Yang pergi meninggalkan itu hanya raganya, bukan ruh serta kenangannya.Masih terekam jelas dalam ingatan semua tentang kita abbaku sayang.
Ketika dulu kita menghabiskan waktu bersama, saat masih kanak-kanak abba pertama kali mengajariku mengenal huruf hijaiyah, setiap hari selepas magrib, dengan sabar membimbingku belajar tajwid, memastikan bahwa ditanganmulah anak-anakmu pertama kali mengenal Tuhan dan Kitab suci-Nya.
Saya bersyukur ditakdirkan Tuhan menjadi anakmu dan hidup dilingkungan keluarga yang agamis. Dibawah pengasuhanmu saya bisa mengenal Tuhanku dengan baik meskipun terkadang saya masih sering melanggar perintahNya. Saya bangga memiliki abba yang semasa hidupnya dihabiskan untuk aktifitas dakwah, setiap hari Jumat dan saat Ramadhan berkeliling mengisi ceramah di masjid-masjid.
Saya ingat saat masih SD disuruh guru mengisi buku amaliah ramadhan, biasanya tinggal nyontek jadwalnya abba, padahal waktu itu saya tidak pergi taraweh *hehe..duh..jadi malu kalau dingat-ingat*, saat itu guruku bertanya “Kenapa nama penceramahnya bapakmu semua?”, akhirnya kujawab dengan bangganya “Iya dong bu, kan selaluka dikasih ikut bapakku kalau dia ceramah dimasjid, jadi masjidnya tiap hari beda tapi penceramahnya abbaji saja”. Beda dengan temanku yang lain yang masjidnya sama trus, penceramahnya yang beda-beda.
Abba sangat ketat dan disiplin sekali menerapkan aturan-aturan dikeluarga terutama untuk sholat, puasa, mengaji, pokoknya tidak ada kompromilah untuk ibadah yang wajib-wajib. Mungkin karena dulu beliau adalah pengasuh panti asuhan sehingga ketat memberikan aturan, mungkin untuk memberikan contoh juga ke anak-anak panti. Entahlah..yang samar-samar kuingat adalah kak aik sering kena pukul pake ikat pinggang karena ketahuan meninggalkan sholat *mungkin lebih tepatnya pukulan sayang kali yah biar lebih patuh atas aturan-aturan agama, saya pun tidak luput kena tegur saat abba melihatku dirumah tetangga saat teman-temanku main joker, padahal saya tidak ikut main hanya nontonji kodong, mungkin dikiranya saya juga ikutan main kartu, alhasil pulang-pulang langsung dapat siraman rohani seharian. Karena itu jangan heran jika sampai sekarang saya tidak pandai main joker, karena memang saya tidak pernah lagi berusaha mengakrabkan dengan kartu dan joker, sampai saya habis di bully teman-teman saat di site dulu saat jaman-jamannya joker-jokeran, hanya diriku sendiri yang nganggur karena tidak pandai main, temanku semua main joker berjamaah hingga pagi, sampai ada teman yang gemes pengen memprivat saya hingga expert katanya, tapi saya tidak pernah tertarik semenjak kejadian itu, rasa-rasanya teringat terus petuah abba dan merasa berdosa saja jika melanggar.
Sejak kecil abba sudah menanamkan nilai-nilai islami sama kami anak-anaknya, ini dibuktikan dengan memasukkan kami semua di sekolah islami hingga SMP, karena prinsipnya harus menanamkan nilai-nilai islami sejak dini ke anak-anaknya, nanti setelah SMU dan dianggap dewasa baru kita bebas memilih sekolah masing-masing. Mungkin prinsip ini juga yang akan kuteruskan jika saya menjadi orangtua nantinya.
Dulu , waktu masih jaman-jaman SD, tiap habis magrib sehabis jamaah bareng, selalu rutin mengaji bareng sama abba, kadang setor hafalan doa-doa atau surah-surah pendek. Sayangnya, makin kesini, apalagi saat kami sudah besar-besar semua kebiasaan ngaji bareng sehabis magrib sudah mulai terkikis ditambah sudah pada sibuk smua, itulah kenapa saya masuk ODOJ niat awalnya sebenarnya karena kangen sama kebiasaan-kebiasaan yang dulu, sambil berharap jika punya keluarga sendiri kebiasaan ini bisa berlanjut.
Abba, tahukah kau?
Saat dulu teman-temanku bertanya tipe cowok ideal atau calon suami impianku seperti apa, entah kenapa dibenakku terbayang yang seperti sosokmu, yang sederhana, tidak suka mengeluh, selalu bersyukur, suka membaca dan mengupgrade ilmu agama, mengasihi orang kecil dan tidak perhitungan bersedekah, pengetahuan agamanya bagus, dekat dengan qur’an, Bahkan saya sampai mengidolakan sosok ustadz karena terinspirasi dengan sosokmu yang bersahaja. Doakan saya ya abba, semoga suamiku bisa mengikuti jejakmu sebagai suami yang baik dan begitu perhatian sama istrinya, serta menjadi ayah yang menjadi panutan dan teladan buat anak-anak kami kelak. Amin
Duhai abba.. Sungguh kau tak pernah benar-benar marah pada kami, meski kadang kami sering tanpa sengaja mengeluarkan kata “ Ah, Ih, Uh”, serta tak jarang pula kami mengeluh saat merawatmu di hari-hari tuamu. Maafkan kami belum bisa membalas sedikitpun jasa abba. Meski memang, sampai kapanpun tidak akan bisa kami balas.
Terima kasih untuk cita, cinta, dan pengorbanan yang telah abba berikan untuk kami anak-anakmu dan terutama kepadaku. Maafkan diri ini yang hanya dan selalu merepotkan abba. Kami mencintaimu abba karena Allah. Namun, nyatanya Allah lebih sayang lagi.
Semoga Allah menerima segala amal shalih abba selama hidup didunia, dan mengampuni segala dosa-dosa abba dan ditempatkan ditempat terbaik disisiNya. Saya tahu, banyak kenangan baik yang abba tinggalkan kepada kami keluaraga dan teman-teman abba,
Sebenarnya masih banyak kenangan bersamamu yang ingin kutuliskan, namun cairan bening pada netra tak bisa berhenti mengalir jika saya melanjutkan tulisan ini.
Sungguh, kau tak pernah meninggalkan kami. Kepergianmu duluan menghadapNya adalah untuk menunggu kami anak-anakmu dikehidupan kekal abadi.
Allahummagfirlahu warhamhu wa’afii wa’fuanhu wa’akrim nudzulahu..Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Baca juga (When I Lost My Father A Year Ago)