Tuesday, 7 February 2017

Emosi Terselubung

Seperti hari-hari sebelumnya, hari ini suamiku kembali mengirimiku sebuah foto sambil berkata “ Tolong dong cyin nilai fotoku”. Kali ini foto yang dikirimnya adalah foto setelah cukuran dengan potongan rambut barunya. Yah, mungkin si mister ingin aku mengagumi potongan rambut yang menurutnya keren itu hahaha. Akhirnya kujawab singkat “ Potongan perwira, lumayanlah cyin”. Sebenarnya ini jawaban jujur sih, gak bagus banget tapi gak jelek juga hehe. 

Saat ditanya seperti itu, yang kupikirkan adalah “Bentar..suamiku ini ingin dinilai atau dipuji nih?”. Sebenarnya saya juga sudah bisa menduga respon dia seandainya waktu itu saya jawab pertanyaannya dengan “ Ihh, jelek banget, kok potongannya gitu sih cyin?”, dan saya sangat yakin dia bakalan merespon dengan jawaban “ Masa sih? Beneran ini jelek?”, sambil berkecil hati dan kecewa karena saya menjawab tidak sesuai dengan harapannya. Apalagi saya tahu kalau si mister ini orangnya memang suka pujian dan tidak begitu suka dengan kritikan, meskipun dia tetap welcome atas setiap masukan yang masuk kepadanya.  

Tiba-tiba saya ingat saat keponakanku si Ishlah pernah memamerkan gambarnya kepadaku “Tante Inna, lihatki gambarku, bagusji?”. “Wah., bagus sekali nak, pintar sekali Ishlah menggambar yah”, pujiku waktu itu. Padahal aslinya? Ancur! Sungguh karya seni yang tidak ada bagusnya sama sekali, hanya coretan-coretan tidak jelas disana sini. Tetapi saya tetap mengatakan bahwa gambarnya bagus karena saya memahami kalau anak ini mempunyai “Emosi Terselubung” yaitu INGIN PUJIAN. Dia tidak butuh penilaian jujur tetapi apresiasi, meskipun dia bertanya "bagaimana gambarku" dan bukan berkata "aku minta pujianmu", seperti si mister yang berkata "nilai fotoku" bukan "puji potongan rambutku" 
Selama setahun belakangan ini, saya selalu berusaha memahami emosi terselubung seseorang. Karena itu saat teman-teman penulis terkadang meminta pendapatku atas review bukunya, meskipun kurang bagus dan masih banyak yang typo, salah disana sini, saya tetap memujinya sambil memberikan catatan-catatan tersendiri agar si penulis tidak kecewa jika saya langsung mengejek karyanya, apalagi jika itu adalah karya perdananya, karena itu saya tidak mau memadamkan semangatnya. Yah,,ada kalanya kita harus bersikap objektif sebagai mr. feedback seseorang, dan terkadang kita juga harus memahami emosi terselubung seseorang yang ingin pujian, karena sikap setiap orang menghadapi kritikan pastilah berbeda, ada yang bisa tahan dan tambah membuatnya termotivasi memperbaiki kesalahan sehingga membuatnya semakin maju, namun tidak jarang juga ada yang langsung drop dan susah mau bangkit lagi.

Namanya manusia, pastilah mereka mencari eksistensi, salah satunya dengan berharap pujian dan apresiasi dari orang lain. Karena itu saya sadar bahwa dengan pintar-pintar memahami emosi terselubung di balik tindakan orang, itu akan meminimalisir banyak gesekan yang tidak penting antar teman, pasangan, kerabat, atau dengan siapapun itu. Sebelum menghakimi, pahamilah mengapa. Before you judge, understand why. Melihat lebih dalam sebelum memberi penilaian pada orang lain.

Mungkin akan ada banyak hubungan yang terselamatkan jika kita memahami emosi terselubung ini. Karena semakin dalam kita mengenal seseorang, maka semakin jelas pula kita akan melihat segala kekurangannya Banyak orang yang tidak ingin memahami emosi terselubung seseorang sehingga banyak pernikahan yang gagal, persahabatan yang tidak berlangsung lama, dan banyak hubungan persaudaraan jadi retak. 

Dengan memahami emosi terselubung, maka kita juga akan paham bahwa wanita atau istri kadang hanya ingin didengarkan tanpa perlu ditanggapi dan dibantah, dan lelaki atau suami hanya ingin tetap dihormati tanpa peduli seberapa sedikit yang mereka miliki.

Terkadang kita hanya perlu untuk memahami bahwa semua orang hanya sedang menumpahkan isi "tekonya" saja. Teko berisi kopi tidak akan mengeluarkan teh. Hati berisi mutiara tidak akan mengeluarkan kotoran.

Perilaku orang hanya mencerminkan diri mereka, sedangkan cara kita menanggapi itu semua mencerminkan diri kita yang sesungguhnya. Karena itu pada hakikatnya, semua orang hanya bereaksi terhadap 'peta' di kepalanya yang terkadang jauh dari realita. Memahami bahwa selain merenggangkan hubungan dan menghabiskan tenaga, perdebatan tidak menghasilkan apa-apa kecuali hanya memperkuat keyakinan lamanya.

No comments:

Post a Comment

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...