Thursday, 15 November 2018

Hari Pertama Nafiz Ditinggal Kerja

Akhirnya hari ini tiba juga, hari pertama ninggalin Nafiz di rumah karena bunda kudu masuk kerja. Sejak semalam udah prepare segala keperluan dia, termasuk pesan sama mama hal-hal yang sering dilakukan atau kebiasaan Nafiz pada jam-jam kerja, termasuk jadwal minum susu dan jadwal tidur dia. Untung Nafiz belum mulai makan, jadi kegiatan di pagi hari ini belum terlalu rempong. Tapi, saya harus bersiap-siap dan membiasakan diri untuk bangun lebih cepat berhubung Nafiz sebentar lagi mulai MPASI, yang pastinya kegiatan di pagi hari akan bertambah rempong, tapi saya akan berusaha menikmatinya.
Alhamdulilah rumah dan tempat kerja dekat jadi bisa balik tiap istirahat, dan jadwal kerja yang tidak terlalu padat bisa memperpanjang sedikit waktu istirahat kerja haha.  
Jadilah hari pertama kerja saya lewati dengan syahdu. Saat pamitan dengan Nafiz rasanya gak nahan lihat ekspresi dia yang rada-rada cemberut gitu..mungkin tahu kalau bakalan ditinggal. Duh..jadi berasa jahat heuheu..
Rasanya belum bisa fokus dan konsentrasi penuh sama kerjaan hari ini. Badan ada di kantor tapi pikiran ada disana, entah kemana-mana haha. Rasanya gak sabar nunggu jam istirahat dan jam pulang untuk jumpa anak sholeh lagi 😊
Jujur, pengalaman bekerja ketika ninggalin anak ini bikin harap-harap cemas deh, takut Nafiz bakalan rewel. Alhamdulillah hari ini terlewati dengan baik. Thanks banget buat Mama dan Ibu Nasrul. 
Benar ya, kalau emang ada niat, pasti akan diberikan jalan dan dipermudah. Well, Nafiz dan saya memang baru melewati hari pertama, masih banyak hari-hari kerja yang harus kami lewati. Meski suatu saat kami harus berjuang lebih keras, toh itu sepadan dengan ikatan cinta yang kami punya *eeaaa.

Selalu ada jalan untuk setiap kesulitan.
Dan, selalu ada cinta di balik setiap perjuangan 😍.

Terima kasih sudah jadi anak bunda yang pintar hari ini, Nafiz sayang 😍Semoga setiap tetesan yang kita perjuangkan bisa menjadi berkah untukmu, Sayang.
Bunda always love you so much 😘🤗

Thursday, 1 November 2018

Takut Gempa, Takut Naik Lion Air, Atau Takut Mati?

Beberapa hari lagi saya akan kembali ke perantauan, begitu keluarga dan teman-teman tahu saya telah memesan tiket Lion Air, banyak yang melayangkan protes;

Kenapa harus naik Lion sih, Tris? 
Kok gak takut yah, ntar jatuh lagi loh?
Mending gak usah kemana-mana dulu deh, lagi musim gempa dan banyak bencana ini.
Saya hanya mesem-mesem aja, bukannya saya gak takut mati, sayapun pendosa yang belum punya cukup bekal untuk mati, namun saya sadar kalau kita pasti akan menyusul mati.

Jika jatah waktumu telah habis,
Jika jatah rezkimu telah habis,
Bagaimanapun keadaan kita,
Kita pasti akan berpulang.
Tuhan pasti akan memanggil kita.

Meskipun kita tidak terkena gempa,
Meskipun kita tidak naik Lion Air,
Meskipun kita tidak kemana-mana,
Meskipun kita tidak ngapa-ngapain.

Baca juga (Kita Pasti Menyusul Mati)

Pun sebaliknya,
Meskipun di darat kita diancam gempa,
Di laut kita diancam tsunami,
Di udara kita diancam kecelakaan pesawat,
Namun jika Allah belum memanggilmu,
Jika jatah waktumu belum habis,
Kamu tidak akan mati.

Gak usah takut naik pesawat!
Gak usah takut terkena gempa!

Tanpa itupun bukankah setiap hari kita mendengar pengumuman di masjid kalau ada yang meninggal? Yang terkadang setelah almarhum disebut namanya akan mengagetkan warga yang mendengarnya.
Lalu komentar-komentar akan muncul tentang si almarhum/almarhumah;
“Lho, semalam masih ikutan sholat isya berjamaah kok! Masih seger buger”.
“Haaah! Dia meninggal! Tadi pagi masih WA-an sama saya!”.
“Masya Allah, masih muda kan dia.. Cakep orangnya, belum nikah..ehh..udah Allah panggil duluan”.
“Ooo.. Bapak yang rajin ke masjid itu ya, bener saya sering ngelihat.. Semoga Khusnul Khotimah”
Setiap saya mendengar ada pengumuman orang meninggal di masjid, biasanya saya selalu terdiam, langsung saya tinggalkan semua aktivitas, dan fokus mendengarkan pengumuman itu sekaligus muhasabah diri, karena suatu saat nama saya pasti akan diumumkan juga disana.

Waktu terus berjalan,
Jatah hidup di dunia semakin menghitung waktu mundur.
Malaikat maut senantiasa mengintai kita.
Dan kita masih menikmati semua dosa yang kita anggap biasa,
Seolah-olah kita akan hidup selamanya.

Dosa dan maksiat jalan terus.
Masih menikmati riba, kredit, dan utang yang gak tuntas-tuntas.
Riya’, Sombong dan Dengki tiada henti..
Aurat masih terbuka, nyantai aja.
Harta haram tetap disikat.
Dzholim pada saudara dan kawan.
Stok alasan berlimpah sebagai dalih untuk tidak beribadah kepada Allah.

Astagfirullah hal adzim. 😰

Orang tua tak dimuliakan.
Buruk sangka lanjut tanpa akhir.
Ghibah masih jadi menu harian.
Zakat lupa, sedekah entah kemana.
Shalat ditunda-tunda sampe akhir waktu.
Mikirin Allah cuma kalo lagi butuh 😞
“Rahmat Allah yang terbesar adalah ketika kita pernah bermaksiat dan masih diberi kesempatan bertaubat oleh Allah.”
Sungguh kita rugi, jika hari ini masih hidup dan masih diberi kesempatan bertaubat, tapi kita tetap mengabaikan, menganggap remeh, bahkan masih ngeyel, terus mencari pembenaran diri. Sibuk beradu pendapat tentang keilmuan sementara yang wajib tak kunjung disempurnakan dan yang sunnah tak kunjung dilengkapi.
Padahal bisa jadi, nama kita yang diumumkan lewat pengeras suara masjid besok pagi😢
Kematian itu adalah hal yang pasti tapi waktu dan bagaimana caranya adalah hal yang akan selalu menjadi misteri. Tak pernah siap tapi wajib mempersiapkan diri.
Kita tidak pernah tahu, dimana kematian menyergap nyawa kita, kan? Entah di rumah, pasar, kampus, ataupun di jalan.
Ajal pasti datang, cepat atau lambat.
“Tuhan, khusnul khotimahkan kami. Jika kematian itu menghampiri diri”.
Semoga kita semua nanti di wafatkan dalam keadaan Khusnul Khotimah..Amien

Entah Apa Yang Merasukimu Bu Sukma

Setelah membandingkan konde dengan cadar, suara kidung dengan azan, sekarang Bu Sukma kumat lagi dengan membandingkan Nabi Muhammad denga...