak tergantikan oleh kecanggihan teknologi.

Konon, saat berpelukan, tubuh melepaskan hormon oxytocin yang berkaitan dengan rasa damai dan cinta. Hormon ini membuat jantung dan pikiran menjadi tenang dan sehat. Itulah sebabnya, pelukan diyakini dapat menambah angka harapan hidup pasangan anda. Setiap kali anda memeluk pasangan dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, bertambahlah angka harapan hidupnya, karena bertambah kesehatannya. Hal ini akan tampak pada penampilannya yang awet muda.
Perhatikan Kuantitas Pertemuan
Bukan hanya kualitas pertemuan, pasangan suami isteri harus sangat peduli dengan kuantitas pertemuan. Jika suami dan isteri terpisah oleh jarak karena tuntutan pekerjaan atau alasan apapun, harus ada batas waktu yang jelas kapan kondisi seperti itu akan berakhir. Karena. Normalnya kehidupan keluarga adalah tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Kehadiran suami dan isteri dalam rumah tangga yang harmonis, sangat memberikan makna yang dalam bagi kualitas kehidupan.

Di antara bahaya keterpisahan suami dan isteri adalah muncul perasaan lebih nyaman kalau sendirian. Karena telah terbiasa tinggal terpisah dari pasangan dan dari keluarga, akhirnya masing-masing menikmati suasana kesendirian tersebut, dan bahkan terbentuk sikap merasa lebih nyaman sendirian. Bahaya sekali sikap seperti ini, karena sangat potensial menghancurkan kebahagiaan keluarga. Akhirnya menganggap tidak ada manfaatnya kebersamaan, dan merasa lebih nyaman kesendirian.

Maka, jangan pernah menyepelekan kuantitas pertemuan. Benar, bahwa kualitas pertemuan sangat penting namun kuantitas pertemuan tidak boleh diabaikan. Anda harus menikmati kebersamaan dalam keluarga. Kalaupun terpaksa terpisah karena tugas atau tuntutan pekerjaan, harus ada batas waktu yang jelas. Tidak boleh terpisah untuk waktu yang tidak ditentukan. Apalah artinya berumah tangga jika tinggal terpisah dan tidak menikmati kebersamaan.

Jadi, pertemuan suami dan isteri harus menjadi pertemuan yang berkualitas. Namun jangan mengabaikan kuantitas pertemuan. Anda harus selalu mengagendakan untuk bertemu dan berkumpul dalam sebuah kehangatan dan keharmonisan keluarga. Sesibuk apapun anda, setinggi apapun posisi karir anda, sepadat apapun jadwal kegiatan anda, harus selalu memiliki waktu yang cukup untuk bertemu dan berkumpul dengan pasangan dan keluarga anda. Dan jangan lupa, sering-seringlah memeluk pasangan anda. Karena teknologi tidak akan mampu menuntaskan perasaan rindu.
 --------------------------------------
Begitulah kira-kira isi materi semalam yang sukses membuatku semakin galau. Disatu sisi saya mengamini yang dibilang Pak Ustadz, sepakatnya berlipat-lipat, namun disisi lain saya tak berdaya untuk meningkatkan kuantitas pertemuan. Sayapun tiba-tiba merenung yang dalam, rasa-rasanya hubunganku dengan suami yang mempunyai kuantitas pertemuan masih jauh dari standar, sedangkan kualitasnyapun masih belum begitu baik, pertemuan terakhir kami bahkan penuh ujian. 

Namun, saya berharap semoga masa-masa ini segera berlalu. Anggap saja ini adalah ujian hubungan untuk saling lebih mendekatkan. Bukankah kalimat akan lebih bermakna jika ada spasi? Semoga hubungan kamipun seperti itu.

Friday, 3 March 2017

Kita Pasti Menyusul Mati

Sebenarnya saya takut jika berbicara kematian. Karena saya pendosa, belum punya cukup bekal untuk mati. 

Waktu nenek meninggal, saya terpekur dipojok rumah, nenek memanggil-manggil nama saya sebelum akhirnya berpulang. 
Kemudian, kematian adik sepupu yang begitu mendadak diusianya yang masih begitu muda mendahului orang tuanya lumayan membuatku shock, lalu kepergian abba sepuluh hari yang lalu masih meninggalkan duka yang begitu dalam. Malah saya belum percaya kalau beliau telah tiada.


Setiap kali mengetahui ada yang berpulang, selalu saja ingin menatap langit. Melayangkan pandangan jauh.

Jika ada yang berpulang, hanya bisa terpekur saat melihat orang menggali liang kubur, membaui aroma tanah, meresapi dalam-dalam.

Ada titik air di sudut mata.

Membayangkan bagaimana jika tiba waktunya saya berpulang juga? Bagaimana jika jasad yang dimasukkan diliang kubur itu adalah jasadku? Sudah siapkah saya didatangi oleh malaikat mautNya?

Tiba-tiba terlintas dalam pikiran,

Apa yang membuat kita sangat memuja kehidupan?
Setiap tahunnya di hari lahir, kita berdoa semoga Tuhan memanjangkan umur kita. Setiap harinya kita berdoa untuk diberi kesehatan dan dijauhi penyakit.

Untuk apa semua hal itu kita lakukan?
Agar bisa tinggal di dunia ini lebih lama?

Lantas jika ditanya pada kita, apakah kita pernah berharap akan datangnya kematian? Kenapa kita cenderung takut akan hadirnya, dan kenapa kita memohon agar dia tidak hadir terlalu cepat menghampiri kita.

Sebenarnya apa yang telah diberi oleh kehidupan dunia hingga kita begitu mengelukannya, dan apa salah yang telah dilakukan oleh kematian hingga kita seringkali menyangkalnya?

Duhai diri yang lalai..
Sadarkah kita jika sebenarnya kita sangat menyukai kehidupan karena dia adalah dusta yang terindah di dalam hidup ini, dan kita sangat membenci kematian karena dia adalah kenyataan menyakitkan yang pasti akan kita hadapi.

Lantas masihkah kita terlena dalam dusta, saat kenyataan mengintai waktu kita?
Setiap perjalanan pastilah ada akhirnya, dan setiap kepergian pasti akan ada masa dimana kita harus berpulang, kembali ke tempat asalnya. Kita pasti akan berpulang, walau kita senantiasa bertanya, kapan waktu itu tiba? Tapi itu rahasia Allah agar manusia tidak lalai dalam hidup.
Apakah kamu lupa bahwa kematian pasti datang, maka bersiaplah. Wahai jiwaku berbekallah dengan kebaikan dan kebajikan (Imam Syafii).

Karena hakikatnya kita tidak pernah memiliki diri kita sendiri. Yang punya bisa memanggil kita kembali kepadaNya kapan saja "sesuka hatiNya", maka sungguh kematian itu adalah sebuah misteri, dan pelajaran bagi kita yang masih berkesempatan diberi umur oleh Allah Sang Pencipta untuk menyiapkan sebaik-baik bekal yaitu Iman dan Taqwa, karena kain kafan itu tidak bersaku, tidak bisa kita masukan uang serupiahpun untuk jadi perbekalan.

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...